Prolog

29 4 0
                                    

"Pa, liat itu. Louie mau punya temen banyak."

"Louie pengen punya temen kayak mereka."

"Pa, ..."

"Pa"

"Papa?"

*DOR*

"Louie, kamu yang ngebunuh papa."

'Denger-denger, dia ngebunuh ayahnya sendiri. Jauhin.'

'Anak kurang ajar emang'

'Anak jahanam'

'Mati!'

***
"NGGAK!!!"

*Huff*

Louitta kembali ke dunia nyata. Kenangan buruk itu kembali menghantuinya.

Ingatan dimana ayahnya tertembak mati oleh penculik yang sedang kabur dari kejaran polisi pada saat itu.

Gadis ini, dia harus melihat kejadian menyakitkan itu. Dia hanya seorang anak kecil.

Darah yang bercucuran keluar dari kepala ayahnya membuat Louie terduduk di tanah. Dia masih belum tahu apa-apa dan telah mengalami hal setragis itu dalam hidupnya.

Bukan hanya itu, dia dijadikan sandera oleh penculik itu. Benar-benar malang nasib gadis ini.

Ibunya telah meninggal 3 tahun sebelum kejadian tragis ini. Dia sendirian sekarang. Tidak ada yang menginginkannya.

Hingga dia harus dititipkan di rumah tetangganya. Dan begitu seterusnya setelah tetangganya mulai muak dengan keberadaannya.

Berbagai keluarga telah ditemuinya. Tidak ada satupun yang benar-benar menerimanya.

'Semua orang sama saja. Kejam.'

Itu adalah satu-satunya yang ada di benaknya.

Dia disekolahkan oleh pamannya, namun dia hanya dibayarkan uang sekolah dan kebutuhan sekolahnya.

Dia tidak menerima kasih sayang orang lain.

Pamannya hanya fokus membayarkan uang dan uang. Mulai dari uang sekolah hingga pembayaran penitipannya di rumah tetangga-tetangga yang ada.

Bibinya pun mulai lelah dengan keberadaan dirinya. Ingin sekali-sekali rasanya bibinya itu membunuh keponakannya. Namun dia tidak ingin melakukan tindakan kriminal.

Louie, gadis ini hanya dapat terduduk dan menangis di kamarnya, lebih tepatnya di Gudang penyimpanan barang bekas milik tetangganya.

Tidak hanya sekali Louie mencoba kembali ke tangan 'Sang Pencipta'. Sudah berkali-kali. Namun dia masih belum siap dengan meninggalkan dunia ini.

Ia hanya mengeluarkan beberapa mililiter darah. Tidak sampai memutuskan urat nadinya itu.

'Lagipula siapa yang peduli jika aku mati.' Benaknya

Belum cukup dengan itu, dia dibully dk sekolahnya.

Hampir semua murid menjauhinya.

Ia dikucilkan.

Kerja kelompok, dia tidak memilikinya.

Semuanya dikerjakan sendiri.

Roda hidupnya mulai berputar sedikit ketika ada laki-laki seumurannya yang ingin mencoba berteman dengannya.

'Cerewet sekali.' Benak Louie.

Louie yang sudah terbiasa dengan kondisi seperti dikucilkan dan dihina, merasa terganggu ketika sesosok makhluk tidak jelas ini mendatanginya.

Tidak nyaman, tapi menenangkan.

Louie tidak bisa menghadapi kondisinya saat itu.

Pulang sekolah,

Louie hanya mendatangi makam ayah dan ibunya.

Menangis,

"Hai ayah, hai ibu, Louie datang. Maaf karena Louie jarang datang. Tolong jangan marah ke Louie karena Louie mencoba pulang ke kalian. Louie hanya, lelah. Louie gak kuat begini terus. Gak ada yang mau nerima Louie di dunia ini."

Ia hanya menangis sambil bercerita panjang lebar tentang hidupnya.

Ber jam-jam dia habiskan. Hingga dia akhirnya lelah dan tertidur di antara makam orang tuanya.

Hampir saja dia dikubur hidup-hidup jika dia tidak terbangun.

Ia hanya menahan tangis, mencoba lagi untuk kembali.

Namun, nihil.

Sebanyak apapun dia mencoba, dia tidak akan pernah bisa kembali.

Dirinya belum siap bertemu orang tuanya dalam kondisi seperti itu.

Menyedihkan.

"Louie kangen."

Hanya kata-kata itu yang dapat dikatakan oleh gadis ini.

Setiap harinya.

Dibawah bintang-bintang.

Bersambung...

LoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang