4

88 36 33
                                    

Suasana kantin memang tidak pernah sepi ada yang teriak tidak sabaran karena antrian mereka diambil dengan orang yang tidak merasa bersalah.

Ada juga yang tertawa kegirangan karena ngobrolin hal yang mungkin saja itu sangat lucu bagi mereka. Ada yang foto makanan sebelum di makan.

Dan Sena dialah orang yang teriak karena antriannya yang ingin membeli batagor di serobot oleh seseorang yang tidak dia kenal.

"Ehh mentang-mentang gue pendek lo seenaknya menyerobot hak gue."

Sekarang semua orang tertuju ke pada Sena yang sedang mengomel.

Orang yang merasa mengambil antrian sena cuma bisa menggaruk leher nya yang tidak gatal sambil berkata.. "emm sorry gue udah laper banget."

"Lah lo kata gue ngantri ga laper, lo kata gue mau fotoin doang tu makanan?"

"Emang lo anak Hukum?"
Suara berat seorang lelaki yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang sena. Sena memutar lehernya, ekspresi dia kaget, di belakangnya berdiri seorang lelaki tingginya hampir sama dengan Manu berkulit tidak terlalu putih. Senyumnya melebihi manisnya Momo, dan pastinya dia tidak lata seperti Tian.
Sena merasakan aliran darahnya mengalir begitu cepat.

"Sorry kalo gue nanya gitu, soalnya lo gak pernah keliatan di Fakultas ini" lelaki itu senyum kikuk.

Sena sudah mengabaikan antriannya. seperti doa nya selama ini terjawab sudah, Evan lelaki yang sering dia lihat di fakultas Hukum berbicara padanya.

Sena masih menatap takjub lelaki ini dan dia berbicara di dalam hatinya.

Busettt hampir tiap hari gue duduk disini,dia bilang ga pernah lihat gue, wow secara tdk langsung dia telah mematahkan hati ini.

Lamunan Sena tersadarkan, saat lelaki itu menariknya keluar dari antrian mamang batagor.

Dan mereka berdiri di bawah pohon di depan danau tidak jauh dari kantin tadi.

"Kok diem? Gue salah ngomong ya?"

"Lo bukan anak Hukum kan?" Tanya dia kembali.

Sena tersenyum malu karena lengannya di tarik tadi. Dan kepalanya sedikit mendongak ke atas.

"Gue anak Seni, emmm gue sering ke kantin Hukum kok, mungkin lo nya aja yang jarang ngelihat gue disini."

"Serius anak Seni? Jauh banget lo main"

"Em..mm.. iya hehe"

Sena bingung mau bilang apa, aliran darah nya semakin cepat dan matanya berair, untung pagi ini dia tidak memakai blush on, pipinya jadi tidak terlihat memerah.

"Gue Evan semester akhir di Hukum, lo?" Lelaki ini menyodorkan tangan kanannya ke Sena sebagai salam perkenalan.

Bujubusettt "lo?" astaga naga dia nanyain gue ni?seriusan woiii? ga lagi ada kamera tersembunyi kan di area danau ini, kali aja dia lagi ada mata kuliah drama. Sena terpaku diam.

"Gue Sena." alih alih menerima jabatan tangan dari seorang Evan

Bibirnya Evan berbentuk o di iringi anggukan kecil.

"Lo mau banget tu batagor? Rame soalnya, kantin anak Seni gaada batagor ya?"

Woiiii astaga dia banyak nanya. Sena pengen teriak.

"Kamm..uuu... eh lo mksdnya hehe, lagi ga ada mata kuliah drama kan?"

Evan menyipitkan matanya kebingungan.

"Hahahaha, kok lo berpikiran begitu?"

"Emm enggak...hehe"

Sena menggelengkan kepalanya pelan dan berpikir bagaimana dia harus lari dari sini kalau tidak hatinya bisa ambyar seketika.

SENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang