3rd star

1.9K 274 21
                                    

Aguero menggerutu sambil menanggalkan mantel. Gara-gara terseret arus, pakaiannya jadi lebih basah dibandingkan sebelumnya. Tubuh kecilnya mulai gemetaran.

Laki-laki berambut biru muda tidak habis pikir dengan Baam yang asyik berlarian mengelilingi gua. Padahal keadaannya tak beda jauh darinya. Sama-sama kuyub. Tapi dia seolah tak terganggu karenanya.

Mendesau pelan, Aguero melepas sepatu boots-nya. Lebih baik tak usah memakainya, toh, hanya memberatkan saja. Jemarinya beralih menarik bandana navy blue yang mengikat rambutnya. Membuat helaiannya tergerai bebas. Butiran air menetes dari ujungnya.

“Baam!” panggil Aguero.

Bocah bersurai coklat gelap panjang berhenti. Melihat Khun melambaikan tangan, dia berjalan mendekat.

Aguero menepuk lantai depannya berada. “Duduklah, akan kurapikan rambutmu.”

Baam menurut. Aguero memutar bahu untuk membuatnya duduk memunggunginya. Jemari putihnya mengambil sejumput rambut milik anak brunette. Meremasnya agar air menetes keluar. Lalu menyisir helaiannya supaya mudah diatur. Aguero lakukan kegiatan itu berulang-ulang. Sebab kalau lama dibiarkan Baam bisa kedinginan. Meski tubuhnya tampak kuat, belum tentu kebal sakit. Apalagi Aguero sedang dalam kondisi fisik yang lemah. Ia tak mau Baam ikut-ikutan tumbang.

Ketika selesai, Khun mengikatkan bandananya ke rambut Baam. Membentuknya menjadi ponytail tinggi. “Sudah.”

Baam berkedip. Heran kepalanya terasa ringan dari biasanya. Tangannya terangkat meraba rambutnya yang setengah kering. Kaget waktu menemukan pucuk ponytail. Dia memandang Aguero bingung.

“Aku risih melihat rambut berantakan. Jadi biarkan begitu, jangan kau lepas,” jelas anak bluenette.

Baam mengangguk lamat.

“Juga terima kasih,” Aguero meringsut lenggah disampingnya. “Kau sudah menolongku, dan menunjukkan tempat favoritmu. Aku menyukainya,” ungkapnya mengukir senyum.

Baam balas tersenyum sumringah. Senang mendengar pernyataannya. Kemudian dia meraih lengan Aguero. Meletakkan sesuatu di atas telapaknya.

Sebuah pecahan batu kristal, berwarna orange keemasan. Berkilau terang. Cantik sekali.

Batu yang menempel di dinding gua, kapan Baam mengambilnya? “Kau memberikan ini untukku?” tanya Aguero.

Bocah itu kembali mengangguk. Kini menyentuh helaian rambut biru sepanjang bahunya yang tergerai, sedikit menggesek kuping telinga Aguero. Membuatnya terhenyak.

Seperti halnya beberapa waktu lalu Baam membelai lembut pipinya. Memandang lurus dengan kilatan teduh dalam netra emasnya.

Apa arti sorotan itu?

Aguero berdehem gugup. Menjauh dari sentuhan. “Terima kasih. Aku akan menyimpannya.”

Wah, sudah berapa kali ia mengatakan terima kasih sejak bertemu sosok misterius ini? Padahal Aguero bukan tipe orang yang gampang mengucapkannya. Dia keturunan Khun. Licik dan angkuh. Selalu mencari peluang yang menguntungkan hingga orang lain merasa berhutang padanya. Kata terima kasih, baginya merupakan tanda berbisnis.

Tapi entah mengapa pertahanannya runtuh di hadapan Baam. Membuatnya mudah bertutur balas lebih baik.

Enigma.

Baam adalah teka-teki yang perlu dipecahkan Aguero.

Keberadaan asing yang muncul tanpa artribut apapun.

Sosok yang penuh tanda tanya. Namun mampu menarik perhatiannya.

Tingkah yang natural. Mata emas menyorot lurus. Wajah lugu. Senyuman riang tanpa beban.

CITRINE (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang