Sunshine

178 12 0
                                    

Sinar mentari menerobos masuk dibalik celah jendela yang tak bertirai itu, hingga silau terasa walau mataku masih terpejam membuatku mengerjap sejenak lalu membuka mataku perlahan.

Pagi yang baru. Gumamku dalam hati. Tersenyum sejenak, menerka apa yang akan terjadi hari ini.

Sejenak aku mengumpulkan nyawaku,sembari mengamati keadaan sekitar. di depan mataku sejenak aku dapat memandang masa laluku. Ku tersenyum melihat Adel yang tertawa meski tawa itu bukan untukku.

Aku mendesah sesaat sebelum kutegakkan tubuhku dan mengusap wajahku. Ku alihkan pandanganku dari Adel, dan aku menatap keluar jendela.

Kanaya. Wanita yang jelas jauh berbeda dari Adel. Sepagi ini ia sudah berinteraksi dengan petani lokal. Pekerja keras. Pikirku. Dan entah mengapa bibirku malah tersenyum melihatnya.

"Pagi-pagi banget ngurus ginian." Ujarku setelah kakiku berhasil menyeretku keluar dari rumah Pak Paul.

Gadis berkuncir kuda itu tersenyum menyambut kedatanganku. Hatiku berdesir aneh karena senyum itu.

"Kalo gak pagi bisa keduluan orang. Kan yang beli gak cuma gue sama Adel." Ujarnya sembari kembali sibuk menghitung.

"Ada yang perlu gue bantu gak?" Saat ini aku ingin menampar bibirku yang bertindak tanpa perintahku.

Ia memandangku tajam. Mencari di dalam sudut mataku, apakah aku tidak salah bicara atau apapun itu. Lalu ia melirik ke atas seolah mencari jawaban atas pertanyaanku.

"Apa ya?" Gumamnya sembari mencari hal yang bisa kubantu. "Hemm. Kayaknya udah beres kok."

"Udah beres kok masih ngitung." Dan sekali lagi bibirku meloloskan kata-kata kurang ajar itu.

Ia lalu berhenti menghitung sembari menatapku dengan senyuman sehangat mentari pagi ini, yang bersinar di ufuk timur, di belakang wanita itu.

Sunshine. Dan hatiku berdegup keras karenanya.

***

"Nay, hari ini gue boleh gak istirahat? Gak temenin lo ngurus kopi dulu ?" Tanya Adel yang hari ini tampak lebih ceria.

"Tapi hari ini kita ada lelang untuk kopi varietas baru lho, Del." Gurat kecewa kali ini tak bisa disembunyikan oleh Kanaya.

"Satu hari aja, Nay." Adel nampak memohon.

"Ya udah deh." Ujar Kanaya yang akhirnya menyerah membujuk Adel.

"Lelang ini penting banget ya Nay ?" Tanyaku penasaran kala ku lihat guratan di wajahnya yang nampak sangat kecewa.

"Actually, yes. Tapi ya udahlah." Kanaya menghela nafas panjang.

"Kalo gue yang temenin ?" Mata indah itu membulat, menatapku tak percaya.

"Seriusan?" Ia mencari kebohongan dalam mataku. Namun kali ini aku tidak berbohong atau hanya berbasa basi. Aku tersenyum mengangguk

***

My New Boss IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang