Haknyeon termenung meratapi sang bulan yang kin tengah memasuki fase purnama. Tiba-tiba, suara lolongan serigala hadir membuat tubuh pemuda itu tersentak. Haknyeom teringat sesuatu tentang mitos mengenai lolongan serigala pada bulan purnama.
Sesuatu hal yang besar akan segera terjadi. Entah itu baik ataupun buruk.
Dan gara-gara itu, ia terjaga hingga fajar menyingsing. Bulan purnama sudah tiada, tergantikan oleh sang surya yang perlahan mulai merangkak naik menyinari seluruh wilayah kerajaan.
Namun pikiran Haknyeon masih terus tertuju pada kejadian semalam serta mitos yang beredar. Ia tidak mau terjadi sesuatu buruk pada kerajaannya ini. Ia seorang raja yang benar-benar mencemaskan soal nasib para rakyatnya.
"Permisi, Yang Mulia."
Suara salah satu pengawal istana membuyarkan lamunannya, Haknyeon yang tadinya tengah menatapi taman belakang kerajaan di mana seorang pemuda lainnya tengah berlatih pedang itu pun berbalik badan.
"Ada apa?" Netranya menatap datar sang pengawal.
"Yang Mulia Raja Juyeon datang untuk berkunjung bersama dengan tunangannya, Putra Mahkota Eric," jawab sang pengawal lugas dengan badan yang masih tertunduk dalam.
Haknyeon melirik pintu besar berhiaskan emas serta berlian itu, mendapati dua orang familiar tengah berdiri dengan pakaian kebesaran mereka masing-masing. Ia dapat melihat tangan besar Juyeon yang menggenggam jemari mungil milik Eric dibalik jubah kebesarannya sebagai seorang raja dari wilayah kerajaan lain.
"Suruh masuk," titah Haknyeon tegas, kemudian menuruni singgasana.
"Kesejahtera—"
"Berhenti, Juyeon hyung. Bagaimanapun kau lebih tua dariku, jangan membungkuk seperti itu," potong Haknyeon tidak enak, sembari menahan bahu lebar milik Juyeon.
Juyeon tersenyum tipis sebagai responnya, kemudian ia sedikit mendorong tubuh mungil Eric mendekat pada Haknyeon. "Eric ingin bertemu denganmu. Ia mengatakan padaku bahwa ia ingin bercerita banyak padamu, padahal aku akan dengan senang hati mendengarkan ceritanya."
Eric menoleh, menunjukkan raut wajah kesalnya. "Juyeon hyung tidak pernah tahu caranya merespon curhatan seseorang, aku 'kan butuh saran seperti apa yang selalu Haknyeon hyung berikan setiap kali aku menceritakan suatu hal kepadanya."
Juyeon merotasikan bola matanya. "Ya, ya, terserah padamu saja. Kalau begitu kau kutinggal di sini, ya? Aku harus menghadiri pertemuan di kerajaan milik Hyunjae hyung bersama dengan Younghoon hyung."
Mendengarnya, kening Haknyeon mengerut. "Membicarakan soal apa? Kenapa aku tidak diundang juga, hyung?"
"Pembicaraan mengenai kerja sama antar ketiga wilayah kerajaan," jawab Juyeon cepat. Kemudian arah pandangnya beralih pada Eric yang sudah berdiri di sebelah Haknyeon. "Jangan membuat keributan, aku akan segera kembali setelah selesai dengan mereka," peringat Juyeon tegas, membuat Eric hanya mengangguk patuh sebagai balasan.
Juyeon tersenyum, tangan besarnya beralih mengacak surai perak milik Eric sebelum ia berbalik dan punggung tegapnya menghilang di balik pintu berukuran sekitar lima meter itu. Atensi Eric beralih pada Haknyeon, kemudian dengan senyuman hangatnya Haknyeon mengajak Eric untuk ke taman belakang.
👑
Sunwoo terlihat di taman belakang, tengah melatih kemahiran berpedangnya tanpa sadar bahwa Haknyeon sudah sedaritadi memperhatikan dari paviliun di sudut taman. Pemuda bersurai merah itu merupakan salah satu ksatria kebanggan kerajaan yang sudah mengabdi selama lima tahun pada kerajaan.
Haknyeon baru saja dinobatkan sebagai raja satu tahun lalu, terlalu cepat sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi? Semenjak pecahnya perang antar saudara dengan kerajaan yang dipimpin oleh Kevin, mau tidak mau Haknyeon harus merelakan kedua orang tuanya mati terbunuh oleh orang yang tidak diketahui.
Bahkan sampai sekarang, ia masih menaruh dendam pada kerajaan Kevin yang kini semakin makmur sementara rakyat mereka sengsara. Sama halnya dengan sang raja, sang ratu dari kerajaan itu pun bersifat sama dengan raja. Keduanya benar-benar seperti tirani yang tanpa rasa bersalah bersenang-senang di atas penderitaan para rakyatnya.
Mengingat kelakuan kerajaan tetangga membuat kepalanya menjadi panas. Haknyeon dengan perlahan menyesap teh hijaunya, bersamaan dengan sosok Sunwoo berjalan menghampiri paviliun dengan pedang sudah tersampir manis di pinggangnya.
Sunwoo membungkuk, memberi hormat pada Haknyeon sekaligus Eric. "Apakah Juyeon hyung masih ada di sini?" Jangan terlalu heran mengapa Sunwoo tidak memberikan ucapan penghormatan, Haknyeon sendiri yang menyuruhnya agar tidak terlalu formal padanya.
"Tidak, ia sudah lebih dulu pergi begitu mengantarku ke hadapan Haknyeon hyung," jawab Eric sembari menyisir rambutnya menggunakan tangan mungilnya. "Sunwoo, mau bergabung?" tawar Eric tiba-tiba, membuat Haknyeon menoleh dan Sunwoo mengangkat pandangannya.
"Apa boleh?" Sunwoo bertanya dengan sedikit keraguan.
Atensi Haknyeon beralih pada pemuda bersurai merah itu. "Boleh, biar nanti aku panggilkan pelayan untuk menambah teh serta cangkir untukmu," balasnya diakhiri senyuman lembutnya.
👑
Juyeon melipat kedua lengannya di depan dada begitu mendengar ucapan Hyunjae mengenai kerajaan yang dipimpin oleh Haknyeon. Kedua alisnya bertaut, menandakan bahwa ia benar-benar keberatan atas apa yang mereka bahas saat ini.
"Tidak, hyung. Aku tidak akan melakukannya, terlebih jika aku mengikuti keinginan kalian maka sama saja aku menyakiti Eric yang dekat dengan Haknyeon serta Sunwoo," sergah Juyeon terdengar mutlak.
Younghoon yang duduk di ujung meja pun mendengus kasar. "Masih saja memikirkan soal perasaan disaat seperti ini? Yang benar saja Lee Juyeon!"
"Demi kemakmuran kerajaan kita, Juyeon. Apakah kamu tidak ingin rakyat di kerajaanmu makmur?" Hyunjae melirik Juyeon, terkesan mulai menodai pikiran pemuda bersurai biru itu.
Tiba-tiba Juyeon bangkit, membuat seluruh atensi tertuju padanya. "Tidak, hyung. Sekali kubilang tidak, maka selamanya tidak. Apalagi aku tidak ingin menyakiti Eric ataupun Haknyeon. Kalau kalian ingin melakukannya, lakukan saja sendiri. Jangan ajak aku," ujarnya lugas kemudian segera beranjak dan keluar dari ruangan bernuansa berlian itu.
👑
Malam harinya, Haknyeon kembali terjaga. Telinganya menangkap suara lolongan serigala, seperti kemarin malam.
"Yang Agung, tolong lindungi kerajaan hamba dari sesuatu yang berniat buruk," bisiknya sembari menyatukan kedua tangannya.
Kedua kelopak mata indahnya tertutup rapat, firasatnya mengatakan hal aneh mengenai malam ini. Maka dari itu ia tidak henti-hentinya merapalkan seluruh doa untuk keberlangsungan kerajaan serta para rakyatnya. Kemudian tubuhnya terduduk di tepi kasur, memandang keluar jendela dengan getir.
Baru saja Haknyeon ingin beranjak untuk menghampiri jendela, suara keributan dari arah luar menyita seluruh atensinya. Firasatnya semakin memburuk, mendengar jelas suara pedang yang saling bertubrukan. Ia merasakan sesuatu hal buruk tengah terjadi di istananya yang megah ini.
Lantas dengan cepat Haknyeon mengganti piyamanya. Ia baru akan membuka pintu kamarnya, namun seseorang sudah terlebih dahulu masuk dan menutup rapat kembali pintu besar itu. Kedua bola mata Haknyeon melebar, menyaksikan kondisi orang itu dengan tatapan khawatir serta cemas.
"Sunwoo?"
—
20 Juni, 2020oke, pertama-tama maaf ya ini cerita tema kerajaan pertamaku kalau aneh tolong dimaklumi. dan omong-omong, ini short story, jadi mungkin bakalan singkat aja. aku lagi males berteori wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
true throne | sunhak. ✓
Cerita PendekPada akhirnya, mahkota itu tahu siapa pemilik sejatinya. short story, bxb, semi-baku, typo(s). Ⓒ httptbz, 2020