Penantian 18

489 46 35
                                    

Penglihatannya terlihat kabur oleh airmata tanpa disadari. Greta tak mau mengedipkan matanya takut seolah ini hanya sebuah ilusi. Wolfram membalikan tubuhnya. Pancaran mata Greta terlihat  jelas didepannya, antara putus asa, ketakutan, dan kerinduan. Dia seolah tersadar oleh sebuah pelukan hangat yang membuatnya tersadar dari lamunannya sesaat.

"Wolfram... benarkah ini kau?" Mulut Wolfram terasa membeku seolah semua kata yang akan keluar tersangkut di tenggorokannya.

"Kumohon katakan sesuatu... aku merindukanmu... Chichiue..." Dia membelalakan matanya tak percaya. Dirinya tak pernah dipanggil seperti itu dari dulu.

Wolfram membalas pelukan Greta, meski agak kaku. Tangan Wolfram mengelus punggung Greta dengan lembut. Seolah memberikan perasaan yang menenangkan.

Greta semakin terisak dengan keras mendapat balasan pelukan yang diimpikannya sejak lama. Dan tepat didepannya saat ini nyata bahwa Wolfram bukanlah ilusinya.

Kelopak mata Wolfram menutup perlahan "Greta... maafkan aku..." Wolfram memukul titik kesadaran Greta. Meski hatinya terasa sakit, Dia harus tetap melakukannya.

"Wol...fram..." lirih Greta, dia segera tak sadarkan diri. Wolfram segera membawa putrinya kembali ke tempat tidur.

"Greta maafkan aku. Ini bukan saatnya kau tahu keberadaanku. Kuharap kau menganggap semua ini mimpi. Aku selalu menyayangimu putri kecilku." Wolfram mengecup punggung tangan putrinya begitu lembut. Wolfram segera pergi meninggalkan sosok yang terlelap dalam mimpi indahnya.

Entah itu kebetulan atau tidak sengaja setetes airmata jatuh dari kelopak matanya yang tertutup. Seakan Greta mendapati Wolfram pergi dari mimpinya.

Terdengar banyak derap langkah kaki berada dilorong. Mereka segera menemukan Greta yang tertidur lelap.

Raut wajah Yuuri terlihat cemas. Bajunya juga tampak berantakan. Dia mencoba membangunkan putrinya. Perlahan kelopak mata Greta terbuka memperlihatkan mata kecoklatannya yang indah. Mata Greta terlihat sembab seperti baru saja menangis.

"Greta apa yang terjadi padamu?" Yuuri menatap putrinya khawatir.

Greta segera menghamburkan dirinya dalam pelukan ayahnya. Tiba-tiba Greta menangis dengan keras. Yuuri segera memeluk putrinya dan mengatakan berulang kali bahwa semua baik-baik saja. Dia juga menjelaskan mengapa semua orang berada didalam kamarnya. Karena Yuuri, Conrad, Gwendal, dan Gunter merasakan sekelompok bayangan muncul didalam kamar putrinya.

Greta menjelaskan semuanya. "Aku memang bertarung dari mereka, tapi tiba-tiba saja aku diselamatkan seseorang dan tak sadarkan diri."

"Apa kau tahu siapa yang menyelamatkanmu ?" Tanya Conrad penasaran.

"Aku... tidak tahu karena waktu itu aku sudah tak sadarkan diri." Yuuri memang tidak tahu bahwa Greta berbohong padanya, hanya saja Conrad merasa Greta mencoba menyembunyikan sesuatu dari mereka semua. Dirinya tak bisa memaksa kehendak Greta. Akhirnya semua orang meninggalkan kamar sang putri. Kini yang ada hanyalah Yuuri, Conrad, Gwendal, dan Gunter.

" Aku akan tetap berada disini sampai kau tidur. Dan kalian bisa kembali." Kata Yuuri pada mereka yang berada dalam kamar.

"Baiklah, Heika jika terjadi sesuatu panggil kami. Kami permisi." Selepas itu mereka meninggalkan kamar satu persatu.

"Kau selalu membawa bros itu bersamamu?" Tanya Yuuri penasaran.

"Ya, bros ini dari orang yang berharga. Aku selalu membawanya kemanapun. " Tetesan airmata perlahan membasahi bros yang berada tepat dalam genggaman Greta.

"Apa itu dari... Wolfram?" Nama itu seakan membawa kembali kenangan pahit bagi mereka berdua. Greta hanya mengangguk sebagai jawaban.

Yuuri membawa Greta kedalam pelukannya. Tapi Yuuri tidak mengetahui bahwa Greta menangis bahagia karena dia benar-benar bertemu orang yang dirindukannya.

'Wolfram, aku akan menemukanmu. Tunggu aku Chichiue.'

*

*

*

Wolfram dibuat terkejut dengan kehadiran Murata yang saat ini berada di dalam kamarnya.

"Apa kau sudah bertemu anakmu?"

"Em, tapi dari mana musuh itu berdatangan?"

"Sepertinya ini juga berkaitan dengan  masa lalumu."

"Maksudmu sisa dari jantung ini?"

"Ya, tapi sepertinya bukan itu saja. Lagipula kita masih menyelidikinya. Yang terpenting kau harus menyiapkan hatimu." Sorot mata Murata terlihat misterius

"Apa maksudmu?" Tanya Wolfram curiga. Murata hanya bisa menepuk pundak sahabatnya dan pergi meninggalkan teka-teki Wolfram yang penuh kebingungan.





Maaf baru bisa update sekarang..😅

PenantianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang