1st Star

4K 340 20
                                    

"Ini untukmu."

Anak laki-laki berusia 11 tahun itu mengerjapkan sepasang mata cobalt-nya. Ia menerima kotak hitam yang disodorkan butler.

"Dari siapa?" tanya bocah berambut biru muda lurus sebahu. Menatap penasaran benda di tangannya. Ia putar-putar, mencari nama pengirim.

"Dari Tuan Besar," ungkap pria paruh baya bersetelan jas hitam. Raut wajah berhias keriputnya datar tanpa emosi.

"Tuan Besar?" anak bernama lengkap Khun Aguero Agnis terkejut.

Seingatnya Tuan Besar atau kepala keluarga Khun, tidak pernah memberikan perhatian padanya. Bisa dihitung berapa kali ia berkomunikasi dengannya. Itupun hanya saat perlu saja. Kini mendapatkan sesuatu darinya, jelas punya tujuan tertentu.

Agak ragu, Aguero merobek kertas hitam yang membungkus kotak tersebut. Lalu membuka penutupnya. Memperlihatkan isi berupa sebilah dagger bersarung kulit.

"Selamat. Tuan Besar menunjuk anda sebagai kadidat untuk mendaki menara. Pisau ini adalah bukti kelayakan anda," tutur butler. Menyampaikan amanat majikannya.

Aguero terdiam. Kelopak matanya melebar. Tubuh kecil berbalut hem putih, celana pendek dark gray, dan coat biru menegang.

Setahunya, anak-anak yang lolos seleksi menjadi kadidat adalah mereka sudah memenuhi syarat tertentu. Yaitu kecerdasan, koneksi, pencapaian, dan kemampuan shinsoo. Aguero memiliki keunggulan pada dua syarat, kecuali pencapaian dan shinsoo. Maka bagaimana dia bisa terpilih?

"Atas alasan apa aku terpilih?" tanya Khun cilik.

"Soal itu, silahkan anda tanyakan sendiri. Tuan Besar menunggu di ruang kerjanya," ucap butler menunduk hormat.

Aguero memandang tajam. Kesal tidak mendapat jawaban dari pria yang sudah melayani keluarga Khun selama puluhan tahun. Tangannya menggenggam dagger. Membuang kotaknya asal ke lantai. Lalu berjalan cepat menuju ke area tengah mansion.

Bangunan yang luar biasa megah ini terbagi menjadi 3 area. Gedung tengah adalah tempat khusus bagi kepala keluarga dan para istrinya. Gedung sayap kanan dihuni anak-anak keturunan langsung. Sementara sayap kiri ditinggali keluarga cabang, disebut bukan keturunan langsung.

Aguero tinggal di sayap kiri meski ia keturunan langsung pemimpin Khun. Bersama ibu dan adiknya. Karena hukuman akibat ia gagal menjalankan tugasnya dahulu.

Melewati pintu, ia disambut barisan pelayan. Mereka membungkuk hormat sekilas tanpa menghaturkan salam. Lalu pergi menghindarinya sambil berbisik-bisik. Dari cara bicara serta pandangan mereka, Aguero tahu kalau ia dihina. Telinganya sudah kebal, jadi memilih mengabaikan. Lebih penting menemui sang Tuan Besar.

Sampai di pintu ruang tahta, remaja cilik langsung membuka tanpa mengetuk. Menurutnya, untuk apa bersikap formal pada pemimpin Khun kalau dia saja tidak pernah peduli padanya?

Melangkahkan kaki bersepatu boots-nya, Aguero masuk ke ruangan luas berinterior royal. Dindingnya dicat putih dengan jendela-jendela tinggi. Lampu chandelier bergantung di langit-langit yang berhias ukiran elegan. Guci-guci mewah berisi bunga berbagai warna, dipasang mengelilingi tepi ruangan. Di ujung, ada sebuah kursi tahta dengan sesosok pria duduk diatasnya. Memeriksa dokumen yang menumpuk pada meja sebelahnya.

"Oh, kau benar datang kemari," ujar suara baritone rendah yang tegas. Pria kekar berambut biru muda-hampir perak-panjang itu menilik singkat sebelum kembali membaca dokumennya. Tak berniat meladeni.

Aguero menyorot nyalang. Sudah menduga orang ini malas berurusan dengannya. Lalu kenapa menunjuknya menjadi kadidat pendaki menara? Ia mengepalkan satu tangan, mengangkat jemarinya yang menggenggam dagger ke depan. "Apa maksudnya ini?" katanya menahan geram.

CITRINE (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang