Chapter 5

73 28 32
                                    

⚠️ Peringatan! ⚠️

Membaca cerita ini dapat mengakibatkan kecanduan dan meningkatkan rasa ingin membaca terus menerus.

Enjoy reading!
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca.

Tanpa mengetahui yang terjadi di luar, makan malam pun dimulai.

"Seperti biasa, masakan pelayan-pelayan disini sangat mantap! Gak sia-sia belajar sihir disini," ujar Arya, menikmati makanannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Seperti biasa, masakan pelayan-pelayan disini sangat mantap! Gak sia-sia belajar sihir disini," ujar Arya, menikmati makanannya.
"Jadi tujuanmu belajar disini hanya karena makanan?" singgung murid yang lain.
"Gak lah! Aku kan pengen jadi penyihir hebat seperti Guru Vale," sahutnya meninggikan suara.
"T-tapi kau saja belum pernah mengalahkan Kiri," balas Dani lirih

Sontak suara tawa renyah para murid memenuhi ruangan, Arya juga terdiam malu mendengar itu.

"Hey, diam! Fokus aja makan, kalau keselek kukatain mampus kalian!" bentak Alifa dengan galaknya.

Para murid pun diam, kembali menyantap hidangan.

Cukup jauh dari meja para murid, Rizky terlihat dibuat penasaran mengenai obrolan mereka.

"Jadi soal gurumu, aku tidak bisa membantu banyak. Apalagi kamu tidak mengingat siapa namanya," panggil Vale
"Aneh, murid gak tau siapa nama gurunya!" cemooh Alifa.

Rizky hanya membalas dengan senyum, namun mengomel di batinnya.

Kampret nih cewek, kukira orangnya kalem. Ternyata mulutnya jago bikin keributan!

Beberapa saat setelah itu, ia baru menyadari sesuatu.

"Nganu pak! Siapa muridmu yang itu?" tunjuk Rizky ke arah Kiri.

"Oh dia? Namanya Kiri, baru seminggu ia berlatih disini tapi ia sudah menjadi murid terbaikku di perguruan ini ... Ya mengesampingkan anakku juga sih," jawab Vale dengan nada pamer. "Ada apa memangnya?"

"Wajahnya berbeda dengan kita."

"Oh, soal itu ... dia berasal dari negeri Samurai," jelas Vale

Rizky pun melanjutkan makannya.

***


"Ayolah! Masa gitu doang udah pada tumbang?"

Lelaki berjubah hijau itu berdiri di sekitar mayat para penjaga. Memasang wajah yang angkuh, perlahan mendekati pintu gerbang yang masih tertutup rapat.

"Baiklah, saatnya menyapa mereka yang di dalam!"

Ia mengepalkan tangan kanannya, massa ototnya membesar, bersiap melesatkan pukulan dahsyat.

Booom!

Pukulannya membuat suara yang sangat nyaring, terdengar ke seluruh penjuru tempat perguruan sihir itu.

Power BallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang