6. Good Idea

11 5 0
                                    

Happy Reading

--oOo--

Luke benar-benar tak menyangka bahwa Jia akan mengalami hal ini. Dari bawah pohon besar, ia lihat seorang gadis dengan pakaian serba hitam duduk di tengah dua pusara, yang satu tanahnya masih basah, yang satu lagi sudah berkeramik.

Tangisnya benar-benar terdengar memilukan, hingga orang yang mendengarnya dapat merasakan betapa kehilangannya gadis itu.

"Ayah, ibu... kok kalian malah pergi?" rintihnya sembari menyentuh dua kubur di samping kanan kirinya. "Jangan lupa loh minggu depan aku ulang tahun," ia sedikit menahan tangisnya. "Ke delapan belas," ujar Jia, tertawa kemudian, sembari mengusap air matanya, lalu menatap langit. "Kalian berdua gak boleh pura-pura lupa kayak dulu ya, aku jadi sedih." Ia menundukkan kepalanya lagi, menatap kubur lama dan kubur baru yang ada di sampingnya selama beberapa lama.

"Aku pulang ya."

Luke melihat gadis itu berjalan dengan lesu, menuju pintu pemakaman. Tatapannya kosong ke depan. Hidupnya sekarang benar-benar hampa.

Kemarin, Guardian Rosa itu memang melihat Jia keluar dengan air mata yang membasahi pipinya, langsung berlari menjauh dari rumahnya, secepat mungkin, masih dengan seragam yang lengkap. Sampai gadis itu berhenti di depan pintu rumah seorang pria dewasa, mengetuknya sambil mengusap air matanya.

Ia memang tak dapat mendengar percakapan itu dengan jelas, namun air muka Jia benar-benar panik. Segera pria itu keluar dari ambang pintu, memanggil orang-orang yang mayoritas adalah pria.

Semakin malam ia mulai mengerti apa yang terjadi. Rumah Jia mulai ramai dengan orang yang berpakaian hitam-hitam. Ia menyadari bahwa, ibu gadisnya, telah pergi.

Luke masih berada di dahan besar di pohon yang juga besar. Ia mengelus dagunya.

"What can I do for her?"

.
.
.

Luke masih tidur di atap rumah gadis itu. Sejak kemarin ia tidur disini. Saat ia mengintip dari jendela kamarnya, Jia masih belum tidur. Ia menghembuskan napasnya kasar dengan frustasi.

"Apa yang bisa kulakukan?"

Guardian bertopeng itu menengok lagi ke dalam kamar Jia, dan mendapati Jia sudah tertidur. Akhirnya.

.
.
.

Siang ini, Jia berjalan dengan lesu menyusuri trotoar. Matanya sayu dan ada lingkaran hitam di bawah matanya yang tampak begitu nyata. Pipinya mulai agak cekung, dan wajahnya kusam. Sudah sebulan sejak saat itu, namun bayang-bayangnya masih menghantui Jia sampai hari ini. Dia lebih tampak seperti zombie, namun beruntungnya dirinya karena Yuna selalu ada untuknya. Yuna sekarang selalu juga membawa makanan ke sekolah untuk Jia, buatannya sendiri. Dengan cara seperti ini, Yuna bisa pastikan Jia makan.

Omong-omong, hari ini Jia pergi ke rumah tua kecil yang ia temukan kala itu, ia ingin memetik bunganya lagi, untuk dijual di pasar. Kebun belakang rumahnya benar-benar sudah tidak terurus dan semua tanamannya mati.

Jia merasa beruntung menemukan bunga mawar merah ini, bunga yang selalu mekar setiap hari. Sekarang ia menggantungkan hidupnya pada bunga mawar indah yang tumbuh di lahan rumah itu.

Jia memetik delapan tangkai, setiap hari, namun bunga yang ada di pohon itu tak pernah habis.

Luke, si guardian bertopeng itu masih mengikutinya sampai saat ini. Dia dapat melihat bahwa gadisnya sangat bergantung pada bunga ini. Ia menghembuskan napasnya.

Luke keluar dari huniannya ketika Jia sudah pergi. Sampai saat ini dia masih memikirkan apa yang bisa ia lakukan. Ia pandangi bunga-bunga dengan warna merah merekah itu sambil mengelus dagu.

"Penghasilannya setiap hari pas-pasan. Apa dia makan dengan baik? Pipinya mulai cekung." Luke menghembuskan napas kasar.

"Ah iya, mengapa baru terpikirkan?" Teriaknya, ketika sebuah ide cemerlang terbesit di benaknya.

Ia ingin membuat sebuah bunga yang langka, yang sebelumnya tak pernah ada. Gadisnya itu bisa mengambilnya ketika bunganya sudah mekar.

.
.
.

Mulai hari ini, Luke mengurung diri di rumah tuanya. Ia mencampurkan berbagai macam ramuan pembuat bunga yang ia miliki. Macam-macam warna ramuan yang ia punya.

Luke membaginya menjadi sepuluh percobaan. Ia menaruh semua ramuan racikannya itu pada wadah berbeda, kemudian ia tinggal menunggu cairan ramuan itu menjadi benih. Tak lama, hanya butuh beberapa hari supaya cairan itu memadat menjadi benih bunga.

Setelah semua ramuan itu berubah menjadi biji, Luke menanamnya dalam pot-pot kecil satu per satu. Ia akan lihat benih mana yang punya bunga paling cantik.

***

Dua bulan sejak ia menanam benih-benihnya, mereka mulai berbunga.

Dari sepuluh benih yang Luke buat hanya empat diantara yang sukses mekar, hanya pot pertama, kedua, ketujuh dan kesepuluh.

Bunga pot pertama berwarna jingga terang, dengan sedikit motif berwarna merah maroon pada setiap kelopaknya. Bunga pot kedua berwarna ungu, pot ketujuh berwarna hitam, dan yang kesepuluh ini benar-benar membuat Luke melebarkan pupil matanya.

Sebuah mawar dengan warna kelopak putih bersih. Luke pikir itu cocok untuk gadisnya, sesuai dengan kepribadian Jia dan bunga itu belum pernah ada.

Luke segera membuat banyak benih mawar putih itu, dengan cara dan takaran ramuan yang sama seperti yang ia lakukan pertama kali. Setelah jadi, ia menaburkan benih-benih mawar putih itu di pekarangan rumahnya, di sebelah mawar merah yang biasanya di petik oleh Jia.

Hanya saja, beberapa hari terakhir Jia tidak datang, namun Luke tidak memikirkan hal itu. Ia saat ini hanya fokus untuk menumbuhkan bunga-bunganya.

"Tumbuhlah dengan subur."

to be continued
.
.
.
Next chapter is the last:(.

Mau happy ending atau sad ending:D?

The Truth Untold Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang