PART III

61 1 0
                                    

Sore ini tidak ada giliran shift, itu artinya aku libur. Sebenarnya bukan waktunya, tapi salah satu rekan kerja mengirim pesan dan meminta untuk bertukar waktu libur. Bingung juga jika tiba-tiba libur seperti ini.

Akhirnya aku memilih untuk nongkrong ke warung makan saja. Hitung-hitung cari teman ngobrol sekalian makan. Nasib tinggal di kost yang terkenal angker ya begini, tidak ada penyewa lain yang bisa di ajak bicara.

“Bu, es coffimix sama mie rebus pakai telur ya.” pesanku pada pemilik warung.

“Siap, mas. Tunggu ya. Hari ini libur, mas?” tanya si ibu.

“Iya, bu. Tadi ada teman yang ingin bertukar shift. Jadi ya mendadak di rumah.” jawabku sambil sesekali menghisap rokok.

“Ini minumnya.” di taruhnya segelas minuman didepanku.

“Tumben sepi, Bu. Biasanya jam segini banyak yang jajan?” tanyaku.

“Biasa, mas. Jika malam jum'at seperti ini pasti sepi. Semenjak ada kost milik bu Anna dan beredar kabar jika tempatnya menggunakan pesugihan. Tidak ada orang yang berani keluar.” jawabnya.

“Kejadian terakhir kapan, Bu? Lalu apa ibu ingat pemuda-pemuda yang meninggal itu bagaimana tingkah lakunya selama ini?” tanyaku penasaran, apalagi dengan posisi warung berada di dekat kost tidak mungkin jika tidak mengetahui siapa saja yang menjadi korban.

Bisa kulihat si ibu sedikit terusik dengan pertanyaanku. Beliau pasti enggan bercerita, apalagi menceritakan orang yang sudah tidak ada. Masih sambil membuatkan mie instan milikku, akhirnya beliau mau membuka suara.

“Pemuda pertama yang meninggal itu namanya Singgih. Kejadiannya juga sudah 8 tahun yang lalu. Kalau di tanya bagaimana tingkah lakunya, dia memang bukan pemuda baik. Suka sekali membawa perempuan ke kamar kostnya. Walau pun memang kost itu kost campur, tapi setahu ibu. Laki-laki dan perempuan berada di lantai yang berbeda, juga ada peraturan dilarang membawa teman perempuan ke kamar.” cerita terus mengalir dari mulut si ibu, berlanjut ke korban kedua, ketiga dan keempat.

Mendengar ceritanya bisa aku simpulkan jika pengambilan tumbal dilakukan hanya 2 tahun sekali. Korban terakhir 2 tahun lalu bernama Koko, dia pecandu narkoba. Saat jasadnya di temukan, badannya sudah membiru dengan lidah terjulur keluar seperti orang gantung diri.

“Semenjak mas Koko itu, nggak ada lagi penyewa laki-laki. Mungkin karena mereka tau cerita tentang kost ini. Apalagi perempuan-perempuan yang pernah kost disini mengatakan jika sering melihat penampakan arwah para pemuda yang meninggal itu.” lanjut si ibu.

“Ibu ingat nggak tanggal atau bulan jasad mereka ditemukan?” tanyaku dan tiba-tiba si ibu berkata.

“Mas Arman, mending malam ini mas Arman menginap di rumah teman dulu, yang penting jangan pulang ke kost.” ucapnya panik.

Waahh... kenapa bisa kebetulan ya? Aku jadi ingin tertawa. Si ibu memberikan mie instanku masih sambil memohon agar aku tidak kembali ke kost. Apalagi di kost itu hanya aku penyewa satu-satunya, jadi tidak ada pilihannya yang bisa di jadikan tumbal.

“Doakan saya baik-baik saja ya, Bu. Jika memang sudah waktunya meninggal, mau saya pindah kemanapun tetap akan meninggal.” ucapku tenang.

“Ya memang, mas. Tapi bukan berarti harus mati karena di jadikan tumbal oleh orang jahat, mas. Ibu doakan semoga si pemilik kost saja yang mati.” ucapnya dengan nada kesal.

Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya itu. Sembari makan, kami banyak berbincang. Dari mulai si ibu yang ternyata berasal dari desa yang sama denganku dan beliau bercerita jika sudah beberapa kali melihat penampakan wanita cantik dari kamar kost di lantai atas.

“Kamar yang tidak boleh di masuki oleh siapapun selain pemilik kost.” ucapku lirih. Berarti disitu selama ini Sekar tinggal.

Aku pamit pada si ibu, karena ternyata sudah hampir maghrib. Sekali lagi beliau memintaku untuk tidak kembali. Bahkan menawarkan untuk tinggal di rumahnya satu malam ini. Aku menolak dengan halus dan memintanya untuk berdoa agar tidak ada terjadi apapun padaku.

“Hati-hati ya, mas.” ucapnya saat aku pamit.

Saat kakiku menginjakkan kaki di lantai dua, entah kenapa aku ingin mengunjungi kamar itu. Namun aku urungkan niat dan memilih kembali ke kamar saja.

“Sekar.” panggilku, yakin jika dia bisa mendengar panggilanku.

“Aku tau kau bisa mendengar ucapanku. Malam ini adalah malam pengambilan tumbalkan? Kau yakin tidak akan membawaku?” tanyaku pada udara.

Aku masih menunggu kehadiran sosok Sekar hadir. Cukup lama sampai muncul seekor ular berwarna hijau zamrud dari jendela kamarku. Ular itu melata mendekat padaku. Lalu berubah wujud menjadi wanita cantik.

“Malam ini aku memang akan membawamu.” ucapnya dan itu membuatku sedikit waswas.

“Tapi bukan untuk menjadi tumbal atau budakku. Melainkan untuk melindungimu dari manusia yang memiliki perjanjian denganku. Nanti menjelang tengah malam, keluarlah dari kamarmu dan masuk ke kamar paling ujung di lantai ini. Jangan keluar dari sana sampai aku datang menjemputmu, bersembunyilah di dalam lemari jatinya.” lalu Sekar berubah kembali menjadi ular dan menghilang.

Bisakah aku percaya pada ucapannya?
*********************************************
Jangan lupa untuk tinggalin vote & komentar ya.
Thank you ❤️❤️❤️

KOST TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang