2. MENUNTUT TAWA

173 9 2
                                    

"Jika kamu tak bisa tertawa berulang untuk lelucon yang sama, Lalu mengapa kamu harus menangis berulang untuk masalah yang sama pula?"
_Tanda tanya_

" Iya Hilal BRISIK!!! ."

Renjana berteriak, ia tengah sibuk menggoreng tempe berbalut tepung untuk hilal, tapi yang dimasakkan malah tidak tahu diri. Saudara renjana yang baru berumur sembilan tahun itu,berlari kesana kemari. Tak lupa mencipta bising dengan lagu lagu anehnya yang persis seperti kebiasaan ayah.

" Hilal, mbak khalil sedang menjadi koki sungguhan, jangan diajak baku hantam dulu " 

Ucap mama lembut sembari mengelus kepala hilal. mbak kalil itu panggilan khas keluarga untuk Renjana. lengkapnya lagi ayah yang memanggil dengan kalila.

Untung saja, mama segera datang. Sebab, khalil Renjana hampir saja melempar centong plastik pada sumber berisik.

Hilal mendongak " tapi mbak khalil itu ga bisa masak, ma " ucapnya yang sekilas saja membuat Renjana memperlebar pupil matanya. Anak kelas empat SD itu sudah lama sekali ingin renjana beri pelajaran, sejurus tapak kuda misalnya. Tapi hilal selalu yang memenangkan perlawanan, sebab mama tak pernah telat membelanya.

" ya udah, kamu ga usah makan. Mbak khalil cuma masak buat mama sama ayah " balas renjana meledek sembari menyodorkan sepiring tempe goreng yang telah sukses diraciknya.

kini, seisi dapur itu lekat sudah dengan aroma tempe goreng yang semakin kentara. tentu saja membuat hilal segera menyerobot.

" Adek ga guna, bisanya cuma..."

" Makan! hilal tau. Mbak khalil selalu bilang itu dari hilal kecil. "

Mama tertawa, ternyata mempunyai dua anak saja sudah sangat cukup untuk membuat isi rumah berantakan, berisik, dan menambah bait bait diksi dengan majas metafora. Judulnya tentang rumah psikopat gila. yang dibunuh adalah gundah, cemas dan gelisah. Pelaku utamanya tentu saja hilal, sang pencipta keributan.

 Nanti Renjana akan bertindak sebagai korban, lalu mama adalah pengacara yang selalu memihak pada hilal. hakimnya sudah pasti ayah yang baru kelihatan dirumah kalau sudah menjelang maghrib.

Sekali lagi renjana tersenyum, lebih tepatnya membuyarkan lamunannya tentang drama hidupnya yg entah episode keberapa itu . Ia juga dengan segera mengangkat gorengannya yang hampir gosong. hampir juga percikan minyak goreng mengenai wajahnya yang sudah penuh dengan basah.

 Bukannya apa, rumah psikopat gila itu kini tengah break. dia, dan seisi rumah sedang tidak baik-baik saja. yang ada hanya renjana tanpa hilal yang berisik, tanpa mama yang selalu menengahi.

semenjak mama sakit, hilal jadi semakin lupa rumah. pagi pagi buta ia sudah mengembara entah kemana. nanti ia baru ingat pulang kala senja sudah memenuhi langit diatas sana. ayah juga, semakin padat kerjanya. apalagi kini profesi ayah bertambah, dua hari sekali membawa mama pergi, mencari sembuh. bisa jadi seharian atau sampai larut malam.

kadang tiga hari baru pulang.

Sedang kegiatan renjana hanya itu itu saja, mengisi meja makan yang kemudian disantapnya sendiri, atau hilal kalau anak itu sudah ingat pulang.

kalau bukan untuk menjaga adik yang kian tak terurus itu, jujur saja renjana lebih memilih opsi di pondok. memperjuangkan hafalannya yang kian hari kian pelik. tapi hidup seperti ini adalah opsi yang dipilihkan Tuhan untuknya.

" mbak khalil memang sudah berjuang dengan sungguh, tapi tetap saja hilal maunya mama. mama kapan pulangnya ya mbak? "

" hanya sebentar hilal. lebih sebentar dari mengajarimu makan tanpa berceceran "

" Mbak kalil! "

"kalau mama ngga ada dirumah, hilal juga merasa tak punya rumah"

mata renjana berkaca kaca, pundaknya tak luas, namun bebannya kian berat saja. terlebih jika hanya berdua dengan hilal, dan anak itu menangis menanti mama yang tak kunjung pulang. hilal memang masih kecil, tapi mudah saja baginya untk menebak raut renjana yg ia sadari mulai nampak sedih, membuatnya semakin kecut dipandang.

" tumben masak tempe goreng, kesukaan hilal. mbak khalil gak lagi kesambet kan ?" ucap hilal terkekeh berusaha mengalihkan pembicaraan.

lalu dengan cepat menjauhkan badan dari cubitan renjana.Renjana jelas tahu, hilal hanya membual agar ia tak jadi mendung. tapi,mereka tertawa, memaksa lupa pada luka yang jelas menganga. menyantap bersama gorengan yang tinggal lima iris itu. renjana harap dua irisnya dapat dinikmati oleh mama dan ayah.

semoga saja.

UNTUK RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang