08

8.5K 1.2K 110
                                    

Setelah pertemuan pertama dengan obrolan panjang hari itu, Jeffreyan makin berani mendekati Arina. Buktinya, saat ini Jeffreyan tengah menunggu Arina selesai dengan kursusnya. Yang Jeffreyan tau, Arina kini tengah mengikuti kursus bakery. Jeffreyan baru kali ini menemui perempuan yang memiliki fokus pada kue, padahal jurusan kuliah Arina sama sekali tidak berhubungan dengan dapur.

Sungguh, Jeffreyan kira hari ini mereka akan bisa berkencan ternyata justru Jeffreyan harus menunggu Arina selesai dengan kursusnya.

Setelah hampir satu jam menunggu, akhirnya yang ia tunggupun keluar. Dengan wajah lesunya ia keluar sembari menenteng tas tottenya. Begitu melihat Arina keluar dari tempat itu,  Jeffreyan buru-buru keluar dari mobilnya dan menyambut Arina.

"Udah selsai? Kenpa wajahnya ditekuk gitu?"

Arina menghela nafasnya, menatap Jeffreyan dan kemudian hanya anggukan yang ia tunjukan.

"Bapak nungguin saya?"

"Kenapa manggilnya bapak sih? Saya gak setua itu"

"Bapak bilang umur bapak 36 tahun kan?  Kita beda seperempat abad pak"

"Ayo masuk mobil,  saya anter pulang"

Jeffreyan memilih tidak membalas bahasan umur,  terlalu menampar Jeffreyan jika ia membahasnya. Ia cukup tua.

"Bapak ngapain sih jemput saya? Saya kira bapak bakal pergi"

Mobil itu mulai melaju, melaju menyusuri jalanan.

"Saya yang anterin kamu kesini, saya juga yang bakal anter kamu pulang"

"Oh,  makasih ya"

"Arina?"

"Iya?"

"Bisa gak sih, kita ganti cara ngobrol kita. Kita ngobrol pake sebutan 'saya' itu terlalu formal"

Arina menoleh kearah Jeffreyan, menatap lelaki itu dan kemudian menghela nafasnya.

"Pak,  kita gak sedekat dan seintim itu buat pakai panggilan aku-kamu. Maaf"

"Ya udah, kalau gitu ayo kita jadi makin dekat biar bisa pakai aku-kamu. Besok kita kencan, aku jemput kamu. Besok pakai baju putih, celana denim. Kita kencan ke kebun raya"

"Kebun raya?  Ngapain?"

"Aku mau ajak kamu jalan-jalan kesana, jam 8 aku jemput"

"Saya—"

"Aku, Aku sama kamu. Bukan pakai Saya lagi"

"Okei,  aku belum iyain ajakan kamu"

"Sekarang, mau apa enggak?"

Arina kembali mengalihkan pandangannya ke arah jalan sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Jeffreyan.

"Iya, mau"

Bersoraklah hati Jeffreyan saat mendengar jawaban Arina, upaya mengajak Arina berkencan akhirnya terlaksana.








Seperti biasanya saat menjemput Arina, Jeffreyan hanya mengantar Arina sebatas portal komplek rumah Arina. Arina yang meminta.

"Besok jam 8 aku jemput di sini atau di depan rumah?"

"Emang tau rumahku yang mana?"

"Tau, tetangganya bang Bima kan?"

Arina mengangguk.

"Kok tau om Bima?"

"Dia temen aku, temen minum"

"Berarti harusnya aku manggil kamu om dong,  Om Jeffrey?"

"Jangan dong,  tua banget dipanggil om. Mudaan aku dari pada bang Bima,  gak cocok manggil aku om"

"Om Bima kan seumuran sama om Al, kamu gak beda jauh dari om Bima. Sama-sama om, Om Jeffrey"

Arina langsung turun dari mobil Jeffreyan setelah memanggil Jeffreyan dengan sebutan om dan pergi begitu saja, ia sudah malas sekali berbincang-bincang. Ia sudah lelah karena kegiatan kampus dan juga kursus hari ini.

"Jam 8 besok, awas kalau telat"

"Tinggal aja gak apa-apa"

Beginilah Arina sebelum memiliki hubungan serius dengan Jeffreyan, masih terlihat seperti gadis sebayanya yang suka bercanda dan kadang membuat jengkel lawan bicaranya.


Bersambung

JEFFREYAN [ COMPLETE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang