"Jika candamu saja mampu membuatku tergugah, apakah perbuatanmu mampu membuatku luluh?"
•••
Hari ini adalah hari yang paling gue tunggu-tunggu. Yang hanya terjadi 5 kali dalam hidup gue. Dan ini adalah yang ke-4. Tak lain dan tak bukan hari ini adalah hari daftar sekolah. Bayangin aja, bakalan banyak banget calon teman-teman baru gue. Ya, gue nggak sepenuhnya menjamin sih kalau gue pasti diterima di sekolah ini. Tapi yang pasti, nggak pernah ada kata putus asa di dalam kamus gue.
Pagi ini, gue sedang menyantap sepotong roti sobek coklat ditemani segelas susu vanila. Katanya, kalau dua-duanya coklat bakalan eneg banget. Makanya gue mengakalinya dengan susu vanila.
"Clau, tumben kamu bangun sama sarapan pagi-pagi," mama yang daritadi menyantap roti lapisnya merasa aneh dengan kehadiran gue yang sedang menyantap sarapan di salah satu kursi meja makan.
"Biasa ma, anak pintar mah beda. Pasti dia semangat banget pengen sekolah baru," celetuk Kak Rista.
Gue menatap Kak Rista dengan tatapan menyebalkan. "Ck, iri bilang boss."
"Iihh ni anak ya!" Kak Rista mengangkat gelasnya yang telah kosong dan mengarahkannya seolah-olah hendak memukul kepala gue.
"Rista," tegur papa seraya mengarahkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan ke arahnya lalu ke arah Kak Rista.
Kak Rista mendengus kesal dan menatap gue sinis.
Sementara itu, gue tertawa kecil hingga mengulum bibir untuk menahannya.
"Ayo Clau, Ris, kita berangkat. Udah jam tujuh kurang lima belas," kata papa.
Gue dan Kak Rista membereskan gelas dan piring yang dipakai ketika sarapan ke dalam wastafel, lalu mencium tangan mama sebelum berangkat ke sekolah.
"Hati-hati ya nak."
"Iya ma."
•••
Tibalah gue di calon SMA gue. SMA Candra Pusaka. Sekolah unggulan di kota Depok dengan aksitektur modern. Dilengkapi dengan fasilitas lapangan basket dan futsal, laboratorium bahasa, komputer, dan IPA, dan fasilitas lainnya. Sekolah ini dikenal sebagai pencetak murid-murid berprestasi dan memiliki reputasi yang sangat baik.
Ketika memasukinya, gue dibuat takjub dengan gapura megah yang bertuliskan SMA Candra Pusaka terpampang di bagian depan sekolah. Lengkap dengan pagar teralis besi minimalis bercat hitam. SMA bukanlah SMA elit berfasilitas wah. Namun hanyalah sekolah biasa dengan prestasi segudang. Gue berharap, di sini akan menjadi lebih baik. Mendapatkan kebahagiaan yang gue harapkan.
"Clau, sekolahnya bagus ya. Kamu pasti betah deh di sini," ujar papa membuka pembicaraan.
"Iyapa, semoga aja."
"Nanti jangan lupa cari teman yang banyak. Ikut organisasi juga. Kaya papa dulu jadi ketos loh."
"Keliatan banget deh pa."
"Keliatan apanya?" tanya papa mengernyit melihat ke arah gue.
"Keliatan boongnya pa," Gue tertawa kecil.
"Ahahaha, iya iya. Tau aja kamu."
Seiring berjalan menuju kelas tempat pendaftaran, gue tersenyum ke beberapa anak yang melihat berpapasan. Kata papa, senyum itu ibadah. Ini juga jadi salah satu cara gue buat menampakkan sisi ramah walaupun aslinya gue agak cuek. Tapi, cuek bukan berarti gue tidak peduli sama orang lain. Hanya saja, terkadang gue bosan dengan perilaku orang-orang mementingkan hal-hal yang tidak berguna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Hurt
Teen Fiction"When his past comes to your life, you will feel broken and hurt." ••• Menjadi populer serta memiliki banyak penggemar tentunya merupakan impian banyak orang. Selain itu, berpenampilan menarik, multitalenta, cerdas, seola...