Tidak ada orang di dalam ruang Osis ketika Juda memasukinya dengan membawa tas kecil karakter burung hantu di punggungnya. Ia melangkah menuju meja utama di mana terletak sebuah komputer yang ketika dihidupkan langsung menampilkan sebuah laporan yang lupa disimpan. Juda menghela napas kesal dan segera menyimpan file penting itu. Dia tahu siapa pelakunya karena laporan itu menampilkan nama pemiliknya di baris penanggung jawab.
Juda memindahkan beberapa laporan penting ke dalam flashdisk yang dibawanya. Dia akan menyerahkan itu kepada kepala sekolah untuk persetujuan pentas seni bulan depan. Setelah selesai, Juda melangkah ke arah sofa panjang yang terletak di tengah ruangan dan mengeluarkan menu bekalnya dari tas karakternya.
Ia mulai makan dengan tenang. Tapi ia menghela napas lelah ketika mendengar suara ketukan di pintu ruang Osis. Orang dari luar itu langsung masuk begitu saja setelah mengetuk.
"Kebiasaan deh, aku ditinggalin!"
Seorang gadis cantik yang lumayan tinggi dengan potongan rambut sebahu, melangkah mendekati Juda dan duduk di sampingnya. Gadis itu mencomot potongan sosis dari bekal makan siang Juda lalu dengan santai ikut mengeluarkan bekal makan siangnya juga.
"Kakak lama," jawab Juda sambil kembali menikmati makanannya.
"Pak Jaka lama banget keluarnya. Kalo Harun ngga interupsi, bisa-bisa ngga makan siang kelasku," jelas gadis itu lalu menyuapi Juda sepotong kentang goreng kesukaan Juda. Juda menerimanya dan mengernyit heran.
"Pak Jaka itu siapa?"
Gadis itu menoleh ke arah Juda lalu mengerjapkan matanya cepat. Baru sadar bahwa adik kelasnya itu pasti asing dengan sebutan-sebutan guru di kelasnya. Dia berdeham sebelum menyuapi Juda lagi dan menjawab pertanyaannya.
"Pak Zain Karim. Harusnya disingkat Pak Zakar, tapi karena susah dan ambigu, jadi dipanggil Pak Jaka. Kelasku emang suka bikin nama panggilan buat guru," jelasnya dengan tersenyum geli. Juda mengangguk setelah mengenali siapa guru yang disebut sebagai Pak Jaka itu.
Mereka melanjutkan makan sebelum mendengar sebuah teriakan kesal dari seseorang yang sudah berdiri di ambang pintu ruangan. Juda menoleh begitu pun gadis di sampingnya.
"Shanon! Kamu niat nungguin engga sih?! Aku ditinggal gitu aja di kantin. Bingung nyariin kamu kemana kayak orang ilang tau nggak?!!" Seorang gadis lain kini sudah masuk ke ruangan dan menutup pintu dengan kencang. Mengagetkan dua manusia yang sedang duduk bersisian.
"Kak Tania jangan teriak-teriak dong! Terus itu pintunya nanti kalo rusak gimana?" Juda sudah bersungut-sungut karena bukannya takut, dia malah lebih khawatir dengan keutuhan pintu ruang Osis.
Gadis yang disebut sebagai Tania langsung cengengesan dan segera mendekat ke arah Juda. Ia menaruh kantung plastik berisi bento yang baru dibelinya dari kantin di atas meja depan sofa lalu tangannya sibuk menjamahi pipi menggemaskan Juda.
"Ululuuu..., Zara marah ya? Lucu banget sih...!!"
"Tan, jangan gitu ih. Zara lagi makan jadi keganggu gara-gara kamu!" Gadis dengan rambut sebahu bernama Shanon itu menghentikan aksi barbar sahabatnya.
"Shanon, kalo kamu ngga ninggalin aku sendirian di kantin, daritadi kita udah makan bareng Zara! Udah ah, yuk makan! Laper abis muter-muter nyari kalian," ujar Tania lalu duduk di sebelah kiri Juda.
Juda pun tidak ambil pusing dan melanjutkan acara makan siangnya.
Hal yang seperti itu sudah biasa terjadi padanya. Juda bukanlah tipikal manusia yang suka membaur dan makan di tengah keramaian kantin. Dia lebih memilih tempat-tempat dimana ia bisa sendirian di sana tanpa gangguan. Contohnya adalah ruang Osis. Tempat yang kini menjadi daerah kekuasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OPIA
Roman pour Adolescents"Kamu cewek yang itu, kan?" cowok berambut cokelat itu memandangnya dengan wajah berbinar. "Yang mana?" Gadis itu balas mengernyit heran. "Bener. Kamu cewek yang di-friendzone-in sama cowok-cowok seangkatan!" Gadis itu memasang wajah datarnya lalu b...