4. Hawa Dingin

8 2 0
                                    

Aya POV

Beberapa hari ini persahabatan aku dan Saka terasa dingin. Setelah kami meminta maaf pada hari itu Saka tak banyak bicara denganku begitupun aku yang tidak ingin memulai percakapan duluan. Kami saling berbicara hanya ketika ada tugas kelompok yang mengharuskan kita satu kelompok, pagi ini pun sama aku hanya fokus dengan buku latihan soal UTBK. Sedangkan Saka hanya memainkan ponselnya sambil menutup telinganya dengan headset.

Brrraakkk

Gebrakan itu membuat aku mencoret buku yang sedang aku baca dan membuat Saka melemparkan ponsel yang sedang dipegangnya, untung saja tidak sampai terjatuh kelantai.

"Naon sih maneh do" Saka terlihat sedikit emosi memandang Aldo, ketua kelasku yang tersenyum manis di depan meja kami. Wajahnya seolah ia tidak pernah melakukan dosa padahal ia telah mengagetkan aku dan Saka yang sedang fokus dengan kegiatan masing-masing. Di Bandung memang sudah biasa kami berbicara dengan bahasa Sunda bahkan terkadang sedikit kasar ketika berbicara dengan teman sebaya terutama para laki laki seperti Saka saat ini yang bicara pada Aldo 'apa sih kamu do'

"Kalian kenapa sih, ko tumben beberapa hari ini diem dieman biasanya berisik kaya Tom and Jerry" Aldo sepertinya merasakan hawa dingin antara aku dan Saka, jelas saja dia duduk tepat dibelakang bangku ku dan Saka, paling tidak ia melihat kami yang hanya diam tidak banyak bicara.

"Lagi ada masalah rumah tangga meureun do" Sindir Rifa teman sekelasku yang duduk di bangku belakang paling pojok.

"Iya si Aldo mah ikut campur urusan rumah tangga orang lain aja" timpal Tio, teman sekelas ku juga. Tubuhnya sedikit gempal dan suaranya pun kadang tidak bisa dikendalikan.

"Bener lagi ada masalah rumah tangga?" Aldo bahkan dengan polosnya bertanya seperti itu. Aku dan Saka saling pandang untuk beberapa saat. Untuk apa juga Aldo bertanya seperti itu, apa hawa dingin kami terasa sampai satu kelas. Sikapku dan Saka mungkin terlalu kentara perbedaannya.

"Biasanya kalian romantis lebih dari orang pacaran" Aldo melanjutkan omongannya yang makin melantur, tadi katanya seperti tom and Jerry sekarang berganti.

Aku dan Saka hanya menggelengkan kepala, tidak ingin bicara apapun. Benar juga rasanya sudah 3 hari kita tidak saling berbicara. Tidak tau juga apa alasan kita tidak saling berbicara. Padahal lusa pertandingan Persib dan Bali united, bukannya Saka sudah berjanji untuk mengajakku menonton di stadion. Apa Saka lupa dengan janjinya?

Selama memikirkan apa alasan untuk aku tidak berbicara dengan Saka, selama itu pula aku tidak fokus dengan materi matematika yang disampaikan oleh Pak Jaka. Hingga jam pelajaran usai, aku masih belum tau apa alasanku dan Saka tak saling berbicara.

"Aya, bisa saya minta bantuanmu?" Aku yang sedang memasukkan buku buku ke dalam tasku pun berhenti ketika Pak Jaka berbicara.

"Apa yang harus saya bantu pak?"

"Saya ingin kamu membantu menjelaskan materi matematika untuk olimpiade bulan depan pada Citra, soalnya hari ini saya ada rapat dengan guru guru yang lain. Bagaimana apa bisa?" Aku mengangguk menyetujuinya, mana mungkin aku menolak Pak Jaka.

Bagiku Pak Jaka sangat berjasa. Guru matematika yang dimiliki sekolahku itu sangat membantu ku untuk mempelajari matematika lebih dalam. Bahkan sampai aku bisa memenangkan olimpiade matematika tingkat provinsi mewakili Jawa Barat. Beliau juga salah satu guru muda di sekolahku, selain otaknya yang cerdas ia juga memiliki wajah yang tampan dengan penampilan yang menarik. Tak jarang ia digoda oleh remaja wanita puber yang dididiknya.

"Tidak usah terlalu lama juga jika kamu ada keperluan Ya."

"Tidak ko pak, saya tidak ada keperluan setelah pulang sekolah" keperluan apa yang akan aku lakukan setelah pulang sekolah, paling hanya menyibukkan diri belajar materi materi ujian lagi pula tadi pagi aku sudah belajar lumayan banyak materi materi itu. Dan tidak ada jadwal pertandingan bola hari ini jadi aku tidak sibuk.

Miracle In FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang