28- sad

86 6 5
                                    

"Ami, ini udah siang. Kok kamu belum berangkat ke kampus?" tanya Ema.

"Nunggu Devan Ma." jawab Ami.

"Bukannya kamu ada kelas pagi ini? Kamu diantar Erdi dulu. Ini udah siang sayang!" seru Ema.

Ami menatap gawaynya, mengapa nomor telepon Devan tidak aktif?

"Iya Ma." jawab Ami lesu.

"Di, nomor telepon Devan kok gak aktif ya? Aku udah coba nelepon berulang kali tapi tetap aja jawabannya kayak gini "Nomor yang ada tuju sedang berada dipelukan orang lain" sedih banget tahu gak?" tanya Ami.

"Mungkin Devan lagi sibuk." jawab Erdi.

Ami mengangguk kecewa, dia tidak tahu harus apa.

"Di, kita ke rumah Devan dulu ya." ajak Ami.

"Mau ngapain? Kelas kamu mau dimulai sebentar lagi. Kamu mau bolos?" tanya Erdi.

"Sebentar aja Di, jarak dari rumah Devan ke kampus itu deket kok." jawab Ami.

Erdi tidak banyak bicara, dia langsung mengarahkan mobilnya menuju rumah Devan.

Saat sampai di sana, rumah Devan sepi. Tidak ada mobil Devan di sana.

"Devan." panggil Ami.

"Assalamualaikum." ucap Erdi.

Namun, tidak ada jawaban. Sunyi senyap layaknya hati Erdi.

"Erdi, Devan gak ada." ucap Ami.

"Mungkin dia udah pergi ke kampus. Kita coba cek kesana yuk!" ajak Erdi.

Ami menyetujui ajakan Erdi, mereka berdua akhirnya pergi ke kampus.

"Kamu masuk kelas aja. Biar aku yang nyari Devan di sekitar sini. Nanti kalau udah ketemu aku pasti hubungin kamu." ucap Erdi.

"Gak mau! Aku mau nyari Devan!" cetus Ami.

"Kelas kamu dimulai 5 menit lagi Mi, ingat kan kata Ayah kamu apa? Belajar tetap harus diutamakan." sahut Erdi.

Ami mendorong ban kursi rodanya, dia tetap saja memikirkan Devan.

"Eh Di, tunggu!" teriak Ami.

Erdi membalikan tubuhnya ke arah Ami.

"Apa?" tanya Erdi.

"Kamu tanya ke teman-teman Devan ya, siapa tahu hari ini dia benar-benar berhenti kuliah." ucap Ami.

"Oke." jawab Erdi singkat.

•••
"Nyari siapa Mas?" tanya Robi temannya Devan.

"Kamu kenal Devan gak?" Erdi balik bertanya.

"Oh si Devan, dia udah mengundurkan diri dari kampus ini." jawab Robi.

"Kalau boleh tahu, alasan Devan mengundurkan diri itu apa ya?" tanya Erdi.

"Dia bilang, dia udah gak punya biaya buat nerusin kuliahnya. Selain itu juga, dia bilang---" Robi tidak meneruskan ucapannya. Dia mengingat perjanjiannya dengan Devan bahwa dia tidak akan memberitahu soal penyakitnya kepada siapapun, termasuk Ami.

"Bilang apa?" tanya Erdi.

"Lupa lagi Saya." jawab Robi.

"Terus, kira-kira kamu tahu gak sekarang Devan ada di mana?" tanya Erdi.

"Gak tahu. Dia cuman bilang kalau dia mau pergi." jawab Robi.

"Oh begitu, baiklah. Terimakasih." ucap Erdi.

Erdi menyimpan rasa curiganya, mengapa laki-laki tadi terlihat seperti orang yang sedang menyembunyikan sesuatu?

Ami keluar dari kelasnya, mencari sosok Erdi.

"Ami!" panggil Erdi.

"Gimana?" tanya Ami.

"Devan mengundurkan diri dari kampus." jawab Erdi.

Ami semakin panik,
"Kalau dia gak ada di kampus, dia kemana dong? Erdi, aku khawatir sama dia."

"Tenang Mi, kita cari bareng-bareng." ucap Erdi seraya menenangkan Ami.

"Sekarang, coba kamu telepon dia lagi siapa tahu nomor teleponnya udah aktif." sambung Erdi.

Ami mencoba menelpon Devan, namun hasilnya nihil. Nomor telepon Devan tetap saja tidak aktif.

"Di, antar aku ke kafe di atas langit. Semoga dia ada di sana." ajak Ami.

Erdi mengangguk lalu pergi mengantar Ami ke kafe di atas awan.

"Aku aja yang naik. Kamu tunggu aja di dalam mobil ya." seru Erdi.

"Aku mau ikut..." rengek Ami.

"Mi, jangan mempersulit keadaan. Kamu tunggu di sini!" seru Erdi.

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Erdi turun dari kafe di atas langit.
"Gimana? Devan ada di atas kan?" tanya Ami.

"Gak ada Mi, kata pemilik kafenya sudah lama Devan tidak datang ke sana." jawab Erdi dengan nada kecewa.

"Terus? Devan kemana Di?" suara dengan isak tangis pun keluar dari mulut Ami.

Erdi memeluk Ami, mencoba menenangkan wanita yang kini terus-menerus menangis.

"Sekarang kita pulang dulu ya. Besok kita cari Devan lagi." ucap Erdi.

Ami mengangguk lemas. Dia masih ingin mencari Devan, tapi apalah daya tubuhnya sangat lemas hari ini.

•••
Setelah hilangnya sosok Devan dengan cara tiba-tiba, Ami terlihat tidak semangat. Ema dan Arka sering menanyakan kabar Devan, tapi Ami hanya menjawab bahwa Devan sedang sibuk.

Satu bulan telah berlalu, Ami menjalani kehidupan dengan lemah lesu. Tidak ada gairah, tidak ada semangat. Semuanya hilang mengikuti pemiliknya. Sudah lelah Ami mencari Devan, namun hasilnya tetap sama: Devan tidak pernah ditemukan.

Seperti wanita lainnya, mungkin akan menyimpan rasa kecewa di dalam dirinya. Untuk kedua kalinya, dia kehilangan cintanya.

Erdi sudah lelah mencoba menghibur Ami. Ami tetap saja sering menangis, melamun dan terus memikirkan Devan.

"Mi, jajan ice cream yuk!" ajak Erdi.

Berbeda dengan Ami yang sebelumnya, yang akan langsung bergairah setelah mendengar kata ice cream. Ami yang sekarang adalah Ami yang semakin bodo amat dengan hal apapun.

"Ami, beli buah durian yuk!" ajak Erdi.

Tetap saja selalu mendapat gelengan kepala dari Ami. Ami selalu menolak, satu bulan adalah waktu yang singkat untuk dapat membuatnya berteman dengan rasa sedih.

Kehilangan dengan cara apapun, tetap saja terasa sangat menyakitkan. Apalagi dengan cara seperti ini, bagaimana dia bisa ikhlas? Bagaimana bisa dengan mudahnya melupakan hal yang selalu memberi kebahagiaan?

"Mi, aku yakin kamu bisa ikhlas. Aku percaya kamu, aku tahu kamu kuat. Kamu pasti bisa melupakannya dengan cepat." ucap Erdi.

Kata-kata Erdi hanya membuatnya semakin terluka, bagaimana Erdi bisa mengatakan hal yang terasa sangat sulit baginya?

Ami selalu saja merasa bersalah, karena pada hari terakhirnya bersama Devan tidak akan bisa diulang kembali.

"Di, kalau saja waktu bisa diulang kembali. Pada hari terakhir aku bertemu dengan Devan, aku akan membuat dia bahagia. Aku tidak akan membuat dia memakan buah durian dan bermain hujan, aku akan membuatnya melakukan hal yang dia suka. Bukan melakukan hal yang aku suka." ujar Ami.

Erdi memeluk Ami,
"Mari kita jalani kehidupan dengan semestinya. Kamu harus tetap bahagia Mi, jangan jadikan kepergiannya membuat dirimu hidup dengan sia-sia." sahut Erdi.

Live in paralysis (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang