1. Si Gadis Friendzone

19 4 2
                                    

Pencahayaan dalam ruangan 2×3m itu memang remang. Ciri khas kamar interogasi dengan satu meja persegi dan dua kursi besi di kedua sisinya. Lampu di atasnya setia menggantung seperti sengaja menjadi saksi atas setiap kalimat yang dilontarkan para hooman di sana. Sama nasibnya dengan alur hidup mereka yang memang banyak menggantungnya.

Seorang gadis mungil, dengan dua kunciran pada rambut hitamnya yang panjang dan lembut, memasuki ruangan itu. Wajahnya sangat imut dan entah bagaimana terlihat cantik di saat bersamaan. Lesung pipinya terlihat jelas ketika dia mengemut lolipop rasa blueberry kesukaannya. Matanya yang tajam dengan iris segelap obsidian, menancap pada sosok cowok jangkung di kursi tersangka interogasi. Laki-laki yang sekarang sedang menangis tersedu tanpa malu di depan gadis mungil itu.

"Juda...," rengek si cowok ketika melihat gadis mungil itu sudah duduk di seberangnya. Gadis yang dipanggil dengan sebutan Juda itu menatap datar ke arah si laki-laki. Dia kemudian mengeluarkan sekotak tisu dari tas karakter kodoknya yang terkesan sangat kekanakan. Tapi entah bagaimana itu cocok sekali disandingkan dengannya yang imut.

"Tolong jangan ada ingus di antara kita!" ujar Juda segera menyodorkan kotak tisu itu pada si lelaki. Dia sudah membuang lolipopnya yang tinggal bulatan kecil saja ke dalam tempat sampah di bawah meja.

Juda menunggu dengan sabar semua yang dilakukan oleh laki-laki di depannya. Dia akan bicara ketika atensi laki-laki itu sudah kembali kepadanya. Di saat yang sama dia melakukan ritual yang selalu menjadi rahasia pribadinya. Juda menganalisis setiap kejadian di masa lalu yang berhubungan dengan laki-laki itu. Merangkainya dalam jalinan kisah dengan sedikit mencuri adegan dalam ingatan si lelaki.

The Mind Reader. Itu kemampuannya.

"Jerome??" Juda menegur setelah mendapati tatapan kosong laki-laki di depannya. Laki-laki dengan nama Jerome itu menoleh menatap Juda lalu kembali memasang mimik sedih.

"Juda, kamu tau, kan kalo Farah itu pacarku selama seminggu ini?" Jerome dengan suara seraknya yang sedikit ngebass, mulai bercerita pada Juda.

Juda sebenarnya sudah mengerti benar permasalahan Jerome. Tapi, rahasia tetaplah rahasia. Dia tidak akan membocorkannya kecuali dengan sangat terpaksa karena keadaan. Jadi, untuk menjaga semuanya tetap aman terkendali, ia hanya diam dengan tatapan datarnya dan menyimak setiap cerita dari "pasiennya".

"Aku ngga nyangka dia itu ternyata cuma manfaatin aku doang gara-gara aku rajin dan selalu ngerjain tugas dia tanpa ngeluh. Aku emang ngga keberatan ngerjain semuanya buat Farah. Tapi, masalahnya ternyata dia yang ngga tulus ke aku. Dia nerima aku cuma buat manfaatin aku. Dan kemarin dia minta putus karena aku ngungkit kejadian waktu dia kepergok lagi pelukan sama sahabatku sendiri." Jerome semakin melirihkan suaranya. Menghela napas berkali-kali lalu melihat Juda tepat ke arah matanya.

Jerome menemukan ketenangan yang perlahan membuatnya nyaman. Itu semua hanya karena tatapan Juda yang lembut dan hangat. Tatapan dari iris hitam mengkilat yang mampu menyerapnya seperti blackhole. Jerome merasa aman dan seperti disulap ketika dia menyadari bahwa hatinya tidak terasa sesakit itu karena ulah mantan pacarnya kemarin. Dia tidak lagi sesedih tadi. Bahkan Jerome sadar bahwa sudut bibirnya sudah tertarik ke atas melengkungkan senyuman lega.

Juda ikut tersenyum kecil memperlihatkan ceruk menggemaskan di kedua pipinya. Mengakhiri acara tatap-tatapan itu kemudian merogoh saku roknya dan kembali membuka permen lolinya yang baru. Ia menikmati rasa manis asam blueberry dari permennya.

OPIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang