JCS, adalah singkatan untuk klub penggemar yang sudah pernah mengalami sesi konseling dengan Juda. Saat ini anggotanya berjumlah 31 orang dan rata-rata dari mereka tidak bisa mencintai perempuan lain karena keberadaan Juda tidak bisa mereka abaikan begitu saja. Ya, walaupun sering kena peringatan dan sudah dilarang berkali-kali oleh Juda, kebanyakan laki-laki itu hanya bisa memendam rasa cinta mereka untuk Juda. Mungkin selamanya.
JCS sendiri didirikan oleh seseorang yang pertama kali mendapatkan pengobatan patah hati dari Juda di ruangan kosong tepatnya di lantai tertinggi sekolah, rooftop. Ruangan yang awalnya hanyalah gudang lama berisi kursi dan meja bekas itu kini telah disulap menjadi kantor interogasi dimana Juda akan mengeksekusi perasaan negatif para kaum adam yang datang padanya. Dan disana juga menjadi tempat pertama kali semua laki-laki mulai menaruh hati pada gadis imut tapi judes itu.
Sama seperti saat ini. Saat Juda sedang menghindari pertemuan antara dirinya dan dua kakak kelas abal-abalnya, dia kedatangan pasien di jam makan siangnya. Yang membawa masuk ke dalam ruangan adalah salah satu anggota dari JCS, Ricky. Seseorang yang sebulan lalu mengadu padanya karena diputuskan mengenaskan oleh mantan pacarnya.
Ricky keluar setelah Juda memberi isyarat. Kini di dalam ruangan itu hanya ada Juda dan laki-laki dengan gurat tegas di wajah tampannya. Dia duduk di kursi seberang Juda dan menatap Juda lamat-lamat. Sedangkan Juda yang baru saja menyelesaikan makan siangnya, kini tengah sibuk memasukkan kotak bekal dan botol air mineralnya ke dalam tas karakter burung hantu miliknya.
Laki-laki itu tetap diam menunggu Juda selesai dengan kegiatannya. Lagipula, menatap gadis itu lama-lama tidak membosankan sama sekali baginya. Dan entah bagaimana bisa, laki-laki itu justru enggan menatap mata obsidian Juda. Ia hanya sibuk memindai wajah dan melihat dengan tenang apa saja pergerakan yang Juda lakukan di depannya.
Juda menatap tajam ke arah laki-laki itu setelah membuka lolipop blueberry-nya.
"Karel Dominico." ujar Juda sambil membaca name tag milik laki-laki itu. "Mau cerita sesuatu?" lanjut Juda yang sudah menormalkan ekspresi wajahnya. Dia sibuk menikmati lolipopnya sambil terus melihat ke arah Karel.
Karel agak terkejut dengan panggilan Juda. Dia gugup dan hanya menggaruk belakang kepalanya kemudian mengangguk. Dia melirik Juda sesekali sebelum berdehem dengan suara bass yang menyenangkan. Juda yang mendengar intro nada itu langsung terpikir ke hal lain. Dia mungkin akan merekrut Karel untuk jadi agen yang selalu menyanyikan Juda sebuah lagu dengan suara yang terdengar indah itu. Ia memikirkan bagaimana jadinya jika Karel berduet dengan Jerome.
"Ehem, ceritaku ngga biasa," ujar Karel lalu menghela napas. Perlahan tapi pasti, Juda dapat melihat kilasan memori menyedihkan Karel. Dan ya, kisahnya memang tidak biasa sama sekali.
Juda sebenarnya kaget, namun kepura-puraan di wajahnya benar-benar natural. Ia seperti orang awam yang tak tahu apapun. Nyatanya, pikirannya terus menerus bertanya tentang bagaimana mungkin sesuatu yang seaneh kisah Karel benar-benar terjadi di dunia nyata? Ia tak habis pikir, juga merasa cukup sulit menebak kedalaman perasaan sosok di depannya.
"Sebelum kamu cerita, aku mau tanya serius!" Juda menjeda ucapannya lalu kembali melanjutkan ketika mendapat respon tanda tanya dari Karel. "Kamu indihome? Eh, indigo maksudnya!"
Karel mengerjapkan matanya. Ia terkejut dan juga sedikit takjub. Entah mengapa ia mulai percaya bahwa rumor yang dikatakan teman-temannya tentang Juda itu benar. Juda itu sakti, beberapa temannya bahkan mengatakan bahwa Juda seperti seorang peramal yang tahu segalanya. Semua yang disembunyikan akan sia-sia di depan gadis berwajah imut dan cantik itu. Dan hari ini, detik ini juga Karel mengakuinya.
Juda membaca pikiran Karel dan menghela napas. Sepertinya reputasinya benar-benar dibuat berlebihan. Ia sendiri baru tahu jika dirinya sering diagung-agungkan tanpa sepengetahuannya. Memori laki-laki di depannya tidak mungkin salah. Dan Juda sedikit menyesalkan kalimatnya yang terkesan kepo barusan. Ia bahkan salah mengucap sebutan untuk orang-orang berkemampuan lebih dalam hal supernatural. Bukannya indigo, ia malah menyebut merek jaringan wi-fi yang sering dihujat massa. Untung saja ia buru-buru meralatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OPIA
Teen Fiction"Kamu cewek yang itu, kan?" cowok berambut cokelat itu memandangnya dengan wajah berbinar. "Yang mana?" Gadis itu balas mengernyit heran. "Bener. Kamu cewek yang di-friendzone-in sama cowok-cowok seangkatan!" Gadis itu memasang wajah datarnya lalu b...