"Selamat pagi, sayang!" sapa Devan sambil menatap toples cinta pemberian Ami. Oh Tidak! Devan sudah gila. Toples cinta aja di sapa sebegitu manisnya, apalagi kalau menyapa Ami.
Gandi yang melihat kejadian aneh anaknya pun tertawa geli. Tidak disangka otak anaknya malah jadi agak condong ke samping setelah kenal dengan Ami. Hari ini, Gandi mengajak Devan untuk mengikuti pelatihan berkendara lagi. Devan pun menyiyakan.
"Kalau latihannya gercep, dapet Ami nya pun bakalan cepet." kata Gandi dan dibalas senyum semangat dari Devan.
"Devan, inget pesan Papa. Anggap aja di samping kamu ini Ami si sayangnya kamu. Jangan lihat janggut papa, nanti pikiran kamu malah berseliweran. Nyangkanya Ami berjanggut hahahha." kata Gandi sambil sesekali melirik ekspresi anaknya.
"Seterah Papa. Devan iyain aja deh." jawab Devan.
Untuk kali ini, Devan berhasil mengendarai mobilnya hingga ke garis finish yang telah ditandai oleh Papanya.
"Mantra Papa manjur nih. Kamu dari start sampe finish pasti bayangin Ami terus ya kan?" ledek Gandi.
"Yang jelas gak bayangin muka papa!" jawab Devan.
Gandi kembali tertawa, sepertinya Devan salah tingkah. Devan pun melanjutkan kembali latihan berkendaranya. Namun, latihan yang kedua kalinya Devan kembali sesak napas. Kejadian masa lalunya kembali menyeret Devan dari kefokusannya.
"Devan, lo harus kuat. Ini demi lo dan masa depan lo. Ingat Ami yang butuh lo Devan!" gumamnya.
Dan kata-katanya berhasil menarik fokus yang tadinya hilang. Setelah empat sampai lima kali Devan berlatih, akhirnya dia memutuskan untuk melanjutkan latihannya dengan mencoba datang ke kampus Ami.
Dari awal Devan masuk kampus sampai dia turun dari mobilnya, beratus-ratus mata tak mengalihkan pandangannya dari Devan.
"Wah cool banget."
"Si miskin mendadak jadi kaya nih!"
"Duh rahimku bergetar mazzz."
"Calon salaki mau ngejemput yeuh!"
"Anjay bray! Ganteng ga ketolong inimah."
Kira-kira begitulah kalimat-kalimat kagum dari Mahasiswi di kampusnya. Devan acuh, bodo amat dan berprinsip "BUSET BRO GUE SIH OWH AJA" .
Shanty berlari dari tempat parkir di kampusnya dan menghampiri Ami yang sedang latihan memanah.
"Ami, lo tahu gak? Tadi di parkiran rame banget. Katanya nih ya ada cowok yang ngendarain mobil dan-"
"Berisik banget! Terus kalau cowok ngendarain mobil aku harus apa? Jungkir balik? Atau harus pingsan?" belum juga Shanty selesai bicara sudah di potong dengan pertanyaan sewot dari Ami.
"Bukan gitu Mi, ternyata lo belum tahu ya yang ngendarain mobilnya siapa?" tanya Shanty.
"Emangnya siapa? Pacar kamu? Atau dosen baru?" Ami balik bertanya.
"Ngaco lo. Yang ngendarain mobilnya itu Devan, gila dia diserbu banyak cewek di parkiran. Giliran udah punya mobil aja baru banyak yang deketin." sahut Shanty.
"Anterin Ami lihat ke parkiran dong. Pengen tahu emang seganteng apa Devan hari ini." ucap Ami dan dijawab anggukan oleh Shanty.
Ami melihat Devan sedang diserbu oleh beberapa puluh cewek. Saat Ami hendak membalikkan kursi rodanya agar kembali ke tempat latihan memanahnya. Devan memanggil nama Ami dengan sangat keras.
"AMI!" teriak Devan.
Sontak semua cewek yang sedang menyerbu Devan pun menatap tubuh yang kaku itu.
"Ami?"
"Cewek mana tuh?"
"Secantik apasih Ami sampe dipanggil gitu sama Devan?"
"Sakit hatiku bang, saat kau memanggil nama cewek lain."
"Aduh euy ternyata nu dipanggil teh si Ami anu lumpuh tea."
Komentar nyeleneh itu keluar dari mulut-mulut tak berakhlak. Devan berlari, membelah kerumunan untuk menghampiri Ami. Semua cewek yang mendadak jadi fans Devan pun membubarkan diri.
"Mi, gue kesini mau jemput lo." kata Devan sambil mengedipkan satu matanya.
"Hah? Kamu sehatkan? Bukannya kamu gak bisa ngendarain mobil?" tanya Ami.
"Sekarang bisa, kan gue mau gantiin Erdi di hidup lo. Biar selalu bisa di samping lo." jawab Devan.
"What the hell? Lagi-lagi anak ini bikin aku salah tingkah." batin Ami berkata.
"Heh! Lo udah belum latihannya? Kalau belum gue tungguin di sini, kalau udah hayu kita pulang." sambung Devan.
"Oh, udah kok." jawab Ami.
Lalu Devan mendorong kursi roda Ami, Ami tersenyum malu. Semua mata menatap mereka berdua tak lupa dengan komentar nyeleneh dari bibir-bibir nya.
"Lo jangan dengerin mereka!" ucap Devan.
Ami mengangguk pelan, dari dulu Ami memang tipe orang yang bodo amat. Memegang erat rasa ketidakpedulian untuk orang-orang yang unfaedah baginya.
"Devan, gimana kalau kita makan dulu? Devan laper gak? Kalau Ami sih laper." ajak Ami.
"Oke, tapi gue yang bayarin." ucap Devan.
Ami mengelak, tapi akhirnya mengiyakan karena Devan terus memaksa. Devan memarkirkan mobilnya di pinggir gerobak nasi goreng yang dipilih Ami. Devan duga Ami akan memilih tempat yang mewah, namun dugaannya salah total.
"Lo suka makan disini?" tanya Devan.
"Iya suka, dulu sebelum Ayah kerja di kantor dan keluarga kami gak punya banyak uang, Ayah sering banget ngajak sekeluarga makan di sini." jawab Ami.
"Hemm. Selamat makan manis." ucap Devan.
Ami melotot kaget, manis? Maksudnya aku yang manis?
"Selamat makan juga, pahit." jawab Ami dan dibalas tatapan tajam dari Devan.
"Masa gue ke lo manggil manis, sedangkan lo ke gue manggil pahit. Gak adil lo." sahut Devan.
"Maksud aku, pahitnya sedikit manisnya ban---" Ami menutup bibir tipisnya. Hampir saja keceplosan.
"Ban? Ban apa?" tanya Devan.
"Bansos itu dikeluarin buat bantuin orang-orang yang lagi kesusahan" jawab Ami.
"Ye." jawab Devan singkat.
Lah, Devan ngambek?
•••
"Makasih teraktirannya Devan, makasih juga udah anter aku sampai ke rumah." ucap Ami.
"Sama-sama. Gue pulang ya, lo istirahat yang cukup. Besok gue jemput lo ke sini, lo harus mau karena gue juga mau." jawab Devan setelah dia menurunkan Ami dari mobilnya.
"Iya Devan, hati-hati dijalan dan selamat malam." kata Ami sambil tersenyum manis.
Devan mengendarai mobil dengan hati yang penuh kebahagiaan. Sekarang, dia merasa cintanya sedikit terbalas. Gak apa-apa baru sedikit, yang penting terbalas. Begitu katanya
Untuk ketiga kalinya, rutinitas Devan sebelum tidur adalah membuka toples cintanya. Kali ini, kertas yang digulung itu memunculkan tulisan...
"KAMU MANIS. JADI, JANGAN LUPA UNTUK SELALU TERSENYUM!"
"Bagaimana bisa lupa, senyum gue kan ada di lo." gumam Devan.
Jari makin sini makin ambyar. Jadi, maap kalau tulisannya masih amatir. Karena krisar selalu dibutuhkan di kolom komentar. HAPPY READING.🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Live in paralysis (Completed)
RomanceAmi, wanita yang hanya memiliki nama dengan tiga huruf itu memiliki masa lalu yang begitu menyakitkan. Masa lalu yang membuat dia kehilangan rasanya berjalan, berlari, bahkan kehilangan bagaimana rasanya mencintai. Namun dibalik ke kekurangannya itu...