Long Island, New York, 2013
Orang terlihat berbeda disini. Berbeda dari orang-orang di Bali, tapi mereka semua terlihat sama. Aku sangat kesusahan untuk membedakan mereka. Dulu aku sering berpikir kalau orang asing, seperti Robert, memiliki penampilan yang sangat mencolok. Robert memiliki fitur-fitur tajam yang sangat menarik perhatian sehingga mudah dikenali bahkan di tengah keramaian. Bagaimana tidak? Robert memiliki tubuh yang tinggi besar seperti raksasa. Ditambah lagi ia memiliki rambut pirang yang mencolok dan kulit kemerah-merahan ketika terkena matahari.
Tapi di sini, aku sudah beberapa kali salah mengenali laki-laki berambut pirang sebagai Robert. Mereka terlihat benar-benar sama. Dan entah kenapa Robert terlihat terhibur.
"Kok bisa keliru? Kan terlihat sangat berbeda. Nggak semua orang Asia itu terlihat sama, kan?"
Katanya sarkastis sambil tertawa geli. Dulu aku kerap mengejeknya karena Robert selalu aja kesulitan mengenali wajah orang di Indonesia. Sekarang dia mengulang kata-kataku sendiri. Sialan, benar-benar senjata makan tuan.
"Iya... terserah...."
"Hahaha... tenang saja Kinan. Jangan terlalu khawatir. Kamu pasti akan terbiasa di sini dengan cepat."
Robert menuturkan setiap kata dengan keras dan jelas. Sepertinya dia mau memastikan aku mengerti setiap kata yang ia ucapkan. Bukannya aku tidak mengerti Bahasa Inggris. Aku mengerti Bahasa Inggris, Aku bisa membaca teks dalam Bahasa Inggris tanpa masalah. Grammar-ku juga tergolong bagus. Biar terlihat bodoh begini, nilai-nilai Bahasa Inggrisku di sekolahku yang dulu di Bali cukup baik. Hanya saja tidak mudah untuk mengenali kata-kata yang diucapkan orang-orang di sini.
Orang-orang di sini tidak hanya terlihat seperti raksasa. Mereka juga berbicara dengan cara yang lucu. Mereka seperti menggabungkan semua kata dan berbicara seperti lupa bernafas. Sangat mirip dengan lagu Rap yang sering aku dengar.
Aku benci ketika aku harus terus berkata "Maaf, aku tidak mengertimu. Bisakah kamu berbicara lebih pelan sedikit?" Setiap kali aku berbicara dengan seseorang selain Robert.
Dan itu bukan bagian terburuknya. Hal yang lebih kubenci adalah ketika orang melihatku dengan tatapan kasihan, kemudian mereka membungkuk dan mulai berbicara sangat pelan dan keras.
Seperti "OH. MAAF. AKU. PIKIR. KAMU. BISA. BERBAHASA. INGGRIS. JADI. APA. YANG. KAMU. BUTUHKAN?" Seolah-olah aku tuli atau memiliki keterbelakangan mental.
Lucu bagaimana orang Amerika berasumsi kalau orang yang tidak mengerti American English juga tuli, atau bodoh. Sebenarnya, mungkin mereka hanya mencoba membantu, hanya saja aku terlalu mudah tersinggung.
Karena itu, Ni Made memutuskan untuk membuatku mengambil cuti di tahun ajaranku. Ni Made mendaftarkanku ke Amlotus ESL Academy, sebuah institusi Bahasa Inggris bagi penutur asing. Ia tidak ingin aku kesusahan di sekolah atau mungkin di bully ketika masuk sekolah nanti.
Aku tidak akan pernah bisa membalas kebaikan Ni Made. Karena Di Amlotus ESL Academy, aku tidak hanya belajar berbahasa Inggris, tapi juga belajar tentang hidup. Di sana juga bertemu dengan teman-temanku yang baru. Orang-orang asing yang membuat hari-hariku lebih berwarna di negeri yang asing ini.
***
Ini adalah hari pertamaku di Amlotus ESL Academy. Ni Made mengatarkanku ke pintu gerbang akademi bersama dengan Robert. Mereka terlihat senang dan gugup pada saat yang bersamaan. Aku tidak tahu kenapa. Maksudku, ini adalah hari pertama-KU kalau ada orang yang perlu merasa gugup, akulah orangnya.
"Dayu... lihatlah, kamu tumbuh dengan sangat cepat." Ni Made hampir saja menangis karena bahagia. Ni Made selalu berusaha berbicara dalam Bahasa Inggris denganku jika ada Robert. Ni Made bilang, tidak baik berbicara dalam Bahasa yang orang tidak mengerti. Sama saja dengan mengucilkan orang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Familiar Pain (Indonesia)
RomansaWARNING: 21+ (ADULT CONTENT: Secara rutin menyinggung Kekerasan dan adegan panas, yang tidak di anjurkan untuk pembaca di bawah umur.) "Apa aku harus merusakmu, supaya kamu tidak bisa lari lagi?" - Alex "Kamu mengirimkan aku ke neraka, dan aku menye...