7 - Change The Role

351 42 3
                                    

Nara berlari tergesa-gesa begitu turun dari angkutan umum. Ia segera masuk ke IGD bersama kedua adiknya. Teringat kembali kejadian saat ibunya kecelakaan dan masuk IGD juga. Pikirannya langsung meradang membayangkan yang tidak-tidak.

"Pak, aku cari pasien namanya Mba Saira yang baru kecelakaan ditabrak mobil," ujar Nara dengan napas tersengal-sengal. Ia bertanya pada petugas IGD.

"Mba siapanya?" tanya pria itu.

"Aku temannya, Pak."

"Bukan saudaranya?"

"Keluarganya di luar kota, Pak. Dia tinggal di rumahku. Cepat Pak, kasihan dia!" jawab Nara buru-buru. Berharap pria itu cepat memberitahu keberadaan Saira tanpa banyak prosedur.

"Pasien itu ada di sana, di ranjang paling ujung, Mba." Akhirnya pria itu memberitahu juga.

"Makasih, Pak," ucap Nara cepat.

Ia melangkah tergesa-gesa sambil menggandeng Kinan. Dimas mengekor di belakangnya. Begitu sampai di ujung ranjang nampaklah seorang pasien wanita yang sedang terbaring. Ada banyak bekas luka di dahi, tangan dan kakinya. Mata Nara langsung tertuju pada tangan kanan Saira yang terlilit perban, digantung oleh tali penyangga di lehernya. Sepertinya tangan itu yang paling parah lukanya.

"Mba Saira! Gimana keadaannya, Mba?" seru Nara cemas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mba Saira! Gimana keadaannya, Mba?" seru Nara cemas. Ia mendekati wanita muda itu yang masih terlihat lemas.

"Nara?!" Ia terkejut melihat kehadirannya. "Alhamdulillah gak terlalu parah. Cuma tangan kananku kata dokter ada yg geser."

"Mba Saira kenapa bisa begini?" tanya Kinan juga. Ia mengelus-ngelus kakinya yang pada lecet dan ada beberapa titik yang diperban.

"Mba Saira lagi meleng aja. Main nyebrang gak lihat kanan kiri dulu. Nanti Kinan kalau menyebrang lihat kanan kiri dulu ya. Jangan kayak Mba. Jadinya ketabrak mobil deh," jawabnya sedih.

"Terus orang yang nabrak Mba gimana? Tanggung jawab enggak?" tanya Nara khawatir. Ia teringat kasus ibunya yang juga jadi korban laka lantas tapi pengemudinya tak tanggung jawab.

"Itu orangnya juga masuk IGD yang sama denganku. Di sebelah sana. Tapi dia gak parah. Alhamdulillah dia mau bayarin biayaku, Ra," terangnya.

"Syukurlah kalau gitu." Nara merasa lega. Sudah terbayang butuh biaya tidak sedikit jika harus ditanggung sendiri. Kecuali mengajukan klaim asuransi Jasa Raharja. Tapi prosesnya agak sedikit rumit.

Saat itu ibunya jadi korban kecelakaan, Nara tak pegang uang banyak. Hanya ada gajinya sebulan dan pesangon yang tak seberapa karena habis dipecat. Saat menerima tagihan rumah sakit, ia setengah mati kebingungan. Tagihannya ternyata besar. Dengan uang ditangannya pun masih kurang. Mau pinjam uang tak tahu pada siapa. Saudaranya jauh. Bahkan tetangganya sendiri rata-rata bukan tergolong orang mampu. Sampai akhirnya Nara terpaksa meminjam uang pada lintah darat. Tak terbayang saat itu resikonya dengan bunga yang mencekik. Yang penting bisa menebus jenazah ibunya dan memakamkannya dengan layak. Ditambah lagi Nara sama sekali tak mengerti pula dengan asuransi itu.

Belenggu Kinara [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang