Chapter 4

1K 202 24
                                    

Ayo votes dan comments biar aku semangat!^^

.

.

.

Begitu jemari lentiknya terpatri, udara hingar tercekat pada rumpangnya sorai.

Merajuk diantara kejora yang berkedip dengan getar panik yang tersisip.

Pada akhirnya cinta berakhir sunyi, ditemani lumpuhnya hati.

Bukan takdirpun bukan maut yang menyingkir.

Hanya sepercik curiga, disusul oleh rasa dahaga yang bermuara pada lara.

Jika saja kemarin aku membawa diri, mampukah kau berdiri disisi?

.

.

.

Namjoon terduduk dengan tegak.

Jantungnya berpacu dengan sangat cepat, peluhnya mengalir dari pelipisnya, bibirnya terasa begitu kering karena shock yang baru saja ia alami.

Kedua mata Namjoon menyipit begitu ia menerima sinar matahari yang begitu terang dari luar jendela kamarnya.

Namjoon kembali.

"Kau bisa menjaganya malam ini?"

Namjoon mengernyit, ia samar-samar mendengar suara Jimin dari luar kamarnya.

"Ya. Asalkan kau tidak memberiku terlalu banyak pekerjaan. Kau bisa menyerahkannya pada sekretaris magang itu"

Namjoon perlahan membuka pintu kamarnya, kakinya terasa sedikit nyeri—mungkin karena raganya telah berbaring terlalu lama.

Namjoon meraih ponselnya di meja, memeriksa waktu dan tanggalnya.

19 Mei 2018.

Terakhir kali saat sadar, Namjoon yakin bahwa ia meninggalkan dunianya pada tanggal 13 Mei 2018. Sudah berapa hari...?

Namjoon melangkah perlahan kearah kedua sahabatnya, sontak Jimin dan Hoseok terbatuk-batuk, memuntahkan ramyeon-nya dengan mata yang terbelalak kaget.

"Namjoon?!"

Hoseok menghambur kearah Namjoon, memeluknya, disusul oleh Jimin yang ikut memeluk Namjoon di samping kirinya.

"Kau tahu ini tanggal berapa?!" bentak Jimin.

Namjoon terkekeh, lalu menepuk bahu keduanya, "Aku tahu. Maafkan aku karena telah membuat kalian khawatir"

Hoseok melepas pelukannya, lantas memandang Namjoon sembari meringis tak suka, "Kau tahu aku dan Jimin harus mengatur waktu demi menjagamu? Pekerjaanku semakin banyak dan jadwal Jimin semakin padat, aku sudah seharusnya berada disisi Jimin. Tapi demi kau, aku bahkan menjadi sekretaris cadangan"

"Er—" Namjoon memandang Hoseok kikuk, "Maaf. Aku tidak bisa kembali sesukaku. Kali ini saja, ruhku menuntunku kembali tanpa aba-aba. Aku masih tidak mengerti bagaimana cara kerjanya"

"Tak apa," Jimin menyergah, "Bagaimana keadaanmu disana? Semua baik-baik saja? Apakah ada sesuatu yang mengganjal?"

Memori Namjoon melayang pada sosok pria dengan mata indah yang terkurung di bawah tanah tersebut.

UtopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang