Keesokan harinya ...
Sekitar pukul 9 pagi persis setelah selesai mata kuliah pertama, Jodha mengajak Moti ke kantin kampus. Perutnya sudah berbunyi terus sedari tadi di kelas, cak Benny pun tau apa yang harus dia lakukan begitu Jodha menghampiri gerobak sotonya.
"Cak! Biasa ya! Yang special!"
"Beres! Segera laksanakan tuan putri!" sahut Cak Benny penuh semangat. Jodha lalu menghampiri Moti yang sudah ambil tempat duluan di pojok kantin, tempat favourite mereka berdua kalau nongkrong di kantin itu.
"Kamu nggak makan?" tanya Jodha begitu duduk di depan Moti.
"Aku udah sarapan! Emang kamu nggak sarapan?"
"Hehehehe ... aku kesiangan bangunnya tadi, untung ibu langsung bangunin aku di saat yang tepat, jadi aku nggak telat waktu kamu datang! Tapi yaitu ... nggak sempet sarapan."Tak berapa lama kemudian Cak Benny sudah datang dengan semangkok soto ayam plus ceker lunak kesukaan Jodha juga es teh jeruk nipis yang bikin rasa haus lenyap seketika.
"Thank u, Cak! Cak Benny emang tau banget kesukaanku!" Jodha mengacungkan kedua jempolnya ke arah Cak Benny.
"Ya iyalaaah ... pelanggan setia, kalo sampe nggak hafal, itu namanya keterlaluan!Eh Cak ... bikinin aku es jeruk manis yaa, tapi yang kuning lho jeruknya, awas kalo nggak kuning!'' sela Moti sambil menyeringai senang.
"Siap tuan putri! Segera laksanakan!" Cak Benny pun berlalu dari hadapan dua mahluk cantik yang kadang bikin dirinya kege-eran, sementara itu Jodha mulai menikmati soto ayam kesukaannya, sambil ngobrol soal kejadian semalam.
"Mo, kira-kira yang dimaksud si Jallad itu siapa ya?"
"Jallad ...? Siapa Jallad?" Moti yang heran dan nggak ngerti maksud Jodha, malah balik bertanya,
"Jal - lad! Honey ... Mr. Jallal si pria berkumis semalem!" sahut Jodha sambil menyesap es teh jeruk nipisnya, tepat pada saat itu Cak Benny menghampiri mereka dengan es jeruk manis yang warna kuningnya menggoda selera.
"Makasih, Cak! Cak Benny emang pantas diandalkan!" puji Moti tulus, Cak Benny cuma tersenyum simpul begitu mendengar pujian Moti dan berlalu meninggalkan dua mahluk cantik itu.
"Udah deh, Jo ... insting Sherlock Holmesmu nggak usah beraksi lagi! Ini nih ... gara-gara suka baca novel detektif jadi sukanya ngurusin urusannya orang lain, pleasssee deeeh ..."
"Bukan gitu, Mo ... "
"Udah deh, Jo! Lupain aja soal semalem, lagian nggak ada hubungannya kan sama kamu!"
"Kamu lupa yaaa ... nih!" Jodha menunjukkan bekas cengkraman tangan Jallal di lengan Jodha yang masih membekas merah. "Sakitnya tu masih terasa sampe sekarang! Aku harus buat perhitungan sama dia! Dan lagi aku jadi pengin tahu, siapa sih cewek yang dimaksud sama Sonya dan Jallad semalam ... cluenya kan penari dan high heel warna merah!"
"Padahal yang bawa high heel merah kan cuma... "
"Felica!" Jodha dan Moti berbarengan menyebut nama Felica, teman menari Jodha yang meminjam high heel merah itu kemarin.
"Tapi masa iya sih, Jo ... Felica kan udah kaya, tinggalnya aja di apartemen, punya mobil lagi!"
"Tapi kamu nggak tau kan dimana kedua orangtuanya tinggal? Kalo kita main ke sana, kita nggak pernah kan ketemu sama ortunya?" jelas Jodha sambil mengelap bibir mungilnya dengan sehelai tissue makan.
"Iya juga sih ... eeehhh Jo, lihat tuu ...!"
Tiba-tiba Moti memberikan kode ke Jodha untuk melihat ke arah pintu kantin. Jodha pun menoleh ke arah yang dimaksud Moti. Dilihatnya seorang cowok sedang berdiri di pintu kantin sambil menenteng tas ranselnya di bahu kanan.Kemeja kotak-kotak warna biru dibiarkannya terbuka sehingga kaos oblong warna putih yang dikenakannya terlihat, membuat dirinya semakin sexy di depan Jodha. Jodha lalu melambaikan tangannya, begitu mata mereka saling beradu pandang dan mengajaknya untuk ikut bergabung.
"Mo, jangan cerita soal semalem sama Surya yaaa ..."
"Emang kenapa?"
"Udah nurut aja!"
"Selamat pagi, sarapan kok nggak ngajak-ngajak siiih?" sapa Surya begitu sampai di dekat meja mereka dan duduk di kursi dekat Jodha.
"Sorry, tadi perutku udah keroncongan, jadi buru-buru ke sini!"
"Never mind, lagian aku udah sarapan kok, oh ya ... gimana semalem? Sukses acaranya?"
"Lancar ... semuanya beres!"
"Trus semalem kamu pulang sama siapa? Sorry banget, Jo ... semalem aku nggak bisa jemput kamu, mendadak adikku sakit panas, jadi aku harus nemenin ibuku berobat ke dokter."
"Nggak papa, kan ada Moti ... aku semalem pulang sama dia, terus gimana adikmu? Udah baikkan? Nggak papa kan?"
"Nggak papa, ternyata bisa rawat jalan, tadinya ibu panik kalau sampai harus diopname!"
"Jo ... " sela Moti.
"Eh iyaa ... sampai lupa, ada apa, Mo?"
"Aku keluar dulu yaaa, aku mau masuk kelas, kamu masih lama kan ngobrolnya?" tanya Moti sambil berdiri.
"Udah kok, aku juga udah selesai ... aku juga mau ke kelas, kamu juga kan Surya?" Jodha lalu berdiri hendak mengikuti Moti. Namun, tiba-tiba Surya memegang lengannya, menahan langkah Jodha.
"Kamu masih ada waktu kan? Aku pengin ngobrol sama kamu, penting!" pinta Surya penuh harap.Melihat keseriusan di wajah pria yang membuatnya nggak bisa berpaling ke cowok lain, membuat Jodha akhirnya mengiyakan, kemudian duduk lagi di sebelah Surya, sementara Moti bergegas meninggalkan mereka berdua dan berlari menuju ke kelas.
"Memang ada masalah yang serius?" tanya Jodha penasaran setelah tinggal mereka berdua di kantin itu.
"Iyaaa ... bahkan sangat serius!" Lama mereka berdiam diri dalam diam. Surya sepertinya menyimpan sebuah berita yang ingin disampaikannya ke Jodha. Dari raut wajahnya, sepertinya ada sebuah hal yang sangat serius yang ingin dibicarakan Surya, Jodha berusaha bersabar untuk menantinya.
"Jo ... sudah berapa lama kita pacaran?" Surya mulai memecah keheningan diantara mereka.
"Kurang lebih setahun setengah ... iya betul, satu setengah tahun, kenapa?" Jodha jadi semakin penasaran.
"Aku ingin kita menikah!"
"Apaa ...? Menikah?" ucapan Surya mengagetkan Jodha, rasanya seperti tersambar petir di siang bolong.
"Ssstttt ... jangan keras-keras, nanti semua orang dengar." Surya menutup bibir mungil Jodha dengan tangannya.
"Ya abis ... kamu tiba-tiba ngomong kayak gitu, kita kan belum lama pacaran," bisik Jodha sambil membuka tangan Surya yang menutupi bibirnya.
"Tapi aku serius Jo ... aku ingin melamarmu, menikah denganmu dan mengajakmu ke London, karena aku dapat beasiswa untuk kuliah di Oxford, London!"
"Oh yaaaa ...? Selamat yaaa sayaaanggg!"
Tanpa pikir panjang lagi Jodha memeluk pacarnya yang memang diakui semua orang mempunyai otak yang paling encer di kampus. Bahkan banyak orang yang menyebutnya sebagai professor, karena alasan itu pulalah Jodha langsung menerimanya menjadi pacarnya.Tanpa malu-malu Jodha mencium kedua pipi Surya, tak digubrisnya tatapan Cak Benny yang memandang mereka berdua sambil senyum-senyum sendiri.
"Aku senang mendengarnya ... kamu memang pantas mendapatkannya, sayang ... aku sangat bangga sama kamu!" ujar Jodha tulus.
"Lalu ... kamu mau kan menemaniku di sana? Kita akan ukir sejarah kita berdua dan lembaran baru kita di kota tua itu! Kita akan menyusuri sepanjang sungai Thames yang sangat terkenal dengan jembatan Menara Londonnya, lalu makan malam di dekat Big Ben dan jalan-jalan berdua ke tempat-tempat sejarah lainnya seperti istana Buckingham, Taman Greenwich yang merupakan sejarah kota London. Semua tempat di sana sesuai dengan mata kuliahmu ... sejarah, bagaimana?"
Mendengar tempat-tempat sejarah yang disebut oleh Surya, benar-benar membuat Jodha merinding karena dari dulu Jodha ingin sekali keliling benua biru Eropa sebagai pilihan benua pertama yang ingin dikunjunginya, selain benua yang lain bila ada kesempatan untuk berkunjung ke sana. Itulah mengapa Jodha mengambil fakultas sejarah sebagai bidang studi pilihannya.
"Iyaa sih aku suka sekali sama sejarah, tapi ..."
"Kamu bisa mutasi sayang ... semuanya bisa diatur, kamu nggak usah khawatir, banyak kok mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di sana berdua sebagai pasangan suami istri setelah mereka menikah bahkan melahirkan anak anak mereka di sana!" jelas Surya penuh harap."Untuk itulah aku ingin kamu menemaniku di sana, bagaimana? Kamu mau kan, sayang?"
Surya sangat berharap banyak dengan jawaban Jodha tapi Jodha masih terlihat ragu-ragu dan gelisah, karena itu artinya dirinya harus meninggalkan semuanya di sini, terutama meninggalkan kedua orangtua dan keluarganya.
"Baiklah, akan aku pikirkan ... dalam waktu dekat aku akan kasih jawabannya, nggak papa kan?"
Surya hanya mengangguk kecil sambil menatap ke arah Jodha dengan penuh cinta. Surya sangat berharap Jodha bisa memberikan kepastian yang nyata untuknya, terlebih untuk masa depan mereka berdua. Masa depan yang selalu diimpi-impikan oleh Surya yaitu membina rumah tangga dengan Jodha.
♥♥♥♥♥♥♥
Sementara itu di tempat lain, di kantor Jallal.Jallal sedang bersandar di kursi kerja sambil memejamkan mata, sementara tumpukan berkas-berkas yang harus segera ditandatanganinya siang itu, tidak disentuhnya sama sekali. Jallal teringat kejadian semalam ketika Jodha menari di depannya dengan lekukan tubuhnya yang lemah gemulai.
Biasanya Jallal tidak begitu peduli dengan penari manapun yang ikut menghibur di setiap event yang diadakannya, tapi semalam Jodha benar-benar mampu menyihir dirinya. Daya magisnya memang sungguh luar biasa, tak sedetikpun mata Jallal berkedip memandang Jodha, tapi begitu Jodha masuk ke ballroom lagi dengan high heel merah setelah acara usai, pesona Jodha di mata Jallal runtuh seketika.
"Ternyata dia wanita murahan, sama seperti yang lain!" bathin Jamal malam itu sambil menikmati minumannya. Namun, setelah insiden pertengkarannya dengan Jodha yang berujung salah paham, Jallal malah menghela nafas lega.
"Tidak salah memang pilihanku!" bathinnya senang.
"Tapi bagaimana aku bisa dekat dengannya? Apalagi semalam dia kelihatan sangat marah sekali dengan perlakuanku, apa yang harus aku lakukan?" bathinnya dalam hati.Sesaat kemudian Jallal membuka matanya dan menatap ke ponsel yang tergeletak di atas meja, dipegangnya ponselnya itu sambil diputar bolak-balik ke atas ke bawah, kemudian Jallal teringat pada satu nama.
"Sonya ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
INTUISI
RomanceKadang sebuah intuisi atau kata hati mengantarkan kita pada sebuah kebenaran yang hakiki, lalu bagaimana intuisi Jodha ketika dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama berat? semuanya terjawab dalam Intuisi!