00.02 DRAMA

43 11 1
                                    

"Tak selamanya yang nampak mata
adalah fakta."

____________

Ini adalah hari minggu. Hari yang akan sangat panjang jika ku habiskan di rumah dan mendengar banyak kalimat yang akan membuat telingaku sakit dari Ayah dan Ibu. Itu sebabnya lebih baik pergi ke toko buku favoritku.

Toko buku ini menyediakan tempat untuk membaca layaknya perpustakaan. Pengunjung atau pembeli tidak boleh mengeluarkan banyak suara. Sebuah tempat yang pas untuk menenangkan pikiran dengan membaca novel.

"Boleh aku duduk di sini?" seorang lelaki meminta izin duduk di bangku sebelahku dengan suara pelan. Ku lihat sekeliling nampaknya semua bangku sudah penuh, kecuali bangku di sebelahku. Akupun mengangguk sebagai respon. "Terimakasih," lanjutnya.

Kulirik arloji yang melingkar di pergelangan tanganku. Sudah pukul dua belas siang. Aku mulai lapar. Sepertinya sudahi dulu kegiatanku di tempat ini dan mencari makanan untuk mengisi perut.

Tak berapa lama, aku sudah berada di sini. Di sebuah cafe di dalam Mall. Ya, tentu saja sendirian. Aku tidak memiliki teman untuk di ajak melakukan hal-hal menyenangkan di hari libur.

Mengingat kata teman aku dulu pernah memiliki seorang teman. Dia tinggal di panti asuhan dekat rumah lamaku.

Tunggu ... Kenapa aku tidak pergi ke panti untuk sekedar melihatnya? Setelah kepindahan keluarga kami, aku tidak pernah lagi mengunjunginya. Ini sudah sembilan tahun.

Baiklah! Kuputuskan untuk pergi ke panti hari ini. Lagi pula pulang ke rumah pun aku tidak ada hasrat.

Sekitar setengah jam perjalanan, kini aku telah sampai di tempat yang menjadi tujuanku.

Panti Asuhan Muara Kasih. Terpapar tulisan yang jelas di atas gerbang bangunan di hadapanku sekarang. Ku parkirkan motorku di halaman rumah bagi anak-anak hebat ini. Saat turun, aku langsung di serbu oleh mereka. Sebelum datang kemari aku menyempatkan diri membeli mainan. Aku tahu mereka akan menyukainya.

Kemudian akupun masuk ke dalam dan menemui Bu Imah, pengurus sekaligus pemilik panti.

"Nanta sudah di adopsi, Nak Nahza." Kalimat ini membuatku kecewa saat aku menanyakan keberadaan Nanta, teman masa kecilku.

Namun beberapa saat kemudian aku mendengar hal yang cukup membuat sudut bibirku terangkat. "Akhir-akhir ini Nanta sering berkunjung ke panti di hari libur. Tadi dia juga ke sini, tapi sudah pulang."



****

Aku membayangkan minggu depan saat bertemu dengan Nanta. Bagaimana lelaki itu sekarang? Apa dia tampan? Apa dia menjadi anak yang baik di sekolahnya atau malah menjadi Badboy? Ah, kurasa dia akan menjadi anak yang baik. Nanta adalah anak yang ceria dan sangat lembut.

"Nahza .... " Ibu memanggil namaku dari balik pintu kamar sembari mengetuknya.

"Ada apa?" tanyaku.

"Tetangga baru kita datang bertamu. Turun dan ikut mengobrol sebagai tetangga yang baik," jawab Ibu padaku.

Aku mengehembuskan nafas kasar, "iya-iya, aku akan segera turun."

LINE OF DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang