6. pengkhianat

445 64 4
                                    

WARNING!!!
Hanya untuk 18+

**
pagi menjelang begitu cepat. Pagi cerah, mengganggu netra yang masih menutup di atas ranjang itu.
di bantu dengan suara ponsel yang terus berdering. Membuat si empu pemilik mata onix itu kembali terjaga.
dengan malas, ia meraih ponselnya, mengangkat panggilan si pemanggil.

"Hall.."

"Woy... Lo dimana bangsat? Lo harus segera masuk kuliah kalau nggak mau di drop out."

Suara keras itu berhasil membuat mata Iqbaal membuka. Ia melihat nama yang tertera.

"Dasar Ubay," batinnya.

"Gue, kan, rajin ngumpulin tugas," balasnya.

"Nggak ngaruh Baal. Lo absen nggak sehari dua hari. Tapi udah sebulan lebih, kan!
Gua nggak mau tahu! Pokoknya, Lo besok harus masuk! Capek tahu nggak, di tanyain Mulu sama dosen bimbingan Lo yang centil itu," omel si Ubay, teman seperjuangan Iqbaal.

"Udah? Ngomongnya?" Balas Iqbaal

"Yeu... Nyolot banget Lo anjir."

"Iye.. iye.. udah, ah, bye.." setelahnya, Iqbaal mematikan telepon.

Ia nampak bingung. Ini tempat asing. Ini bukan kamar apartemen Dewa. Lantas, ia berada dimana?
Matanya terbelalak melihat Dhea yang tertidur di sampingnya dengan selimut yang menutup tubuhnya.
Tunggu... Ia meraba tubuhnya sendiri. Terkaget ketika ia tidak mengenakan pakaian barang sehelai pun.

Iqbaal menggelengkan kepalanya dan terus menyangkal.
"Nggak... Nggak... Gue nggak ngelakuin itu sama Dhea. Dia adik gue dan gue masih waras untuk melakukan hal-hal gila itu," batinnya berkecamuk.

Iqbaal memakai pakaiannya asal. Ia kembali menatap Dhea yang masih terlelap.

"Maafin Abang." Setelahnya, ia berlari dari tempat itu.
Iqbaal pergi tanpa mencari tahu kebenarannya.
Iqbaal pergi dengan argumen yang di benarkannya. Dan hari itu juga ia benar-benar pergi tanpa memberi jejak.

**
Dhea membuka kedua matanya. Dilihatnya sekelilingnya, kosong.
Ia meraih ponselnya, menelepon seseorang yang dicintainya, Iqbaal.

'nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif'

"Sial! Nggak mungkin Iqbaal kabur, kan?"

Dengan emosi dan rasa takut, Dhea mengenakan pakaiannya, dan pergi dari tempat yang menjadi saksi atas hancurnya hidupnya.

**
"Jadi, Lo mau ngurus visa lagi?" Belum bisa ganti kewarganegaraan?"

"Belum memenuhi syarat, Vin. Dimata para duta itu, gue cuma anak kecil yang kabur dari rumah tau nggak," jawab Jefri.
Jefri pulang tadi malam, dan mendapati apartemen kosong.

"Tapi, benerkan?" Ledek Kevin. Jefri menatapnya kesal lalu melempar bantal sofa ke arah Kevin.

"Gue bakal negoisasi sama tuh duta."

"Oke, sebagai sahabat yang baik, gue akan bantu."

"Lo bantu gue?" Jefri menatap Kevin dengan tidak percaya.

"Ya.. ya.. lewat bokap gue sih. Beliau kan termasuk orang yang berpengaruh di negara ini."

"Yeah... Terimakasih, sahabatku."

"BTW, dimana adik Lo? Belum bangun?"

"Nggak ta.."

"ABANG..." Pekikan cempreng, membuat kedua pemuda itu menutup telingannya.

"BERISIK," balas keduanya kompak.

Dhea nyengir. Di hampirinya kakaknya dan di peluknya erat.

"I really miss you my brother."

"I Miss You to, sister."
Sembari membalas pelukan adiknya, Jefri tersenyum manis.

"Eh, tapi, dari mana Lo?"

"Ketiduran di clubbing," jawabnya.

"Sendiri?"

"Yoi. Dah, ah, mau mandi gue." Setelahnya Dhea memasuki kamarnya. Setelah sebelumnya menyapa Kevin.

"Kayaknya ada yang aneh dari adik Lo, Jef," ucap Kevin yang membuat Jefri mengernyit.

"Maksud Lo?"

"Ah, mungkin perasaan gue aja kali."

"Dih, nggak jelas amat lu, Bambang."

"My name is Kevin, not Bambang."

"Terserah."

**
"Lo emang benar-benar jahat, Ter," ucap Emina. Saat ini, keduanya sedang berada di cafe tempat biasa mereka nongkrong.

"Bukan gue aja. Lo juga, kan?"

"Eh, tapi, kalau Dhea hamil bagaimana?" Tanya Emina.

"Kalau menurut agamanya si Dhea sih, gue nggak tahu.
Tapi.. kalau menurut gue dari sifat buruk si Dhea, mungkin, digugurin kali."

. "Bener banget. Mending di gugurin dari pada nambah beban."

"Ya... Itu sih kalau Iqbaal kabur dan nggak mau tanggung jawab," ucap Ester.

"Iqbaal itu kakak kandung Dhea. Mereka sedarah, mana mungkin mereka menikah. Jalan satu-satunya ya digugurin."

BRAKK...
"Maksud Lo apa, Emina?" Tanya Dhea dengan emosi.
Emina menatapnya takut, tapi, tak lama ia mengubah raut wajahnya.

"Lo tanya aja sama Jefri, siapa itu Iqbaal!"

Dhea menatap Emina dengan kecewa. Lalu ia menatap Ester yang hanya menontonnya.

"Jadi, kalian jebak gue?"

"Kita hanya melakukannya sebagai lelucon. Lagi pula, kita juga baru tahu tadi malam menurut artikel di internet," balas Ester yang sendari tadi bungkam.

"Lelucon? Lelucon, Ester, ha.. ha.." Dhea tertawa sumbang.

"Lelucon yang Lo maksud itu akan menghancurkan hidup gue dan membuat nyawa yang tak bersalah menderita." Dhea

"Nggak usah bilang hancur deh Lo. Hidup Lo sudah hancurkan saat Lo pindah ke sini," ucap Ester dengan entengnya.

"Udah, deh Dhea. Belum tentu Lo hamil, kan?" Sela Emina.

Dhea menggeleng tak percaya. Kedua sahabatnya, mengkhianatinya.
"Kalian.. bangsat," setelahnya, Dhea pergi dari sana dengan segala kekecewaan dan penyesalannya.









TEMBUS 50 COMMENT GUA NEXT😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BAD (sequel 'Namakamu')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang