Di kantor Jallal ...
Pagi itu di kantor Jallal, ketika Jallal sedang menimbang-nimbang antara menghubungi Sonya atau tidak, tiba-tiba pintu kantornya diketuk dari arah luar.
"Boleh aku masuk, boss?" sapa Theo dari balik pintu sambil menyembulkan kepalanya di antara celah pintu yang terbuka.
"Masuklah!"
"Apa sudah kamu baca berkas proyek jalan tol yang akan kita buat di Sumatera? Siang nanti kita ada meeting dengan Pak Menteri, aku yakin kita bisa menang tender lagi, boss!"Theo sangat bersemangat sambil duduk di kursi yang ada di depan Jallal, sementara Jallal sendiri bukannya menjawab pertanyaan Theo, malah menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Gila! Kenapa aku bisa sampai lupa? Siang nanti aku ada meeting dengan Pak Menteri! Sementara aku belum siap apa-apa .... huuuffftttt Jodha, Jodha ... kenapa kamu membuatku jadi lupa sama semuanya?" bathin Jallal dalam hati dengan perasaan cemas.
Karena bagaimanapun juga Jallal sudah mengincar proyek ini cukup lama, induk perusahaan yang diwariskan mendiang ayahnya 'Rajawali Group' memang mempunyai beberapa anak usaha, selain perusahaan batubara, Jamal juga focus di bisnis kontraktornya yang sesuai dengan bidang study yang diambilnya di kampus dulu yaitu tehnik sipil, dimana Jallal berhasil mencapai predikat cum laude ketika lulus dari sana.
"Ada masalah, boss?" pertanyaan Theo membuat Jallal tersentak.
"Kamu bisa bantu aku?" Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut Jallal.
"Of course! Apa sih ... yang nggak buat kamu, boss!"
"Bagus! Good! That's my man ... sekarang sementara aku pelajari semua berkasmu yang untuk Pak Menteri, tolong kamu telfon ..." sesaat Jamal terdiam sejenak. "Sonya!"
"Sonyaa ...? Si banci kaleng itu boss? Kamu ...?"
"Nggak! Nggak nggak!" Jallal tahu kemana arah pembicaraan Theo, yang pasti mengira dirinya akan memesan wanita panggilan lagi dari Sonya.
"Tolong bilang sama dia ... kalau aku ingin ketemu sama Jo - dha! Penarinya ... ingat yaa Jodha! Gadis yang semalam, ingat? Aku ingin minta maaf sama dia, aku ingin memperbaiki hubungan, yaa ... paling nggak agar dia nggak marah lagi sama aku, karena aku sudah mengira yang nggak-nggak tentang dirinya."
"Ooh gitu ... oke boss!" sahut Theo sambil menaruh jemari tangannya di ujung alis matanya seperti memberikan penghormatan.
"Jangan lupa segera kabari aku yaaa, sekarang pergilah!" Jallal lalu mengambil berkas-berkas yang sedari tadi ada di atas meja kerja dan mulai membaca dan menelitinya satu per satu.
♥♥♥♥♥♥♥
Sore harinya, di sanggar tari group Jodha ...Jodha nampak serius mempelajari gerakan-gerakan baru yang diajari oleh kareografernya barusan. Setelah sesi latihan tari mereka selesai, Jodha bergegas menghampiri Felica yang saat itu sedang siap-siap untuk pergi.
"Fel, makasih yaa high heelnya ... nih aku kembalikan!" Jodha menyodorkan high heel warna merah itu ke Felica.
"You're welcome honey ... aku dengar semalam ada keributan ya gara-gara high heel ini?"
"Yaaa ... biasa ... salah paham sedikit, kok kamu tau?" tanya Jodha penuh selidik.
"Sorry, Jo ... seharusnya semalem aku nggak minjemin kamu high heel ini, sebenarnya high heel ini mau aku kasih ke--"
"Thanks God! Jadi bukan kamu orangnya kan, Fel?" sela Jodha sambil memeluk Felica erat. Felica sendiri malah bingung diperlakukan seperti itu oleh Jodha.
"Ada apa ini? Kamu kenapa sih? Kok jadi aneh kayak gini?"
"Fel, kamu pasti tau kan buat apa kamu minjemin high heel merahmu ini? High heel merahmu ini juga yang bikin aku bentrok semalem!"
"Iyaa aku tau banget ... makanya aku tadi bilang maaf, karena seharusnya aku pinjamin ke orang lain bukan ke kamu, aku lupa ..."
"Yaaa ampuuun Fel ... dari semalem aku mikirin soal ini terus, aku kira kamulah orangnya!" sahut Jodha sambil memegang bahu Felica dengan harapan Felica mau terus terang padanya.
"Aku ...? Hmmm nggak level! Kalo cuma semalem gitu doang, rugi ... mending kayak aku ini, cari yang settle, enak kan?"Sesaat Jodha terperangah begitu mendengar jawaban Felica barusan, karena Jodha nggak nyangka kalau temannya yang satu ini ternyata termasuk barisan penjaja cinta.
"Jadi kamu ...?"
"Iyaa ... emang kamu nggak tahu? Kayaknya sudah bukan rahasia umum lagi deeh!" sahut Felica santai.
"Felica ... aku turut prihatin sama kamu. Jujur aku sedih, Fel ... apalagi mendengar jawabanmu barusan yang begitu entengnya terlontar dari bibir kamu, rasanya nggak ada perasaan takut sama sekali dibalik kata-katamu, itu sebuah dosa besar, Fel!" Jodha berusaha untuk menyadarkan Felica.
"Apa ...? Dosa? Kamu bilang dosa, Jo? Dari kecil aku sudah bergelimang dengan dosa, Jodha! Ayahku pemabok, ibuku penjudi dan aku pe--"
"Jodha!" ucapan Felica terhenti begitu suara Sonya, manajer mereka menggelegar di ruang latihan sanggar tari, memanggil nama Jodha.
"Hallooo honey bunny winny sweety ... ternyata ye masih di sindang wecee, cucoook daah! Pucuk dicinta ulam pun tiba, hhmmm sutra deeh!" Suara Sonya langsung merepet begitu sudah dekat dengan mereka.
"Aku cabut dulu ya, Jo!" sela Felica sambil ngeloyor pergi.
"Fel! Aku belum selesai!"
"Gampang! Next time masih banyak waktu!" teriak Felica dari kejauhan dan bergegas berlari menuju ke pintu utama sanggar tari itu, sementara Sonya mulai berjalan gontai menuju ke arah Jodha.
"Ada apa sih?" Nada suara Jodha terdengar ketus di telinga Sonya begitu Sonya sudah ada di dekatnya.
"Iiii wece suaranya sadiss kayak mak lampir, tinta deeh!" sahut Sonya dengan nada manja.
"Iyaa deeh ... sorry dori mori Sonya sayang, ada apakah gerangan?"
"Noh ada lekong wecee ... dia pengin ketemu ama ye, doi di--" sahut Sonya sambil menunjuk ke arah pintu utama tepat pada saat itu Jallal sudah memasuki sanggar tari Jodha sambil berjalan penuh percaya diri ke arah mereka berdua dengan senyum manisnya.
"Yeee ... udah nongol aja niiih sih mister!" teriak Sonya
Jallal hanya tersenyum kecil sementara beberapa penari yang masih tersisa di sana pun hanyut pada pandangan pertama begitu melihat pesona Jallal yang memasuki sanggar tari mereka. Meskipun tubuhnya hanya dibalut oleh kemeja putih dimana lengan panjangnya ditekuk hingga kesiku, plus celana kain warna hitam, ketampanan wajahnya tidaklah berkurang.Sambil membuka kacamata hitamnya, garis wajah keturunan Eropa jelas tersirat di sana dengan hidungnya yang mancung, alis tebal, rambut gondrong warna coklat kemerah-merahan dan berkumis.
"Jal-lad ...!"
Jodha menggumamkan nama itu begitu melihat Jallal berjalan ke arahnya. Tanpa berkata apa-apa lagi Jodha bergegas menuju ke travel bagnya yang berwarna hijau tosca yang ditaruhnya di dekat jendela.Sementara itu Jamal yang sudah hampir sampai di tempat Jodha berdiri tadi, berbalik arah dan mengikuti langkah Jodha, secepat kilat Jodha mengemasi barang-barang bawaannya satu per satu dengan cepat. Jodha tidak ingin berhubungan dengan Jallal lagi.
"Jodha ...!"Jallal memanggil namanya dari arah belakang dengan penuh harap. Namun, Jodha tidak bergeming sedikitpun, dirinya masih asyik dengan barang bawaannya yang dimasukkannya ke dalam travel bag.
"Aku ... aku ... aku mau minta maaf soal semalam." Jallal akhirnya angkat bicara.
"Maafmu sudah aku terima, permisi!" sahut Jodha ketus sambil berlalu meninggalkan Jallal. Namun, Jallal segera mengejarnya.
"Kalau maafku sudah kamu terima, apa kita nggak bisa ngobrol sebentar? Yaaa ... sekedar berkenalan ..."
Jallal terus mengikuti langkah Jodha yang sengaja dipercepat karena Jodha tidak ingin berurusan dengan laki-laki berkumis ini lagi. Cukup sudah insiden semalam, tepat pada saat itu tiba-tiba Surya muncul dari balik pintu sambil memperhatikan mereka berdua, Jodha dan Jallal.
"Jo ...!"
Surya melambaikan tangannya ke arah Jodha, Jodha pun tersenyum begitu dilihatnya Surya, laki-laki yang dipacarinya selama setahun setengah ini sudah ada di sana sambil berlari kecil menuju ke arahnya.Sementara Jallal segera menghentikan langkahnya, begitu dilihatnya Jodha mendekati seorang laki-laki yang memanggil namanya. Sonya pun segera mendekati Jallal sambil memperhatikan pasangan sejoli itu dari tempatnya berdiri.
"Siapa dia?" tanya Jallal ketika Sonya sudah berada di sampingnya.Rasanya ada desiran aneh dihatinya ketika Jodha mendekati pria tersebut dengan senyum manisnya yang belum pernah Jallal lihat sebelumnya.
"Doi itu hubbynya, mister!"
"Husband ...? Suami maksudmu ...?" tanya Jamal penuh selidik.
"Bukan ... ney ney ney mereka masih pacaran kok wecee! Aturan tadi mister tunggu dulu di luar sampai aqiqa kasih kode ke mister, kalau udah begindang eeeuuuhhh ... agak susyeeeeh deeh ngedeketinnya!" repet Sonya seperti mercon bantingan.
Sementara itu ketika Jodha sudah berada di dekat Surya. Surya jadi penasaran dengan laki-laki yang berjalan beriringan dengan pacarnya ini, yang sepertinya sedang mengejar-ngejar Jodha tadi, ada urusan apa dengan Jodha?
"Siapa dia, Jo ...?"
"Bukan siapa-siapa! Ayo pulang!" sahut Jodha sekenanya sambil melangkah keluar ke arah motor Surya yang bertengger di halaman parkir.
"Kamu belum jawab pertanyaanku, Jo!"
"Dia bukan siapa-siapa, Surya!"Jodha membentak pacarnya itu dengan nada marah dan kesal. Sesaat keduanya saling diam, Jodha merasa menyesal karena telah membentak Surya di depan orang banyak, Jodha jadi canggung.
"Maaf ... aku capek, lebih baik aku pulang sendiri ..."
Jodha segera berlalu dari hadapan Surya sambil menunduk, hingga tak disadarinya nyaris hampir menabrak Theo dan Mirza yang saat itu sedang bersandar di mobil Jaguar hitam milik Jallal.
"Maaf ...."
Hanya itu kata yang terlontar dari mulutnya kemudian ngeloyor pergi menuju angkot yang kebetulan lewat di sana. Theo dan Mirza jadi penasaran dengan sikap Jodha yang beda dan tidak seperti kemarin.Sementara itu dari kejauhan Surya hanya bisa menatap Jodha dengan tatapan nanar. Tidak biasanya Jodha bersikap seperti ini, biasanya dia selalu menceritakan dengan riangnya apa saja yang dilaluinya hari itu ketika tidak bersama dengannya. Surya merasa ada yang aneh dalam diri Jodha kali ini
KAMU SEDANG MEMBACA
INTUISI
RomanceKadang sebuah intuisi atau kata hati mengantarkan kita pada sebuah kebenaran yang hakiki, lalu bagaimana intuisi Jodha ketika dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama berat? semuanya terjawab dalam Intuisi!