Seonghwa menuruni puluhan anak tangga yang mengantarkannya menuju ruang bawah tanah. San dan Hongjoong mengikuti di belakangnya. Keadaan benar-benar gelap, sehingga mereka menyalakan flashlight dari ponselnya. Tak ada apapun di sana. Hanya sebuah ruangan kotak yang memiliki dinding terbuat dari batu dan terlihat sangat berumur. Bahkan atap dan lantainya juga terbuat dari batu.
Tapi, di sisi kanan dari ruangan tersebut memiliki lorong yang entah menembus ke mana. Seonghwa mengisyaratkan kepada Hongjoong dan San agar mengikutinya menyusuri lorong tersebut. Setelah berjalan kira-kira sejauh 300 meter, mereka menemui sebuah pintu kayu berwarna hitam. Sangat disayangkan, pintu tersebut terkunci.
"Detektif Choi, bisakah kau naik kembali ke atas dan mencari kunci? Siapa tahu kuncinya disembunyikan di suatu tempat. Aku dan Hongjoong akan berusaha membuka pintu di sini," jelas Seonghwa.
"Oke, tunggu sebentar. Akan aku carikan," jawab San.
San bergegas kembali lagi menuju tempat sebelumnya. Sementara itu, Seonghwa segera meminta Hongjoong untuk mendobrak pintu tersebut. Cukup lama Hongjoong berkutat dengan kegiatannya itu. Namun, hingga tubuh itu hampir remuk pun, pintu masih tidak terbuka.
"Ah! Aku menyerah. Ini menyakitkan," seru Hongjoong.
Pemuda itu menjatuhkan tubuhnya di lantai. Memijit pundaknya yang terasa sakit. Pun napasnya terengah-engah karena merasa kelelahan. Ia juga beberapa kali memegangi kakinya yang ia gunakan untuk menendang pintu. Seonghwa yang melihat hal itu merasa tak tega dan mengajak Hongjoong untuk kembali ke atas.
"Kita kembali ke atas saja. Ayo pergi ke rumah sakit," ajak Seonghwa.
"Tidak, aku masih bisa."
"Jangan keras kepala, kita bisa kembali besok. Apa kau mau cacat?" ujar Seonghwa.
"Baiklah." Hongjoong menghela napas pasrah. Jika Seonghwa sudah memintanya sedemikian rupa, ia memang bisa apa?
Segera Seonghwa memapah Hongjoong kembali ke atas. Tentu bukan hal mudah membawa Hongjoong dalam keadaan demikian menaiki puluhan anak tangga. Beberapa kali ia berhenti untuk mengistirahatkan dirinya sendiri. Hingga sampai altar, mereka malah melihat San yang sedang menghancurkan altar tersebut. Pemuda itu membalik-balikan dekorasi altar menjadi berantakan tak terkira.
Membuat mata lelah melihatnya.
"Choi San-ssi, apa yang kau lakukan?" tanya Seonghwa hampir tak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Huh? Aku mencari kunci."
"Demi apapun, yang ada kau menghancurkan gereja ini."
San menatap sekeliling beberapa kali. Barulah ia sadar kalau apa yang dilakukannya malah menghancurkan sesuatu yang penting bagi mereka. "Sudahlah, tolong cepat bantu aku. Hongjoong perlu ke rumah sakit," ujar Seonghwa yang masih berjuang untuk menopang tubuh Hongjoong.
Dasarnya San itu pemuda peka dan paham situasi. Segera ia mengambil alih Hongjoong darinya dan memapah menuju mobil yang terparkir di bahu jalan persis di depan gereja. "Ngomong-ngomong, Hongjoongie, kenapa keadaanmu separah ini? Seonghwa menghajarmu?" tanya San. Ia bahkan memanggil nama Hongjoong dengan nada yang menggemaskan.
"Bukan, ini karena aku mendobrak pintu," jawab Hongjoong jujur.
"What?! Tubuhmu yang kecil ini kau gunakan untuk mendobrak pintu? Yang benar saja!" teriak San histeris.
"Diamlah, jangan berlebihan. Aku tidak seringkih itu. Hanya kau saja yang lebih besar dariku!" protes Hongjoong tak terima.
Sementara itu, Seonghwa hanya mampu memperhatikan kedua orang itu dari arah belakang. Sedikit tersentuh dengan moment brother complex yang terjalin di antara keduanya. Bahkan sampai Hongjoong selesai mendapatkan perawatan di rumah sakit. San tetap tidak beranjak, dan tetap bersikeras untuk menemani Hongjoong.

KAMU SEDANG MEMBACA
Desty : The Hidden Things | Joonghwa
FanfictionPark Seonghwa, seorang Penyidik Tingkat 1 di Eclipse Enforcers Organization. Dendam yang terselubung selalu mengakar menemani setiap langkah riwayat hidupnya. Kehilangan orang terkasih membuat dia memilih mengotori tangannya demi membalas dendam. Ha...