Chapter 13

7.9K 599 27
                                    

Matanya terbelalak, jantungnya berdegup kencang, tungkai kakinya lemas.

Elvin menyadari orang didepannya adalah Alvaro.

Kakinya perlahan mundur, kepalanya tertunduk, badannya bergetar.

Dengan perlahan ia menjauh, namun terlambat. Lengannya lebih dulu ditangkap oleh Alvaro, membuatnya tertarik kembali ke arahnya.

Alvaro memeluk Elvin dengan sangat erat.

Elvin bergetar ketakutan dengan air mata yg mulai mengalir. Ia pikir pelukan erat alvaro dikarenakan kemarahan alvaro padanya, namun karena didepan umum alvaro memilih meremas kuat Elvin untuk petunjuk peringatan tak membantah.

Padahal pelukan itu murni pelukan rindu dari Alvaro. Elvin tak tau bahwasanya wajah pria diatasnya itu dipenuhi air mata kerinduan yg mendalam.

"Begini caramu ber-terimakasih ?" Bisiknya tajam tepat di telinga Elvin setelah menenangkan degub jantung dan suaranya.

Suara intimidasi alvaro mampu membuat pikiran Elvin melayang ke masa lalu.

Perlahan air matanya mengalir lebih deras, dengan badan yg bergetar ketakutan.

Alvaro, lagi lagi ego yg menguasainya.

"Ikut aku." Kata Alvaro sambil menarik paksa lengan Elvin menuju parkiran mobilnya.

Setelah sampai, ia memaksa Elvin untuk masuk kedalam mobil.

Elvin tak mampu berbuat apa-apa dia hanya menunduk sambil menahan tangis ketakutannya, memeluk perut buncitnya merapalkan do'a.

Alvaro melihat itu semua. Tapi ia tak mau perduli, ia akan melakukan apapun agar Elvin tetap Disampingnya walau dengan pemaksaan.

Ia menyalakan mobil dan menuju apartemennya.

Dalam kediaman di antara mereka, Alvaro mengambil kesempatan untuk melirik Elvin.

Hal pertama yg ia lihat adalah bahu kecilnya, bahu yg dulu sering ia cengkram kuat lantaran hanya masalah kecil.

Tes...

Hal kedua yg ia lihat ialah tangan mungilnya, tangan yang dulu sering ia injak lantaran hanya kesalahan sepele.

Tes...

Hal ketiga yang ia lihat adalah kaki kecilnya, kaki yang dulu sering ia tendang dan pukul hanyaaa karena masalah kecil.

Tes...

Hal terkhir yg ia lihat ialah wajah manis miliknya, wajah yg selalu ia tampar hanya kesalahan kecil.
Wajah yang selalu ia pukul hanya karena badmood.
Wajah yg selalu memohon ampun.
Wajah yg setiap pagi pasti ada luka baru ataupun lebam dan bengkak karena menangis.

Tes...tes...tes...

Airmata tak dapat ia tahan setelah mengingat semua perlakuannya.

Ia gigit bibir bawahnya hingga berdarah agar tak mengeluarkan suara isaknya.

Mengambil kaca mata agar menutup matanya dengan mengambil kesempatan untuk mengelap air matanya hingga tak tersisa walau masih terus ingin keluar.

"Mati pun aku tak akan pernah bisa membayar sakitnya."

-

-

-

-

-

-

-

-

regret (always at the end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang