Annyeong haseyo para READERS mananih tepuk tanganya? MANA TEPUK TANGANYA? Cuma segitu tepuk tanganya?
Uhuy Carbonara sudah sampai part 5 nih, mudah-mudahan cerita ini gak Hiatus ya dan kalian selalu baca ceritaku.
Yuk langsung aja ke TKP.
Seperti kebanyakan sekolah yang setiap Senin melaksanakan upacara bendera di lapangan, begitupun juga dengan SMA Malaka. Aku yang kala itu telah mengikuti upacara pergi menuju kantin seorang diri untuk membeli sebotol aq*a untuk di kelas nanti, tapi lagi-lagi pagi ku terganggu dengan keberadaan Nando.
"Bu, air aq*anya satu,"
ucapku, lalu pergi setelah meletakkan uang pas di etalase warung. Sungguh hari ini aku tidak ingin mendapatkan masalah, cukup sudah cukup seharian kemarin aku menangis tanpa henti, sekarang jangan lagi.Bruk....
Sial umpatku.
Aku baru saja tersungkur di lantai kantin akibat lutut belakangku ditendang, walaupun tendangannya tidak keras, tapi bisa membuat lutut belakangku terasa lemas seketika. Author pernah ngerasain, tapi gak sampe jatuh huhuh:(
"Bajingan."
Lagi-lagi aku mengumpat ketika tau siapa pelaku utamanya. Pelakunya menatapku dengan sinis dan tidak ada rasa bersalah sedikitpun sungguh."Kan gue bilang waktu itu urusan kita belom selesai,"
katanya dengan senyum sarkasme yang meremehkan.Aku tersenyum dan tidak menanggapi perkataan Nando sedikitpun. Aku mencoba untuk berdiri dengan lutut yang membiru akibat berciuman dengan lantai. Meringis ketika merasakan nyeri--- lagi, lagi, dan lagi aku bersimpuh di atas lantai karena perempuan yang baru saja datang menabrak tubuhku dengan sengaja.
"Lo!!"
bentak diriku seraya menatap Kana. Ya Kana adalah wanita yang pernah aku bilang bedaknya luntur ketika sedang ribut dengan Nando di kantin, kalian ingat? Kalian bisa baca chapter 1."Pftt...sakit ya?"
Hilih dia sepertinya tak ada kerjaan lain selain caper sana--sini pasti deh kalau ada Nando pasti ada Kana, mereka kalau diibaratkan seperti sungai sama t*inya."Lu apa-apaan dah ikut campur aja,"
ucap Nando kepada Kana dengan pandangan yang tak kalah meremehkan. Cocok dah cocok kalian berdua."Aku mau bantu kamu, biar dia anak aneh dan gak punya ibu ini keluar dari sekolah."
"Gak usah bawa-bawa ibu gue!!"
"Singkirin tangan lu dari gue, brengsek!!"
Kana mencoba melepaskan cengkraman tanganku di kerah bajunya, membuat bajunya yang sungguh ketat itu sedikit terangkat, tapi sayang aku tidak akan menyerah begitu saja ketika dirinya mencoba membawa seorang ibu dalam perdebatan kita. Dan kalian jangan tanya kemana Nando, yang pasti dia hanya menyaksikan perdebatan kami atau bisa dibilang baku hantam ini.
"Lu yang mulai duluan dasar cabe rawit."
"Lu emang gak punya ibu, karena lu pembunuh."
Seperti tersengat petir tubuhku ini ketika mendengar ucapan Kana. Benar aku ini pembunuh, ya aku pembunuh. Aku terdiam melihat wajah Kana yang sudah memerah akibat emosi atau mungkin karena panas akibat bertengkar di kantin. Sungguh aku tidak perduli dengan itu.
"Ya gue pembunuh."
"KANA, CUKUP LU GILA YA?"
Aku terhenyak mendengar teriakan Nando yang sungguh memekakkan telinga. Sepertinya dia--- ah sudahlah.Aku berlari keluar kantin dengan mata memerah yang sedikit lagi pasti mengeluarkan air mata. Mungkin kalian menganggap diriku sangatlah ke kanak-kanakan, tapi aku tidak perduli. Terus berlari hingga akhirnya aku melewati pintu kantin di mana Nandez memerhatikan diriku dengan tatapan yang nanar, mungkin saja dia terkejut dengan fakta yang baru saja dia dengar bahwa aku membunuh ibuku sendiri.
"SPAGETI."
"Lu mau kemana Nando?"
"Bukan urusan lu!!"
"Ini urusan gue karena dia Carbonara."
🍝
Aku menutup salah satu bilik kamar mandi dan menguncinya rapat-rapat, menutup penutup toilet, lalu menangis sejadi-jadinya. Sudah lama sekali aku tidak mendengar kata-kata yang membuat hatiku sakit, mendengar satu kebenaran di mana aku---argh sudahlah tidak usah diperjelas kalian pasti tau.
"Kamu bukan pembunuh ini takdir tuhan."
Kata-kata itu lagi. Papa itu kata-kata papa yang selalu dia katakan ketika aku menganggap diriku sebagai pembunuh, aku menyeka air mata yang masih turun, lalu mencuci muka di wastafel. Aku tersenyum meyakinkan diri sendiri bahwa ini hanyalah takdir tuhan.
Aku berjalan melewati satu persatu bilik kamar mandi, berjalan layaknya seorang Carbonara yang kuat, yah walaupun sebenarnya tidak sungguh-sungguh kuat.
"Maaf,"
Ucap seseorang yang berdiri di samping pintu masuk kamar mandi."Buat apa dah buang-buang waktu aja."
"Buat kelakuan kakak gue."
"Oh---LO!!"
Aku teriak ketika tanganku ditarik begitu saja dan dibawa lari oleh Nandez. Kaki Nandez yang panjang membuatku sulit untuk menyamai langkahnya dengan kaki yang cukup pendek ini."LO BELAJAR GILA YA!?"
Teriak-teriak begini membuat diriku takut jika ketahuan belum masuk kedalam kelas yang sudah memasuki jam pelajaran pertama."Stt....kita bolos aja dah gue cape belajar,"
ucapnya. Heh, dia mah sudah terbiasa lah aku bagaimana? Gak, gak ini salah."Gak mau."
"Lu gak malu masuk kelas make muka kucel gitu? Baju lu juga udah gak karuan."
Ah ya benar sekali penampilan diriku sangat berantakan."Iya dah seterah lu."
Dan akupun pasrah ditarik oleh Nandez keluar gedung sekolah dengan mobil yang sama seperti malam Minggu kemarin.
🍝
"Mau pesen apa?"
Tanyanya ketika sudah sampai ditempat yang Nandez tuju. Ku kira akan bolos ke cafe seperti remaja pada umumnya, tapi aku kaget ketika di bawa menuju warung bubur kacang hijau pinggir jalan."Lu serius makan di sini?"
Aku bertanya karena kurang yakin akan kebersihan tempatnya. Bayangkan saja warung tanpa dinding, banyak pengunjung yang merokok, dan yang lebih parah banyak polusi dari kenalpot kendaraan yang lalu-lalang."Kenapa? bubur di sini enak dan higienis."
Sisi yang baru aku ketahui dari seorang Nandez adalah dia orang yang sederhana.
"Di sini ada menu apa aja?"
"Bubur kacang lah."
"Kalo cuma bubur kacang kenapa nanya mao pesan apa, Maimun."
"Hhh....siapa tau lu mau pesan bubur ayam."
"Emang ada?"
"Ya kaga lah."
"Gini nih tololnya ke sel darah merah, dari hemoglobin jadi hemogoblogin."
"Si bang*at."
Akhirnya kita memutuskan untuk membeli bubur kacang hijau yang rasanya tidak seburuk tempatnya. Sangat enak. Saat makan Nandez sesekali membuat jokes, lalu tertawa bersama hingga aku lupa akan kejadian tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carbonara[Hiatus]
Ficção Adolescente(Update setiap malam minggu) " Hahah....Itu nama kok gitu amat?" Tawa anak itu meledek . Heh, dikira lucu kali lu kaya gitu!. Gak sama sekali. "Bacot lu cungkring!" Sontak saja seisi koridor tertawa. Sukurin. Biar tau rasanya ditawain, jangan enak...