03

9.9K 1.5K 129
                                    

Para laki-laki dewasa itu tidak seharusnya mencampuri urusan para remaja awal 20an seperti sepasang kekasih yang ada di hadapan mereka, sepertinya mereka tidak akur seperti pasangan pada umumnya. Sedari tadi si lelaki terus saja diomeli perempuannya, hingga Dodi yang melihatnya tidak sanggup menahan tawanya.

"Sana ah, gue mau makan"

"Rin, dengerin dulu. Gue gak selingkuh, serius deh"

"Ngomong gak selingkuh, itu hasil cupangan siapa?"

Jika bukan ponakan Dodi, mungkin mereka tidak akan menertawai sepasang remaja itu. Karena itu ponakan ipar Dodi, maka dengan senang hati mereka menertawakannya.

"Anak jaman sekarang, kalo pacaran problematikanya selingkuh ya?"

"Selingkuh lagi hits dikalangan anak muda ibu kota"

"Emang jaman lo gak ada selingkuh gitu Tir?"

Tirta tertawa kecil kemudian meminum beer yang ada di hadapannya.

"Adalah, yakali gak ada"

"Lo pasti pernah ya Tir?"

"Sekali"

Jawaban Tirta membuat Jeffreyan dan yang lainnya tertawa, namun keributan di meja sebelah mereka membuat perhatian mereka kembali teralihkan. Bagaimana tidak? gadis yang memiliki penampilan feminim itu bisa menjadi begitu buas jika marah.

"Lo tuh harusnya ngerti! Gak seharusnya lo jalan sama cewek lain pas lo punya janji sama gue! Gegayaan mau selingkuh padahal duit dimodalin bokap lo!"

"Gue gak selingkuh Arina, dengerin dulu dong"

"Gak perlu, gue laper, mau makan. Mending lo minggir sana, balik kek atau lo jalan lagi sama Stella, bodo amat gue"

"Gue juga laper, gue yang reservasi kok gue gak boleh makan?"

"Oh jadi lo gini ya? ya udah, gue mau gabung sama mas-mas sebelah. Gak usa ikutin gue lo!"

Begitu kalimat itu keluar dari mulutnya, Arina lantas merapihkan pakaiannya, mengambil tasnya dan berpindah ke meja Jeffreyan dan kawan-kawannya tanpa permisi, ia langsung duduk begitu saja di samping Angger.

"Mas, numpang ikut makan ya. Ntar ikutan bayar kok, santai"

Jeffreyan, Tirta, Dodi dan Angger sama-sama menatap Arina keheranan. Gadis ini baru saja marah-marah dengan pacarnya, dan langsung bergabung duduk di meja mereka. Bukan hanya itu, Arina dengan santainya membuka kaleng beer milik Angger dan meneguknya begitu saja.

"Heh! beer gue itu"

"Santai mas, gue ganti"

Arina membuka dompetnya dan mengeluarkan selembar uang 100.000 dan diletakannya uang itu di meja hadapan Angger.

"Ini ya mas, gue mau ke McD aja. Males disini cium bau-bau pendosa"

"Heh! cewek, jaga omongan lo"

"Iya mas, maaf"

Begitu selesai memasukan dompetnya, Arina langsung bangkit dan berjalan keluar restoran itu. Sebelum keluar, ia melewati Maha yang masih berdiri. Dengan gemasnya pada Maha, Arina tidak lupa melayangkan pukulan tepat di kepala Maha saat Maha tenga makan dengan santainya.

Melihat itu, para lelaki di meja yang Arina tadi tak kuasa menahan tawa mereka saat melihat bagaimana reaksi Maha saat dipukul Arina. Maha tidak protes sama sekali, ia hanya menatap Arina tanpa ada ekspresi sama sekali di wajahnya.

Merasa dirinya ditertawai oleh Jeffreyan dan teman-temannya, Maha langsung menatap nyalang ke-empat lelaki itu, terutama Dodi.

"Apa lo om? Gue aduin tante lo!"

"Gak Ha, lanjutin aja makannya. Gue juga mau lanjutin makan gue"

Dodi menjawab Maha dengan tawa yang ia tahan hingga bibirnya ia kulum kedalam agar tidak menunjukan jika ia tertawa.

"Dod, sumpah deh, gue baru tau. Ponakan lo yang badannya segede itu bisa diem aja diomelin pacarnya"

Bisik Jeffreyan pada Dodi yang juga tidak lupa menahan tawanya.

"Gimana gak diem, pacarnya aja galak begitu"

"Diem bukan berarti cuma takut sama pacarnya bang, bisa jadi ponakan bang Dodi beneran selingkuh"

Ucapan Angger seolah menjadi akhir dari perbincangan mengenai Maha dan Arina di meja mereka, Angger ini memiliki julukan Si Pahit Lidah, alias jika ia berbicara bisa saja omongannya menjadi nyata.

Bersambung

JEFFREYAN [ COMPLETE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang