Hari itu, Arina hanya memberi jawaban "Tunggu ya, aku pikirin dulu". Hingga hari ke-3 pasca Jeffreyan mengutarakan niatnya, Arina sama sekali tidak menghubungi Jeffreyan. Tidak, Arina tidak menolak Jeffreyan. Hanya saja Arina harus bisa meyakinkan dirinya, status Jeffreyan jelas membuat Arina harus memikirkan segala kemungkinan yang ada.
Pagi ini, Arina pergi ke kampusnya bersama dengan sepupunya. Seperti biasa, kegiatan kampusnya diisi dengan kegiatan monotonnya. Arina terkadang malas mengikuti organisasi kampusnya.
Yang kini membuat pikirannya cukup kalut adalah, Jeffreyan mengiriminya pesan agar Arina pulang bersama Jeffreyan, dan bisa ditebak, Jeffreyan sudah menunggu Arina di parkiran kampusnya.
Dengan kemeja putih yang ia gulung sebatas lengan, jam tangan mewah yang melingkar si lengannya, serta wangi maskulin khas Jeffreyan yang menguar begitu Arina membuka pintu mobil dan memasukinya, membuat Arina menatap Jeffreyan dengan pandangan yang siap menggoda Jeffreyan.
"Masih wangi aja, om. Mau nemuin gue, pasti semprot parfum dulu ya, om?"
Jeffreyan yang mendengar ucapan Arina, membalasnya dengan kening yang berkerut dan tatapan herannya.
"Enggak, cuma kebetulan parfumnya tahan lama. Kamu bilang katanya suka laki-laki yang wangi kan? Gak enak ya?"
"Bukan gak enak, wanginya tipikal dosen-dosen aku banget, om. Mending ganti, dari pada tiap ketemu bau begini, ujungnya aku kesel, keinget dosen"
"Oke, besok ganti parfum"
Sebelum Jeffreyan menyalakan mesin mobilnya, ia melirik kearah Arina yang tengah merapihkan rambutnya dengan sisir kecil yang ia bawa, serta kembali menaburkan bedak dan mengoleskan warna pada bibirnya.
"Genit banget, mau kemana?"
"Pulang lah, kenapa?"
"Kok pake nebelin dandanan segala?"
"Gak suka aja liat muka berantakan, seharian di kampus, udah gak seger mukanya. Berangkat ngampus seger, pulang juga seger"
Setelah menyelesaikan sesi berdandannya, Arina kembali menyimpan makeupnya kedalam tas miliknya. Dan kini pandangannya sibuk nenatap Jeffreyan yang tengah fokus menyetir mobil itu, walau pulang kerja, tetapi Jeffreyan tidak terlihat lusuh sama sekali, mungkin karena ia bekerja di ruangan ber-ac yang nyaman.
"Rin, ke pub yuk? Mau gak?"
Secara mendadak, Jeffreyan mengajukan pertanyaan itu pada Arina. Pub, atau sejenis bar, entah dengan tujuan apa Jeffreyan mengajak Arina ke tempat seperti itu. Jelas tempat seperti itu adalah tempat berkumpulnya Jeffreyan dan teman-temannya.
"Hah? Ngapain?"
"Ya ke sana aja, temenin minum sebentar"
"Emang aku ladies escort apa? Diajak nemenin minum"
"Ya bukan lah, dari pada ngajak LC begitu, jelas ngajak kamu"
Arina yang melihat helaian rambut Jeffreyan yang masih tertata rapi itu mengulurkan tangannya dan berusaha menurunkan beberapa helai rambut Jeffreyan, agar kesannya Jeffreyan tidak setua itu.
"Aku boleh minum juga gak? Atau gak boleh?"
"Boleh aja, tapi inget. Gak boleh sampai mabok, oke?"
"Oke!"
Dengan beberapa potongan buah, serta sebotol wiski Macallen yang Jeffreyan pesan, Arina duduk tepat di samping Jeffreyan. Meja ini Jeffreyan pesan hanya untuk mereka ber dua, suasananya cukup tenang, tidak banyak yang datang ke tempat ini, karena memang tempat ini dikenal dengan tamu-tamu yang berasal dari kalangan menengah keatas.
"Kamu doyan wiski ya, mas?"
Jeffreyan mengangguk menjawab pertanyaan Arina sesaat setelah satu sloki wiski itu ia teguk, Arina yang melihat botol itu kembali kosong, dengan santainya kembali menuangkan wiski pada sloki Jeffreyan.
"Rin, jawaban kamu gimana?"
Sadar akan pertanyaan Jeffreyan yang bertanya mengenai jawaban Arina atas ungkapan perasaan Jeffreyan beberapa waktu lalu membuat Arina lantas menahan Jeffreyan yang hendak kembali menenggak wiski miliknya.
"Kamu udah mabuk belum?"
"Belum, baru berapa sloki juga"
"Serius?"
Jeffreyan mengangguk, benar jika Jeffreyan belum mabuk, ia masih memberi respon seperti biasanya pada Arina, sorot matanya pun masih seperti biasa.
"Jadi gini mas, aku udah mikirin semuanya. Dari kemungkinan terbaik sampai terburuk, kamu udah ada anak, kerjaan kamu mapan. Aku tadinya takut kalau nanti dikira nerima kamu gara-gara mau manfaatin kamu, aku tuh mikirin itu"
"Lalu?"
Kini Jeffreyan menghadap Arina, menggenggam tangan Arina dan tidak melepaskan pandangannya barang sedikitpun.
"Tapi aku tau, semua hubungan itu yang ngerasain itu si pasangan itu sendiri. Orang yang ngomongin dan komentar soal hubungan orang lain itu cuma sok tau dan gak pernah ngerasa dirinya juga ada dosa, oke ini ngelnatur, gak jelas, tapi yang jelas aku nerima kamu, mas"
Dengan terburu-buru, Arina langsung mengambil sloki milik Jeffreyan dan langsung menenggaknya dalam sekali tenggak. Jeffreyan yang melihat dan mendengar perkataan Arina, jelas langsung melebarkan senyuman di wajahnya.
"Boleh peluk kamu?"
Walau Arina menerimanya, tapi Jeffreyan jelas harus izin walau hanya ingin memeluk Arina. Dengan anggukan dan senyuman di wajahnya, Arina membolehkan Jeffreyan untuk memeluknya. Begitu Jeffreyan memeluk Arina dan Arina membalasnya, Jeffreyan terlihat enggan untuk melepaskannya.
"Terima kasih, gak tau mau ngomong apa. Tapi, rin, kamu beneran mau sama aku? Maksudnya, aku bukan laki-laki single, aku punyan anak, dan mungkin kamu kelihatan cocoknya pacaran sama anak aku—"
"Punya perasaan sama orang yang beda umur jauh itu bukan tindakan kriminal, mas. Asal kamu tau, aku dulu punya kriteria maksimal 5 tahun lebih tua dari aku, tapi begitu kenal kamu, kamu ngomong mau deketin aku. Di situ pemikiran aku berubah, jodoh gak melulu soal usia"
Setelah Arina menjelaskannya, Jeffreyan mengutarakan pertanyaan yang cukup membuat Arina terkejut.
"Arina?"
"Hem?"
"Kalau aku minta izin buat cium kamu, di bibir kamu, boleh?"
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
JEFFREYAN [ COMPLETE ]
Fanfiction[ Prequel dari WDW ] Cerita Jeffreyan sebelum akhirnya ia berlabuh pada Arina.