1. kiss

2.2K 209 16
                                    

WARNING!
CERITA INI MENGANDUNG KATA-KATA KASAR.
BAGI KALIAN PARA ADIK-ADIK YANG MASIH UNYU... JANGAN DI BACA YA....
TERIMAKASIH.

Sore cerah di kota Barcelona. Ketiga gadis berpakaian sedikit minim ini tampak sangat bahagia. Bercanda sembari menikmati americcano yang tinggal setengah.

"Dhea, sekarang giliran lo buat nyabe."

Gadis yang di panggil Dhea itu mendengus.
"Gue kira, kalian melupakannya."

"Mana mungkin kita lupa. Jarang-jarang kan, lo nunjukin sifat cabe lo." Si gadis dengan rambut pirang menyeletuk, dia Ester, gadis asli spanyol dengan sejuta kecentilan.

"Baiklah. Terus, gue harus apa?" Gadis yang kerap di sapa Dhea, gadis paling mungil dengan celana mini serta tshirt putih ketatnya itu bertanya.

"Lihat cowok di belakang lo. Nah, lo harus cium bibirnya!" Jawab gadis berambut merah juga yang paling tinggi. Sebut saja, Emina.

Gadis itu bangkit dengan sedikit mengibaskan rambut panjang hitam legamnya.
Ia membalikan badannya, sedikit menyeringai sebelum melangkah ke arah objeknya.

Langkah pelan penuh pesona, membuat siapa saja tak akan rela mengedipkan matanya barang sedetikpun.

Gadis itu berhenti tepat di belakang seorang lelaki berjaket jins yang juga sedang menikmati kopi.

Gadis itu membalikan tubuh lelaki itu dan dengan cepat, ia menyatukan bibirnya dengan bibir lelaki yang tak di kenalnya itu.
Ia melumatnya pelan. Dan sedetik kemudian, lelaki itu melepasnya paksa. Menatap tajam Dhea. Sementara gadis itu, hanya tersenyum tipis.

"Sorry, brother," ucapnya.

"(Nam...) (Namakamu)..." lelaki itu menatap Dhea dengan sendu.

"Wow.. bagaimana bisa anda mengetahui nama asli saya?" Gadis mungil sepertinya tertarik dengan pria tampan itu. Terlihat dari mata besarnya yang berbinar. Juga menempatkan bokongnya di kursi dekat pria itu.

"Adek, ini abang, bang Iqbaal!"

Gadis itu mengernyitkan dahinya bingung.

"Maaf ya, mas. Abang gue itu cuma satu dan jelek. Gue nggak punya abang seganteng lo.
Kan sayang nggak bisa pacarin lo kalau lo abang gue, ya nggak." Gadis itu menaik-naikan alisnya.

Sementara Iqbaal, ia senang dan juga bingung. Melihat sang adik, ralat, orang yang mirip adiknya? Mungkin. Yang sudah berubah total.

Abangnya, yang sangat di banggakannya, kini telah gagal mendidik (Namakamu).

"Eoh, maaf ya mas. Teman kita emang agak geser otaknya. Jadi... bye.."
Dengan tidak berperikemanusiaan, mereka menarik tangan gadis itu dan membawanya pergi.

Iqbaal tidak bisa tinggal diam. Ia segera menarik tangan gadis yang mirip sekali dengan adiknya itu. Atau mungkin dia memang adiknya.

"Ikut abang, (Namakamu)."

Gadis mungil itu menatap Iqbaal dengan bingung. Atensinya beralih ke kedua temannya yang berada di sampingnya. Lalu kembali menatap Iqbaal yang menatapnya dengan mata berkaca.

"Kalian bisa tinggalkan gue," ucapnya kepada kedua temannya dengan tatapan masih menatap wajah tampan itu.

"Tapi."

"Jangan meragukan seorang Dhea."

Emina mendengus. Kemudian ia menarik tangan Ester. Mereka berdua berjalan meninggalkan teman mungilnya.

"Darimana lo tahu nama asli gue? Lo penggemar gue?" Gadis itu bertanya dengan percaya diri.

Ya... dia (Namakamu).
Masih ingat dengan (Namakamu) Dhiandra Nichol?
Gadis pendiam penderita disleksia yang dulu pernah di ambang kematian karena tekanan dari sang ayah.

Kini, gadis manis itu menjelma menjadi gadis bitch yang mempunyai banyak lelaki di hidupnya. Mungkin, Jefri terlalu membebaskan sang adik.
(Nama kamu) telah menjelma menjadi Dhea. Jadi, buat kalian para pembaca, lupakan (Namakamu) yang manis dan lembut itu. Lupakan!
Kalian akan mengenal (Namakamu) yang baru, Dhea.

"Aku ini abang kamu, (Namakamu)!"

Dhea menghela nafas jengah.
"Sudah gue bilang kan, abang gue cuma satu. Dan lo, kalau mau deketin gue, gapapa. Karena lo ganteng, lo boleh jadi pacar gue."

Iqbaal mengepalkan tangannya menahan emosi.
"Dimana abang kamu?"

"Jam segini, dia masih ada sesi pemotretan."

**
"Btw lo kan sudah tahu nama gue. Nah, nama lo siapa?" Dhea menatap Iqbaal dengan binar matanya.
Iqbaal tertegun. Adiknya itu, hampir seumur hidup ia tak pernah melihat adiknya seceria ini. Tapi, apakah benar dia (Namakamu) nya?

"Iqbaal. Iqbaal dhiafakhri ramadhan."

"Wow, sepertinya kita berjodoh, Iqbaal. Nama kita sedikit mirip."

Dhea mengedipkan sebelah matanya.
"Btw, gue pergi dulu. Ada hal penting yang harus gue lakukan. Lain kali bisalah kita hangeout bareng.
See you next time, Iqbaal."

Dengan langkah anggunnya, Dhea berjalan menjauhi Iqbaal.
Setelah beberapa saat Iqbaal terpaku, ia berniat mengikuti Dhea. Tapi seseorang menghalanginya.

"Hey man, jangan ceroboh lah. Jangan sampai Jefri tahu kalau lo menyusulnya kesini dan mengabaikan pendidikan lo di Australia.
Jangan sia-siakan info dari gue yang membuat gue tersiksa dan merasa berdosa di hadapan Jefri ini, man." Dewa, lelaki berdarah bali bercampur spanyol ini muncul di saat yang tidak tepat, menurut Iqbaal.

Iqbaal mendengus.
"Ya.. ya.. ya.. jadi, gue harus jadi orang asing yang sedarah, gitu?"

"Right. gue nggak nyangka kalau lo secerdas ini Baal."

"Yakalau nggak cerdas, kenapa gue bisa masuk univ terbaik di sydney, Bambang."

"Bambang?" Dewa menunjuk dirinya dengan bingung.

"Btw, adik gue kenapa pakaiannya seperti itu? Ada apa dengan cara bicaranya?
Bahkan gue hampir tidak mengenali adik gue karena sikapnya.
Dan... apakah adik gue masih suci?"

"Se-bitch-nya adik lo, untungnya dia masih virgin. Dia hanya suka memainkan banyak pria. Itu saja!"

"Ya.. ya.. ya.. gue percaya."

"Lo memang harus percaya, Baal."

"Jadi, gue mau istirahat dan antarkan gue ke apartment lo!" Pinta Iqbaal sekenanya. Dewa mendengus, tetapi akhirnya ia juga mau mengantarkan Iqbaal ke apartmentnya.

Dewa itu teman Jefri sejak Jefri tinggal di spanyol. Jadi, tidak ada alasan untuk menolak permintaan adik teman baiknya, kan?

Tapi, kalau sudah seperti ini, apa masih bisa di sebut teman baik?











REVISI SEBELUM NEXT

BAD (sequel 'Namakamu')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang