1

2K 144 29
                                    

Bertemu lagi dengn author setelah beberap abad lamanya :v

Yang kangen keluarga Kim mana suaranya??

Jangan lupa vote dan komen

Happy reading

Sayang readers

Typo bertebaran

###################################

Keluarga Kim tersebut saat ini berada di ruang tamu. Jin tengah duduk di sofa bersama Hana yang tengah berusaha melepaskan tangan Jin yang masih menempel kuat dengan telinganya.

Hana tidak menyangka Jina, anaknya seajaib ini. Omong-omong tentang Jina, gadis kecil duplikat Jin dan Hana itu berdiri tepat di depan orang tuanya sambil mengangkat kedua tangannya. Sesekali tubuh gadis kecil itu bergerak menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjatuh. Raut wajah Jina tampak menyesal karena sudah jail pada appanya dan berakhir dihukum seperti ini.

"Appa, boleh Jina tulunkan kedua tangan Jina? Tangan Jina lelah" Tanya Jina menampakkan raut wajah melasnya pada Jin.

"Tidak boleh, Jina harus seperti itu sampai tangan appa terlepas" ucap Jin tegas.

"Sudahlah oppa, kasian Jina" bujuk Hana sambil mengusap tangan dan telinga Jin dengan handuk yang sudah dibasahi dengan air hangat.

"Tidak bisa, Hana. Sesekali Jina harus kasih pelajaran agar tidak jail seperti ini lagi" ucap Jin tegas dan Hana tidak bisa menyanggahnya. Hana hanya hisa menatap anaknya prihatin.

Sementara Jina hanya diam menunduk dengan bibir cemburut dan mata berkaca-kaca.

"Hana, apa tanganku bisa terlepas?" Tanya Jin.

"Aku tidak tau oppa, tapi semoga saja bisa terlepas" ringis Hana tak yakin. Dan Jina yang mendengar perkataan Hana semakin menunduk dan tak lama bahu Jina bergetar.

"Hiks… hiks…" Jin dan Hana mendengar suara tangis, seketika sepasang suami istri itu menoleh kearah suara tangis itu berasal.

"Eoh, Jina kenapa menangis?" Tanya Hana khawatir segera menghampiri Jina

"Hiks… tangan… hiks… tangan" tangis Jina mengeras dengan kedua tangan masih terangkat.

"Kenapa? Tangan Jina sakit??" Tanya Hana semakin khawatir dan Jin pun ikut khawatir.

"Aniyo… hiks" tangis Jina menggelengkan kepalanya.

"Terus kenapa sayang?" Tanya Hana lembut.

"Tangan appa hiks… tangan appa hiks… tidak bisa terlepas huaaaaa"

"Nanti bagaimana appa bekelja hiks… appa nanti tidak punya uang hiks… appa tidak bisa membelikan Jina mainan lagi huaaa… appa akan jatuh miskin huaaaa" tangis Jina polos dan dua orang dewasa itu hanya menepuk jidatnya karena kepolosan anaknya ini

" terus appa tidak bisa  menggendong Jina lagi huaaa" jerit Jina menangis.

"Sayang… anak appa" ucap Jin turun dari sofa mendekat Jina lalu menggendong Jina.

"Lihat appa bisa menggendong Jina kan?" Ucap Jin lembut mengangkat Jina tinggi.

"Tangan appa hiks… sudah tidak menempel lagi?" Tanya Jina sesenggukan.

"Tidak, lihat? Tangan appa sudah terlepas" ucap Jin melambaikan tangannya yang tadinya menempel.

"Appa masih bisa bekerja dan appa punya banyak uang jadi jangan khawatir kehabisan uang" ucap Jin dan Hana hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan suaminya ini.

"Jangan menangis lagi" ucap Jin lembut mengusap pipi mungil putrinya.

"Miane appa… Jina tidak akan mengulanginya lagi" ucap Jina pelan menatap Jin dengan hidung memerah yang tampak menggemaskan di mata Jin. Semarahnya Jin pada putri kecilnya ini pasti akan luluh jika Jina semenggemaskan ini.

"Janji?" Ucap Jin mengangkat jari kelingkingnya.

"Janji" ucap Jina polos menautkan jari klingking mungilnya di jari klingking besar milik Jin.

"Aigoo, putri appa" ucap Jin memeluk Jina dalam gendongannya. Sementara Hana tersenyum bahagia melihat kasih sayang suami dan anaknya itu. Setelah itu Hana kembali ke dapur untuk melanjutkan masaknya yang tertunda.

"Tangan Jina sakit tidak?" Tanya Jin sedikit khawatir karena Jin menghukum Jina terlalu lama.

"Tidak" geleng Jina.

"Tapi sedikit pegal" ucap Jina polos.

"Akhh, kenapa Jina sangat lucu. Anak siapa sih" ucap Jin gemas.

"Anak eomma" balas Jina tersenyum menampilkan gigi kecilnya.

"Bukan anak appa?" Tanya Jin cemberut.

"Bukan, Jina anak worldwide handsome" kekeh Jina.

"Kau pintar memuji" ucap Jin mengecup pipi Jina gemas.

"Belikan Jina es klim" ucap Jina.

"Ah, ternyata ada maunya" ucap Jin tersenyum miris.

"Ayolah, Jina ingin es klim stlobelly yang ada di kedai depan tempat ayah bekelja" ucap Jina dengan mata berharap dan Jin pun tidak bisa menolak.

"Baiklah tapi Jina gosok gigi dan mandi dulu, baru setelah itu kita pergi beli es krim" ucap Jin dan diangguki antusias oleh Jina. Jina segera turun dari pangkuan Jin dan pergi ke arah kamar mandi.

Setelah Jina pergi, Jin menghampiri Hana yang tengah sibuk dengan penggorengan.

"Masak apa?" Tanya Jin memeluk Hana dari belakang menumpuh kepalanya di bahu Hana.

"Oppa aku tidak bisa memasak jika kau terus memelukku" ucap Hana berusaha melepaskan tangan yang melingkar sempurna diperutnya.

"Aku tidak melakukan apa-apa, Hana. Dan tanganmu yang memasak bukan tubuhmu" kekeh Jin sesekali mengecupi leher Hana hingga Hana meremang.

"O-oppa hentikan" ucap Hana.

"Jina terlihat kesepian tidak punya teman bermain, Hana" ucap Jin yang tersimpan sebuah kode.

"Jina masih kecil oppa" ucap Hana mengerti arah pembicaraan Jin.

"Memangnya kenapa? Jina sudah dua tahun. Kita bisa memberikan adik untuk Jina" ucap Jin sambil melancarkan aksinya.

"Tapi" ucap Hana terpotong.

Jin mematikan kompor dan segera membalik tubuh Hana agar menghadapnya. Dan detik itu juga.

"Hmmpp…." Jin mencium bibir Hana dan melumat habis bibir Hana.

"Oppa ada Jina" ucap Hana saat ciuman meraka terlepas.

"Jina sedang mandi, Hana. Jina tidak akan melihatnya" ucap Jin nafas berderu dan tatapan tidak pernah lepas dari bibir Hana.

Saat Jin ingin mencium Hana lagi…

"Eomma!! Jina ingin mandi! Jina ingin cepat beli es klim belsama appa" teriak Jina dari arah kamar mandi.

"Anakmu memanggil oppa" kekeh Hana lalu mendorong pelan tubuh Jin menjauh.

"Eomma datang sayang!!"

Jin menatap kepergian Hana dengn tatapan sulit diartikan. Jin hampir lupa jika Jina masih dua tahun dan tidak bisa mandi sendiri.

"Gagal sudah membuat tim kesebelasan" ucap Jin menghelah nafas pasrah dan melanjutkan masakan Hana tadi.

###################################

Pendek ya :)

See you next part

Kim Seokjin familyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang