8.Plot Asli

150 15 1
                                    

"Ah Die!"

Ketika Jiang Ai ye di depan Wen Rouhan ia tidak bisa mengendalikan kesenangannya dan langsung ingin melompat memeluk pria itu.

"Ah Ying, kemarilah!"

Jiang Ai ye dengan sikap manja duduk di pangkuan Wen Rouhan dan memulai sesi menjahati Wen Chao.

He he. Jangan salahkan aku, jahat padamu, ge!

"Ah Die, Gege sangat jahat padaku, lihatlah ini! Karena perbuatannya di kuil dewi penari, leher cantik nan mulus milikku jadi lecet dan tidak cantik lagi. Dia juga mengganggu suku milik, Qing Jie."

Jiang Ai ye mengadu dengan nada manja dan imut...

"Ckh. Anak manja!"

Wen Chao berdecak kesal melihat Wei WuXian bermanja -manja pada ayahnya. Ia hanya bisa merasakan rasa jijik dari seluruh tubuhnya.

Jiang Ai ye menunjuk Wen Chao dengan jari telunjuk mungilnya. "Lihat itu Ah Die, gege melakukannya lagi."

"Wen Chao, bukankah sudah kukatakan untuk tidak menganggu gunung Dafan, dan juga adikmu!" Tegur Wen Rouhan tegas pada putra keduanya, bahkan dia tidak perlu melihat wajah putranya.

"Tapi, ayah-"

Sebelum Wen Chao sempat mengutarakan pendapatnya ayahnya lebih dulu memotongnya.

"Sudahlah. Ah Ying, kenapa lama sekali baru kembali, apa kau tidak kangen pada Ah Die?" Wen Rouhan bertanya dengan nada sedih.

Jiang Ai ye tersenyum, lalu berkata. "Tentu. Aku sangat merindukan Ah Die, he he, dimana Xu gege?"

Wen Rouhan berucap dengan malas. "Dia masih ada urusan di Gusu, mungkin beberapa hari lagi baru kembali."

Jiang Ai ye mengangguk paham, mengalihkan ke topik lain. "En. Ah Die, aku ingin ikut pembelajaran dengan para murid sekte lain. Apakah boleh?" Jiang Ai ye bertanya dengan nada malu-malu.

"Untuk apa? Bukankah kamu sudah mempelajari semuanya Ah Ying."

"Hanya ingin saja, Ah Die!"

He he.

"Baiklah."

"Xie xie, Ah Die."

Jiang Ai ye pergi dengan riang saat Wen Chao menatapnya dengan rasa iri yang membakar hatinya.

Hmph. Apa maumu? Mau memulai sesi menatap paling lama, kah?

"Ayah, gadis itu sangat licik, kenapa ayah memberinya celah untuk bisa melawan ayah?" Wen Chao bertanya pada ayahnya dengan suara keluhan.

Wen Rouhan menghela nafas lelah, menopang wajahnya dengan aatu tangan, menatap sang anak lalu berkata. "Wen Chao, seperti inilah seorang Wen seharusnya. Belajarlah dari adikmu cara untuk memanfaatkan orang lain dan juga situasi, dia pintar menggunakan otaknya dan juga kemampuan bela dirinya juga luar biasa. Bukankah kau dan kakakmu tidak pernah menang melawannya. Bahkan setelah 8 tahun, kalian malah semakin tertinggal dari Ah Ying."

Wen Chao mengepalkan tangannya hingga memutih. Dalam hati mengutuk keberadaan gadis itu. Tapi di harus selalu tersenyum pada ayahnya. "Ayah benar, maka Wen Chao ini akan lebih belajar pada adik Wei."

"Pergilah."

"Baik, ayah!"

...

Di pagi, hari saat semua murid berdiri di kaki altar dan Wen Chao yang sedang duduk dengan nyaman bersama kekasihnya di tangga Altar.

"Lan Zhan, bagaimana keadaanmu sudah baik atau makin memburuk?" Jiang Ai ye bertanya dengan khawatir saat melihat wajah pucat Lan WangJi yang sedikit banyak tidak terlalu berbeda jauh dari kemarin.

My FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang