***
Pip
Pip
Pip
Aku membuka kedua kelopak mataku secara perlahan. Berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang terang di dalam ruangan ini. Aku mengerang, mencoba untuk menggerakkan tubuhku yang terasa sangat kaku. Aku menghela napas kasar, karena usahaku untuk menggerakkan tubuhku, sama sekali tidak berhasil.
Aku baru sadar jika saat ini, aku sedang berada di rumah sakit. Itu terlihat dari nakas, selang oksigen di hidungku, infus, dan tangan kiriku yang dibalut oleh kain kasa. Aku melirik ke arah paha kananku yang terbuka namun juga dibalut oleh kain kasa. Telapak tangan kananku yang dipasangi infus, ku angkat perlahan menyentuh ke arah dahiku. Sial. Bahkan kepalaku juga terluka.
"Kau sudah sadar rupanya."
Aku sedikit terlonjak saat mendengar suara seorang pria di dekat ujung nakasku. Polisi. Dia tersenyum kecil menenangkan ke arahku, yang ku balas dengan senyuman kecil. Dan aku menganggukkan kepalaku perlahan.
"Iya... Seperti yang bisa kamu lihat." jawabku dengan nada suara yang pelan. Dan aku bisa merasakan betapa keringnya tenggorokanku saat ini.
Dia tertawa kecil dan berjalan perlahan mendekat ke arahku. Di kedua tangannya ada sebuah buku note kecil dan sebuah pulpen. "Aku hanya akan mencatat pernyataan darimu saja. Setelah itu, kamu bisa melanjutkan waktu istirahatmu..." ucapnya menjelaskan.
Aku mengangguk sekali lagi. Dia duduk tepat di atas kursi yang ada di samping nakasku. "Sebelumnya, perkenalkan namaku adalah Letnan John Martin. Kau bisa memanggilku John... Dan baiklah, mari kita mulai..."
Dia berdehem beberapa kali, dan membetulkan posisi duduknya. Serta membuka buku note di tangannya. Dia menatap ke arahku. "Siapa namamu?"Aku mengerutkan dahiku tiba-tiba dan segera merasakan perih. "Em... Namaku Joana..."
John menulisnya di note, lalu dia mengangkat kepalanya dan menatap ke arahku penuh dengan tanda tanya. "Hanya Joana? Nama lengkapmu?"
Kedua mataku melebar. Haruskah? "Em... Itu... Sebenarnya aku..." Aku menghela napasku untuk meredam detakan jantungku yang semakin cepat. "Russel. Joana Russel."
John menulisnya lagi. Dan seketika jarinya berhenti menulis. "Kau... Kau anak perempuan dari keluarga Russel?! Keluarga Russel pemilik perusahaan produksi senjata itu?"
Aku mengadahkan kepalaku, menutup kedua kelopak mataku serta menghela napas dengan kasar. Sial. "Aku sama sekali tidak ingin membicarakannya. Bisa berikan aku pertanyaan lain yang tidak mengacu pada keluarga?" Aku menatapnya lagi.
"Ya... Ya. Tentu saja." Dia menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Jadi... Bagaimana kamu bisa berada di tempat kejadian?"
"Ya... Rumahku sebenarnya melewati daerah itu. Jadi, setiap malam aku harus lewat daerah itu untuk sampai di rumah." jawabku menjelaskan.
"Kamu hidup sendiri di rumah?" tanya John setelah beberapa saat selesai menulis.
"Ya... Aku hidup sendiri." jawabku dan berharap untuk kesekian kalinya, agar dia tidak bertanya tentang alasanku hidup sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Dark ✔️ {TERBIT}
RomanceDia yang datang dari kegelapan, tidak selamanya gelap. Ada kalanya, kamu harus melihat di dalam kegelapan itu untuk mendapatkan jawaban dan kebenaran dari suatu hal. Dia memang berbeda. Tapi bisa dipastikan, dia akan membuatmu jatuh cinta. ~~~ Joa...