4. Bukan prioritas

26 8 7
                                    

"Walaupun status kita dibuat karena perjanjian, tapi ku harap rasanya bukan sebuah permainan."

*****

Ayra sudah berada didalam kelasnya pagi-pagi sekali, sebab hari ini bagian ia piket. Sudah menjadi kebiasaan ia piket sendiri, karena teman-teman sekelasnya yang lain tak pernah dan tak akan pernah mau membantunya membersihkan kelas.

Ayra mulai menyapu debu-debu yang menempel dilantai, 30 menit berlalu ia baru selesai menyapu dan mengepel sekaligus membuang sampah yang sudah menumpuk. Ia memandang kelas yang terlihat bersih dan nyaman untuk dipandang, senang sekali rasanya bisa membersihkan kelas ini. Namun kesenangan Ayra hanya sekejap, karena tiba-tiba saja Rangga dkk masuk ke dalam kelas dengan santai. Mereka tak peduli dengan lantai yang masih basah dan menimbulkan tapak sepatu mereka.

Ayra geram mengapa mereka tak bisa sehari saja tak mengganggu kesenangan Ayra. "RANGGA! IQBAL! GERALD! KALIAN APA-APAAN SIH?!"

Rangga, Iqbal dan Gerald terkejut, sebab ini pertama kalinya Ayra seberani itu pada mereka.

Rangga menatap Ayra datar. "Kenapa?" Ucap Rangga santai sambil menaikkan kakinya ke atas meja.

"Kenapa?! Kamu bilang Kenapa?! Kamu liat gak sih, lantai ini baru aja aku pel dan dengan santainya kamu dan temen-temen kamu nginjek lantai yang udah aku pel." Geram Ayra

"Terus?" Dengan santainya Rangga menghampiri Ayra yang berada di ambang pintu. Sontak membuat mata Ayra membulat, ia memandangi lantai yang kini kotor.

"Lantainya lebih ganteng dari gue?" Ucap Rangga, ia merasa egonya tersentil karena Ayra lebih memandang lantai dibanding dirinya yang ganteng gak ngotak.

"HAHAHAHA, BUSET DAH." Dibelakang tawa Iqbal dan Gerald terdengar, Rangga yang mendengar itu mendengus kesal. Bagaimana dia lupa dengan keberadaan dua curut itu?

"Lantainya lebih ganteng dari gue?" Ledek Iqbal sambil menye-menye.

"RA!! SI RANGGA TAKUT KALAH SAING TUH," Teriak Gerald.

"Kampret!" Umpat Rangga. Ayra yang melihat hanya cekikikan sendiri.

*****

"Ra, sumpah ya. Gue benci banget sama temen pacar lo itu." Ucap Hanum dengan mata berapi-api.

"Yang mana satu sih? Dari kemaren Lo ngomong benci benci mulu." Ucap Sekar.

"ITU SI IQBAL JABLAY!!" Sungut Hanum.

"Ada apa nih panggil-panggil? Kangen ya? CIEEE UHUYYY!!" Sahut Iqbal yang duduk di samping Sekar tiba-tiba.

"BUSET DAH! MAMAKK ANAKMU DIDATENGIN SETAN!!" Teriak Hanum.

"Atit hati dedek, masa ganteng gini dikatain setan." Ucap Iqbal dramatis.

"Pedes bray," Ledek Gerald.

"Kasian banget lo, Bal. Heran gue ama takdir idup lo." Ucap Rangga sambil mengambil kursi dari meja sebelah lalu duduk di samping Ayra, diikuti Gerald yang duduk disampingnya.

"Ngapain sih lo pada kesini?" Ucap Sekar.

"Itu noh nganter si bos ngepel." Ucap Iqbal.

"Ngapel bego, ih nih bocah lama-lama gue stres dah." Ucap Rangga.

"Ciee dah CIHUYY!! Akhirnya temen gue ada yang suka juga gusti," Ucap Hanum alay.

"Diem! Malu-maluin banget sih kamu," Ucap Ayra dengan pipi memerah menahan malu. Pasalnya tatkala Rangga dan 2 curut mendatangi meja mereka, perhatian seluruh murid di kantin tertuju pada meja yang diduduki oleh Ayra.

My Brengsek Boy : RanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang