Hari ini adalah hari pertama gue masuk sekolah setelah melewati ospek yang menyiksa. Gue masuk ke kelas X Bahasa 3. Gue duduk di paling depan karena mata gue minus. Gak lama kemudian ada cewek duduk di sebelah gue. Gue pun kenalan sama dia. Namanya Rinai.
Kemudian gue berbincang ria dengan si Rinai. Hingga tiba-tiba gue yang menghadap pintu tiba-tiba mangap liat sesuatu.
"Kenanga? Lo kenapa?" Kaget Rinai tercengang-cengang. Dia melihat mulut gue yang mangap dan salah fokus ke behel gue, wkwkwk.
"Angkasa!" Kata cowok di belakang Rinai berteriak. Yaps, itu si Bama, dia temannya Angkasa. Gue gak nyangka Angkasa masuk sekolah yang sama dengan gue, di SMA Negeri 99. Gue lihat dia lagi jalan dari depan pintu dan duduk di samping Bama. Artinya dia duduk tepat di belakang gue.
"Angkasa!" Seru gue sok asik. Dia hanya mengangguk tanda menjawab sapaan gue. Untung gue sabar, kalau enggak udah dari dulu kali gue move on.
"Nga, dia siapa?" Tanya Rinai kepo. Dia sedikit merapatkan tubuhnya ke arah gue. Roma-romanya dia udah siap mau gosip sama gue.
"Doi gue Nai. Awas aja lo naksir," balas gue sarkas.
"Apaan sih, ge-er. Gue tuh banyak yang suka ya!" Kata si Rinai nge-gas. Akhirnya gue berdebat dengan Rinai yang baru beberapa menit lalu duduk di sebelah gue. Sampai akhirnya perdebatan itu berakhir karena ada kehadiran seseorang di depan pintu yang manggil gue.
"Ngaaaa," teriaknya nyaring. Yaps, itu si Mentari. Dia masuk ke kelas X IPS 1. Jadi kita berpisah deh. Dia datang dengan seorang laki-laki yang agak-agak cupu dan berkacamata.
Seketika gue pun keluar kelas dan dengan asal gue nyeplos, "siapa nih Tar? Cowok lo? Cupu amat"
"Heh, enak aja ya lo Nga! Ini tuh temen TK gue. Si Altair namanye." Kata Mentari dengan angkuh.
"Iya, Kenanga. Gue gak cupu. Kacamata kayak gini emang cupu?" Tanya Altair bertanya ke si Mentari. Si Mentari auto geleng-geleng kepala. Dilihat-lihat sih kayaknya si Altair ini lumayan ganteng. Tapi, ya cowok berkacamata itu bukan tipe gue banget. Kecuali Angkasa kacamataan, okelah gue bakal bilang itu tipe gue.
Si Altair pun merangkul Mentari dengan semangat. Gue auto misahin tangannya dong dari Mentari, "heh, Tar. Sia teh jol bobogohan wae" kata gue sebal. (Kamu ini tiba-tiba pacaran aja).
"Heh naon sih sirik wae. Ini mah sobat ambyar gue," kata si Mentari gak kalah sebal. (Heh apa sih sirik aja).
"Iya Kenanga, gue bukan pacarnya Mentari. Kita sekarang temen sebangku," balas Altair semangat.
"Awas aja ya, Tar! Jangan sampai lo lupain si Bintang yang udah nungguin lo di Palembang!" Seru gue marah.
"Eit, tenang. Gue orangnya setia kok," balas Mentari sarkas.
Kemudian si Mentari menepuk jidatnya, "aelah gue jadi lupa kan. Tujuan gue kesini tuh minta duit. Mana duit jajan gue?" Tanyanya.
"Nih," gue auto merogoh saku rok dan melempar uang itu ke dia. Seketika si Mentari pun pergi dengan Altair di sebelahnya.
"Pikasebeleun jelema teh, jol pergi wae," kataku teriak yang hanya di balas Mentari dengan lambaian tangannya. (Nyebelin amat jadi orang, tiba-tiba pergi aja).
Akhirnya gue pun kembali ke kelas dan melanjutkan debat gue dengan si Rinai.
~
Jangan lupa vote dan comment 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Buciners [END]
Teen FictionSHORT STORY COMPLETED Menurut kalian, bucin itu apa sih? Apa dia yang selalu bareng pacarnya? Dia yang selalu prioritaskan pacarnya? Menurut gue, itu semua benar. Tapi cerita gue bukan itu. Gue adalah cewek yang jatuh cinta sendirian. Gue cewek yang...