"Halo?"
Singto menjawab panggilan seseorang yang tidak pernah bisa dia tolak meskipun sekarang sudah lewat tengah malam.
. . . . diam tidak ada jawaban.
"Halo, Kit?" panggilnya ketika tidak ada suara yang keluar meskipun sudah tersambung.
. . . . . masih juga diam.
Singto memandang hapenya sekali lagi, memastikan apakah hubungan telepon sudah benar tersambung. Didekatkan lagi hape ke telinganya. Kali ini dia diam memastikan suara yang terdengar, mendengarkan dengan seksama.
Samar-samar dia mendengar suara nafas. Menunggu.
"Ini semua salah Phi Sing," tiba-tiba suara Krist terdengar menuduhnya. "Aku jadi seperti ini semua karena Phi Sing," suara Krist terseok-seok tidak jelas seperti sedang mengigau.
"Kit, kamu mabuk?" tanya Singto curiga.
"Mabuk? mungkin. Aku sendiri tidak tahu. Mungkin aku memang mabuk. Tapi siapa peduli? Tidak ada yang peduli. Tidak ada seorangpun yang peduli dengan perasaanku. Tidak ada, bahkan Phi Singto juga tidak peduli." katanya makin melantur.
Singto mengernyitkan dahi mendengar tuduhan Krist yang tiba-tiba. Dilihatnya jam di dinding lima menit lewat tengah malam.
"Kamu sekarang dimana?"
"Apa peduli Phi Sing. Semua orang hanya peduli dengan Khun Singto dan pasangan barunya yang muda, bertalenta, tinggi, jauh lebih segar."
"Hah? Apa maksudmu?" tanyanya heran. Tidak tahu siapa yang dimaksud Krist.
"Semua membicarakannya tanpa tahu perasaanku. Dadaku sakit setiap kali mendengarnya," suara Krist tersendat dan pelan membuat Singto harus menempelkan hapenya lebih dekat ke telinga. "Kenapa Phi Sing tega berbuat seperti ini padaku? Aku tidak ingin mengakuinya. Aku menolak mengakuinya. Aku tahu Phi Sing tidak akan percaya padaku," teriaknya frustasi.
"Mengakui apa Kit? Apa yang sebenarnya kamu bicarakan Kit?" tanyanya penasaran.
Degup jantungnya berdetak cepat seperti menungu detik-detik bom meledak.
"Apa lagi? Apa perhatianku selama ini kurang jelas? Aku bahkan pernah bilang love you ke Phi Sing dan Phi masih tidak merasa? Apa aku harus bilang kalau aku punya perasaan khusus ke Phi biar Phi Sing sadar? Apa perlu kusampaikan di depan semua orang biar perasaanku ini tersampaikan?" katanya sambil sesenggukan entah karena mabuk atau menangis.
Krist masih terus bicara tanpa menyadari bahwa lawan bicaranya hampir menahan nafas selama pengakuannya yang mengejutkan.
Bisa jadi Krist memang tidak menyadarinya ketika dia sendiri tidak sadar apa yang sudah dia katakan pada Singto. Bahkan mungkin ketika Krist sadar dari mabuk keesokan harinya, dia tidak akan ingat apa yang telah dikatakan atau malahan dia tidak ingat pernah menelepon seseorang.
Salah satu kebiasaan buruk Krist.
Sejak menyadari kebiasaan buruknya ini Krist sangat jarang minum-minum sampai mabuk. Apalagi sejak dia menjadi artis terkenal yang harus menjaga sikap ketika di depan kamera.
Tidak jarang manajer Yuyui menegurnya karena tingkahnya yang diluar kendali. Berkali-kali Yuyui harus mengingatkan Krist untuk menjaga sikap bahkan omongannya di depan para penggemarnya.
Termasuk juga hubungan asmara.
Pertama kali mereka menggeluti dunia hiburan saat itu Krist masih berhubungan dengan seseorang sampai akhirnya keadaan mengharuskan hubungan mereka berakhir. Kesibukan saat itu membuat mereka tidak punya waktu untuk satu sama lain.
Sering Krist harus curi-curi kesempatan menghubungi pacarnya sampai ditegur oleh manajer karena dia tidak bisa fokus bekerja. Dan akhirnya Krist tidak bisa menyelamatkan hubungan mereka.
Sejak saat itu Krist berjanji tidak akan menjalin hubungan dengan seseorang yang memiliki profesi sama dengannya.
Mengetahui hal itu Singto pun menahan diri tidak mengungkapkan perasaan khususnya terhadap Krist. Dia meyakini sikap Krist terhadapnya selama ini hanya untuk menyenangkan para penggemarnya. Krist hanya menganggapnya sebagai sahabat sekaligus senior dari kampus yang sama.
Tapi lihat, apa yang terjadi sekarang?
Kenapa tiba-tiba Krist mengungkapkan kalau dia memiliki perasaan khusus terhadapnya. Setelah sekian tahun mereka bersama, kenapa sekarang?
Di saat Singto menyerah untuk menyatakan perasaannya. Di saat dia mulai fokus pada karir dan mimpinya. Kenapa sekarang Kit? pertanyaan yang Singto ingin dengar jawabannya langsung dari Krist tidak ketika dia dalam keadaan mabuk.
Setelah beberapa saat Singto menemukan kembali ritme nafasnya yang sempat tertahan. Susah payah dia mengatur nafasnya kembali normal. Pengakuan Krist yang diluar dugaan membuatnya terdiam tanpa bisa berkata-kata.
"Kit, kita harus bicara. Tapi tidak bisa lewat telepon. Aku ingin kita bertemu langsung," katanya, tapi Krist diam tidak menjawab apa-apa. "Kit, kamu masih disana?" terdengar suara nafas teratur yang menandakan Krist sudah terlelap. Singto menutup telepon.
Sebenarnya sekarang bukan waktunya gundah masalah hatinya. Saat ini Singto disibukkan dengan pekerjaan dan tugas kuliah karena mendekati ujian semester. Bahkan untuk waktu tidur saja dia harus curi-curi kesempatan. Jeda jam kuliah dia gunakan untuk tidur.
Teman-teman sekampusnya sudah terbiasa dengan kebiasaan Singto tidur dimana saja. Mereka merasa kasihan, karenanya tidak pernah protes ataupun menuntut macam-macam terhadapnya. Membiarkan dia tidur tenang sekaligus melindungi privasinya dari kamera-kamera yang selalu mengikuti kemanapun dia pergi.
Telepon Krist yang tidak diduga telah membuyarkan konsentrasinya. Padahal tugas yang dia kerjakan sekarang harus segera diselesaikan atau dia tidak akan mendapatkan nilai. Dia masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
Benarkah Krist punya perasaan khusus terhadapnya? Sejak kapan Krist menyukainya? Apakah perasaan suka itu sama dengan apa yang dia rasakan? Apakah itu berarti perasaannya berbalas? Beribu pertanyaan berkelebat di kepalanya menginginkan jawaban pasti.
Tapi Singto takut. Takut ini semua hanya mimpi. Hanya harapan yang tak pernah terwujud. Hanya gurauan seperti biasa yang sering dilontarkan Krist.
Malam ini sepertinya Singto tidak bisa tidur lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK LAYAR [END]
Fiksi PenggemarPernahkan kalian merasa, hubungan yang tampak di luar bisa jadi memang apa adanya. Tanpa ada bumbu pemanis tambahan lainnya. Tulus dari hati pemiliknya. Tapi bagaimana jika orang yang dituju malah tidak menyadarinya sama sekali? bahkan ketika orang...