Tubuhku sudah digotong kembali ke rumahnya yang terletak hanya 100 m dari Rumah Sakit Tadika Mesra. Kebetulan dokter yang menangani adalah dokter profesional dari dorama terkenal Koi wa Tsuzu, Dokter Take.
Dokter Take
"Udah enakan, bang?" Tanya Sholeh(ah) sambil mengambilkan air. Sedang Bangkai baru keluar dari kamarku, ditangannya ada guling dan futon. Ia membentangkannya di ruang tamu. Aku dengan senang hati merebahkan diriku di futon hangat. "Bang?" Bangkai memanggilku. Mungkin ia menunggu jawabanku.
"Gua baik-baik aja kok. Cuma capek dikit." tanpa membuka mata aku menjawab pertanyaannya.
"Bukan gitu, bang." Rengek Bangkai.
"Apa lagi?"
"Abang awas dari futonnya. Gua mau tidur. Capek angkat badan abang yang segede gajah itu ke sana kemari seharian."
Bangkai tiada akhlak emang. Apa aku perlu mengganti namanya jadi たんかい (Tangkai) gabungan dari Setan dan Kaito.
Beruntung ada Sholeh(ah) yang mengurusiku dengan baik. Seusai kebiadapan Bangkai pria itu menuntunku untuk duduk di sofa. "Maafin Bangkai, ya bang. Sebenarnya dia pengertian. Tapi dia lagi cemburu."
Alisku terkernyit, "Cemburu kenapa?"
"Dia pengen hamil, bang. Tapi ga bisa. Abang tau kan perasaan orang yang pengen hamil bertahun-tahun tapi ga kunjung dikasih rezeki sama tuhan." Jelas Leha. Penjelasan yang justru membuatku membulatkan mata, "Jangan ngadi-ngadi lu. Mana ada cowo hamil!" Otakku serasa mau pecah melihat kepolosan Sholeh(ah). Dia polos apa bego si ya tuhan.
"Berarti abang bukan cowok?"
Aku menangis dalam hati. Ya iya, dia bego tapi kalo ngomong kok bener mulu si.
"Terus dia mau gimana biar hamil? Mau nge-gay. Ga ada agama yang ngizini cowo jadi gay, Juleha." Aku mengemukakan alasan yang mungkin diterima otak kecilnya.
"Tapi Bangkai Atheis, Bang."
Rasanya aku ingin mati di tempat saja, masuk surga lalu bertemu orang-orang waras.
***
Aku tertidur dengan lelapnya, berapa jam? Aku sendiri tidak ingat. Yang aku ingat hanya dalam mimpiku ada seorang anak kecil merengek-rengek memohon padaku untuk didaftarkan menjadi talent junior di kantor agensi. Siapa dia? Mengapa dia terlalu lengket padaku? Kemana orang tuanya, kenapa ada seorang anak kecil dibiarkan bebas oleh orang tuanya dan berbicara pada orang asing sepertiku. Meski aku bukan pedofil tetap saja ini berbahaya.
"Udah aku bilang itu anakku, kamu ga percaya."
Suara ini? Mimpiku terusik. Sepertinya kesadaranku mulai kembali. Mataku perlahan terbuka lantas memicing saat silaunya lampu menerpa pandanganku. Kulihat bayangan kurus sedang berbicara dengan pria besar yang dari ototnya kupastikan itu Sholeh(ah). Sedang si kurus itu adalah orang yang ku kenal, sangat dekat denganku, Renren.
"Uhuk.." tiba-tiba aku tersedak ludah sendiri.
Sholeh(ah) dan Renren bergegas mendekatiku. "Abang ga papa?" Tanya Renren khawatir. Tanpa kuminta mereka berdua bergegas menyodorkan air mineral untukku sedang Renren malah menyodorkan susu.
"Apa itu Ren?"
"Buwong puyoh, bang." Sela Sholeh(ah) tanpa menghentikan tangannya yang menyodok mulutku dengan gelas kaca. Au.. aku menjerit ngilu ketika gigiku terantuk gelas itu, "Pelan-pelan Ya Allah."
Sholeh(ah) hanya melempar cengiran.
"Ini susu kambing, bang. Katanya bagus buat ibu hamil dan menyusui." Kali ini Renren yang menjawab, "Sengaja aku datangin dari india biar anak kita jadi pinter, bang."
Mataku melotot, "A-Anak kitaaaa??! Jangan ngadi-ngadi kamu Len!! Sejak kapan anakku jadi anak kamu?!" Ucapku gusar. Tolong, authornya ga nulis cerita BL kan. Tapi kenapa aku diberi pasangan, kan ga ada akhlak penulisnya kalau gini. Mana pasangannya laki, coba kalau gadis cantik seperti mbak Minami Hamabe, mungkin aku ikhlas.
"Iya, bang," Renren terlihat antusias. "Empat bulan lalu kita kan tidur bareng di rumah aku." Sekali lagi kepalaku berdenyut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Life of King & Prince
Fiksi PenggemarWarning 16+ Yang dibawah umur harap dalam pengawasan orang tua. Jangan lupa negoisasi dulu baik-baik biar ga dicoret dari KK. Warning! (Lagi) cerita ini mengandung penistaan terhadap pria tampan. Homophobic dilarang mendekat meski kadar yang akan di...