Annyeong haseyo
Duh, cerita ini emang gak seWAH cerita lain, tapi tetep menghibur kok.
Hai, readers absen daerah yuk!
Aku gak bisa banyak cuap-cuap, langsung aja ke ceritanya.
<[Happy reading]>
"WOY BALIKIN NGGAK!!"
Masih pagi sekali aku sudah berteriak seperti tarzan di hutan.Bagaimana aku tidak berteriak sedangkan si sayton tengah berlari—ya siapa lagi kalau bukan Nando. Setelah kemarin aku mengetahui tas-ku berada padanya, setelah sampai sekolah aku menagihnya dan alhasil seperti ini sekarang, aku yang mengejar anak itu hingga deru napas ini begitu berat. Sialan masih pagi aku dibuat olahraga olehnya.
"Ambillah, di jaman sekarang gak ada yang mudah. Cupu."
Dia masih berlari membawa tas ku ketengah lapangan yang dipenuhi oleh anak-anak pada tepinya.Mereka menatapku dengan pandangan penuh kebencian, aku tak tau apa sebabnya. Aku tidak ambil pusing soal itu.
BRUKKkkk....
Oh shit!!... Itu suara tas milikku yang dilemparkan, jangan kalian kira tas itu mendarat di tanah. Kalian salah. Tas itu mendarat di kobaran api yang menyala-nyala yang siap melahap tas biru muda milikku.
BYUR....
fyuh.... Ternyata masih ada orang baik di sekolah ini, orang itu baru saja menyiramkan sesuatu di kobaran api. Ku kira air, lagi-lagi aku salah ternyata itu bensin yang membuat api itu kian membesar.
"Apa-apaan ini dimana gurunya!!"
Aku berteriak histeris melihat tas malang itu, tapi lebih malang nasibku."NARA!!"
teriak seseorang dari kejauhan, aku tak perduli siapa orang itu aku hanya menangisi tas milikku. Sungguh tega Nando."BRENGSEK!!"
BRAKkk....
Nando terhempas kebelakang akibat serangan mendadak dari seseorang, yang jelas orang itu bukan satu sekolah denganku, aku bisa menyimpulkan karena bajunya saja berbeda dengan milikku.
Nando berusaha bangkit, tapi anak laki-laki yang tak aku kenali melayangkan satu tinjunya di rahang Nando membuatnya terjungkal sekali lagi.
"Jangan cari masalah, ini sekolah bukan pesta api unggun. Ngerti lo!?"
"Nar—Nara lo gak luka?"
tanya Tania yang baru saja datang dengan Nandez."I'm fine, itu siapa ya?"
tanya ku pada Tania."Bang Asraf."
"Hah? Sa—saraf?"
"Nandez mending lo pisahin mereka deh,"
ucap Tania pada Nandez yang masih mencerna kejadian barusan."Eh ii—iya, kalian pergi aja biar gua yang urus."
Selang beberapa waktu aku pun pergi ke kelas.
Fyi, jadi asraf ini abangnya Tania. Dia awalnya hanya mengantar Tania, tetapi melihat kejadian seperti itu, dia jadi emosi dan masuk ke dalam sekolah.
"Tania?"
panggil seseorang dari luar kelas, sepertinya kakaknya Tania, eum... Kalau gak salah inget namanya Sa—Saraf. Ah sudahlah aku lupa."Ya."
"Saya langsung pergi kerja."
"Bang, kenalin temen aku,"
ucap Tania memperkenalkan diriku. Aku tersenyum canggung kepada laki-laki yang cukup dewasa mengenakan setelan kantor itu."Asraf."
Dirinya mengulurkan tangan, aku langsung menyambutnya. Aku tak ingin dipandang jelek oleh keluarga temanku hanya karena tidak sopan."Sa—saraf?"
"Bukan itu bocah, coba ikutin. As."
"As."
"Raf."
"Raf."
"Asraf."
"Saraf."
"Bodoh sekali, ajarkan temanmu membaca, Tania. Dia terlalu bodoh untuk seumuran dirimu."
Heh? Bilang apa dia tadi? Aku bodoh? Hei!!!!!!, asal om tau aku ini cukup pintar di dalam kelas.
"Udah sana, katanya mau kerja."
"Ini saya mau pergi. Ingat itu ajarkan temanmu membaca."
"Dah abang, jangan terlalu dipikirin nanti naksir sama temen aku,"
teriak Tania. Oh shit... Tania yang teriak, tapi aku yang malu."Saya bukan pedo."
"Kakak lu kaku banget, kanebo aja kalah."
ucapku pada Tania, tapi anak itu malah ketawa tidak jelas.
.
.
.
.
.Saat jam istirahat Nandez baru tiba di kelas, entah anak itu darimana tapi kelihatannya tidak begitu baik, terlihat dari sudut bibirnya yang robek dan membiru. Apakah dirinya——
"Nih tasnya, udah kebakar setengah."
"Lu gak pa-pa? Ribut sama siapa? Tumben."
"Abis nyium tembok hehe....oh ya tasnya nanti aku ganti deh."
"Gak perlu, yang bakar bukan lu. Liatin aja Nando, gue akan bales!"
"Jangan, dia baik kamu gak boleh jahat sama dia."
Entah kenapa nada bicaranya menjadi lirih, raut wajahnya pun berubah menjadi——ah sudahlah."Hei... Liat sendiri deh kelakuan dia. Gak ada baiknya."
Aku mencebik. Heran dengan isi kepala Nandez."Lu gak tau aslinya, Nar."
ucap Nandez. Duduk di bangku miliknya, lalu menghela napas dalam-dalam. "Gak mau coba berdamai?"Damai? Tentu saja tidak.
"Coba deh. Gue bantu."
Ribet.
"Gue jamin dia gak akan gangguin lu lagi."
00000000,01% keyakinanku.
"Oke, kita coba."
Akhirnya ini keputusanku yang aku pilih.[Bersambung]
PART 7 CARBONARA HANYA 600 LEBIH KATA. PENDEK BUKAN?
KARENA AUTHOR GAK PANDAI CUAP-CUAP, AKHIR KATA AUTHOR UCAPKAN TERIMAKASIH KEPADA YANG SUDAH BENAR-BENAR MEMBACA KARYA INI.
JANGAN LUPA UNTUK KLIK STARNYA 🌟 BIAR CERITA AUTHOR GAK SURAM KEK MASA DEPAN&KOMENTAR BIAR AUTHOR MAKIN SIMINGIT NULISNYA:V
KAMU SEDANG MEMBACA
Carbonara[Hiatus]
Teen Fiction(Update setiap malam minggu) " Hahah....Itu nama kok gitu amat?" Tawa anak itu meledek . Heh, dikira lucu kali lu kaya gitu!. Gak sama sekali. "Bacot lu cungkring!" Sontak saja seisi koridor tertawa. Sukurin. Biar tau rasanya ditawain, jangan enak...