Kelahiran Kao (2)

129 9 9
                                    

Sholeh(ah) terlihat percaya diri dengan teorinya tadi. Sebelumnya bocah ini memang sudah mengatakan dengan jelas kalau aku hamil. Tentu saja saat itu aku tidak mempercayainya. Tapi sekarang, ini dokter loh yang ngomong.

Tapi anehnya, pak dokter tidak memeriksa perutku langsung. Tes urine aja ga ada kayak di sinetron ind*siar, cuma nanya-nanya sholeh(ah) tentang gejala yang kurasakan dan anak itu dengan polos mengatakan 'Mual-mualnya dari minggu lalu, bulan lalu makan jeroan sapi.' ketika ditanya menstruasi si baka ini malah menjawab 'Dia ga pernah menstruasi, dok.' ya iyalah, aku cowok, Leha.

Hanya saja aku menepis keraguanku karena dokter yang di depanku ini terlihat tampan seperti Om Masaki Aiba. Om Masaki Aiba ga mungkin bohong, kan.

 Om Masaki Aiba ga mungkin bohong, kan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dokter Aiba

"Wah, ternyata abang hamil.. Selamat Abang Kisyut." Mata Bangkai terlihat berbinar.

"Untung kita bawa ke dokter kandungan. Gua udah tau ciri-ciri penyakit Bang Kisyut ini bukan mendekati kematian. Tapi ini kehamilan." Ucapnya dengan bangga. Cih, mungkin ini kebetulan. "Maaf. Sepertinya ada kesalahan di sini." Tiba-tiba pak dokter menyela kutbah Sholeh(ah).

Mataku, dan dua pasang mata lainnya segera menatap duplikat Om Masaki Aiba, "Apa yang salah, dok. Abang saya beneran hamil, kan? Ga mungkin diagnosa dokter salah." SiAlan (walker) emang Sholeh(ah). Dia beruntung, saat ini tangan dan mulutku terkunci jadi tidak bisa memukul otaknya yang bergeser itu.

"Sebenarnya," dokter itu memperbaiki posisi dukuknya dan menangkup wajah dengan kedua punggung tangan. Aku menahan nafas, dadaku sendiri berdegup kencang. Berharap ada kesalahan dalam diagnosa dokter.  Tiba-tiba jadi sakit perut kebanyakan minum air sungai, atau karena makan telur onta mentah terserah-lah asal jangan hamil.

"Sebenarnya saya.."
Hening.

"Itu-Maaf tidak sesuai dengan ekspetasi anda semua,"

Bangkai tiba-tiba menyeruduk, menarik kerah dokter itu. "Kelamaan, dok. Buru atuh. Ntar ganteng saya luntur!!"

Beruntung Sholeh(ah) segera menarik Bangkai. Jika tidak mungkin dokter itu akan tercekik dan hilang nafas.

Aku sudah membayangkan kejadian selanjutnya adalah demonstrasi besar-besaran di kantor agensi, 'Seorang dokter dibunuh member kinpuri yang berinisial K akibat dibuat penasaran'. Malah jadi berita skandal nanti. Cukuplah skandal-skandal palsu yang dibuat haters awal-awal kami debut, plagiat konsep BeeTehEs misalnya.

Dokter itu melegakan kancing kerahnya, "Saya bukan dokter kandungan."

Aku, "hhhh... Hhhhhh.. hhhhh" sial aku tidak bisa menyanggah untuk mengutuk dokter itu. Bisanya cuma mengeliat seperti ulat, kuseperti ulat yang sangat berbisa, suka memangsa, diriku tergigit cintaaaaa~. Hatiku bersenandung merdu.

"Saya dokter gadungan, memang kandungan dan gadungan emang terdengar mirip. Namun sayang sekali saya dulu spesialis penipuan publik."

***

"Lu gimana sih, Kai. Masak nyaranin dokter pintar kek tadi buat pemeriksaan Bang Kisyut."

Saat sedang menunggu antrian di depan dokter (real) kandungan, tiba-tiba Sholeh(ah) ngomel ke Bangkai.

"Lah, Abang sendiri yang bilang tadi bawanya ke dokter kandungan. Ya gua bawa ke dokter paling terkenal dong."

"Pala lu terkenal. Terkenal dari hongkong!" Sholeh(ah) terlihat makin sensi. Sedang aku enggan berkomentar meski aku juga menderita karena harus membayar 30 Juta sebagai biaya konsultasi katanya.

Harap maklum dokter tersebut sudah kuliah sampai lulus spesialis penipuan cukup lama, 9 tahun. Aku juga paham beratnya orang tua dalam membayar UKT anaknya. Apalagi yang kuliah di negeri dan dianggap kaya padahal kerja orang tua cuma tukang panjat jendela rumah tetangga alias maling.

"Ga dari hongkong, bang. Dia terkenal di Jepang kok. Gua nonton berita kemaren. Dia diceritain di mana-mana gara-gara ngoplas anak pejabat." Bela Bangkai.

"Bagus oplasannya? Kalo iya gua mo nyoba." Sholeh(ah) mengeluarkan jurus mata tertariknya.

Aku menghela nafas. Lu udah ganteng, Ga perlu oplas. Mungkin yang seharusnya dioplas itu otak baka-nya.

"Jadi kayak pantat kuali, bang. Makanya ditangkap polisi, terus masuk tipi."

"Bangsaat!! Itu mah terkenal penipuan, Kai. Tega bener lu ya bawa Bang Kisyut ke sana!" Sungut Sholeh(ah) tak tahan juga akhirnya.

"Gua Bangkai, bang. Bukan Bangsat. Hehe" ucapnya sambil nyengir. Bodo ah, pokoknya aku mau ngambek aja dulu. Bisa-bisanya dia membawaku ke dokter yang mengubah orang jadi (maaf) pantat.

Hueeeek... Tiba-tiba penyakit mual ini kembali muncul. "Lah bang, kok tiba-tiba muntah. Bangkai kentut ya, Bang? Pantes bau." Seru Sholeh(ah) panik. "Ngg, hweeek..." Ah sial karena lak-ban yang menutupi mulutku aku tidak bisa mengeluarkan muntahnya. Malah tertelan lagi.

"Bang Leha, lu ga liat Abang Kisyut udah mau mati. Pake fitnah-fitnah gua kentut. Mending abang serobot tu anteran." Mataku melotot, sejak kapan Bangkai tertular akhlakless-nya Sholeh(ah). Lain kali aku akan minta Renren menjaga anak bungsu ini dengan baik biar sedikit berakhlak dan jauhkan dia dari Sholeh(ah)

"Oh iya, tumben lu pinter."

"Iya soalnya katanya emak gua Iwa, Bang. Nurun pintarnya. Hehe"

"Terus bapak lu Jingan? Pantes, kek bapaknya."

"Kagak, gua ga mau punya bapak plaiboi cap kaleng sarden kek dia."

Tubuhku semakin lemas, tanpa peduli aku membiarkan duo gila itu bercakap tentang siapa sebenarnya orang tua mereka masing-masing. Tapi Iwa ibu Bangkai? Dari mana coba teori itu. Dan sekarang mereka sudah melupakan kondisiku yang mengenaskan. Beruntung, lakban yang menutup mulutku kini telah dilepas.

"Antrian 2020, atas nama Tuan Kisyut Tampan!"

Namaku di panggil, mataku yang tadi hampir terlelap kini memicing. Tiba-tiba tangan Sholeh(ah) mencengkram paha bawahku, "Lu mau ngapain, Leha?!"

Hup! Kedua lenganku terangkat  beriringan dengan kedua kakiku. "Abang yang tenang, ya. Biar abang selamat." Bisik Bangkai ke telingaku sedang tangannya dengan semangat mengangkat lenganku ke atas.

SELAMAT MAMAKMU JUMINTEN!!!

Diangkat kayak gini malah bikin eek-ku rasa mau lahiran. Perut enam kotakku kram. Untung saja ruangan dokternya tidak terlalu jauh, hanya lima langkah. Kalau tidak mungkin aku sudah mati sesak nafas dalam pelukan Bangkai.
***
Tidak seperti sebelumnya, dokter kali ini memeriksaku dengan sungguh-sungguh. Monitor USG memperlihatkan aura gelap yang tak ku mengerti. Seolah mengerti apa yang aku pikirkan,

"Itu yang seperti kutil kuda adalah bayi kecil. Memang ini terdengar aneh terjadi. Tapi percayalah, Tuan Kisyut, ini sebuah hal yang normal. Sebagai calon ayah sekaligus ibu, mungkin agak berat bagi anda menerimanya. Namun percayalah, tuhan menganugerahkan anak ini karena Dia percaya anda mampu merawatnya. Meski saat ini masih kecil seperti kutil kuda suatu saat dia akan membesar seperti bayi gajah di perut anda. Saat itu terjadi jangan kaget, tetap datang kontrol setiap bulan di Klinik Chang Fang kami,

Untuk obat aborsi sudah tersedia, silahkan tebus resepnya ini di apotik terdekat." Lanjut dokter itu sambil meletakkan stetoskopnya dan mulai mencatat resep obat.

"Ehm, dok." Aku memanggil dokter itu. Si dokter mengangkat wajah, "ya?" Tanyanya. "Minta di USG lagi, dok. Gelnya enak dingin." Aku nyengir. Aku tidak berbohong, gel untuk USG itu dingin dan membuatku merasa nyaman sampai ingin tertidur.

Bangkai dan Sholeh(ah) mengkerut melihatku, tampaknya mereka lega aku baik-baik saja. Baguslah, aku tidak ingin membuat mereka khawatir terus-terusan. Terlihat mereka berdua tersenyum bodoh sambil berpandangan. Tiba-tiba,

"DOKTER, KAMI MAU HAMIL JUGA KAYAK BABG KISYUT!!"

Dua bego ini?!! Aku menepuk kepalaku yang kesakitan karena kebodohan mereka.

Daily Life of King & PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang