Part 4

39 8 4
                                    

***

"Hoammm..."

Aku menutup mulutku dengan menggunakan telapak tangan kananku. Sudah berulang kali aku menguap dan tidak berhenti bahkan setelah aku minum kopi susu pagi ini. Aku tidak tidur semalaman. Mengusap perlahan wajahku untuk menghilangkan rasa kantuk yang semakin terasa. Menundukkan kepalaku ke atas meja makan dan menghela napas.

Ting

Tong

Aku segera mengangkat wajahku dan berjalan ke arah pintu. Saat ku buka, ada seorang pria dengan mengenakan seragam berdiri tepat di depan pintu rumah. Tersenyum lebar dan ramah. "Ya?"

"Selamat pagi... Dengan Nona Joana?" tanya pria itu.

Aku menganggukkan kepalaku perlahan. "Iya... Saya sendiri."

Pria itu menganggukkan kepalanya. "Kami membawakan sepeda motor, pesanan Tuan Sean Russel untuk Nona... Tolong untuk tanda tangan di sebelah sini..." jawabnya sambil memberikan sebuah kertas transaksi, atau apapun itu. Dengan segera, aku menandatangani kertas itu.

"Baiklah... Terimakasih. Kami akan segera memasukkan sepeda motornya."

Pria itu segera berbalik dan berjalan ke arah temannya yang masih berada di dalam mobil. Aku menunggu di depan pintu rumah, memperhatikan mereka memasukkan mobil itu secara perlahan dan mengeluarkan sepeda motor itu. Dan ya, sepertinya aku harus segera menghubungi Kak Sean untuk ini. Mereka menurunkan sepeda motor itu secara perlahan. Lalu tak lama, mobil itu kembali keluar, dan pria yang tadi juga menutup pagar, sambil melambaikan tangan ke arahku. Aku membalasnya dengan senyuman.

Aku menatap ke arah sepeda motor itu. Kuncinya masih tergantung disana. Aku melangkahkan kedua kakiku perlahan, untuk mengambil kuncinya. Ini motor matic berwarna putih dengan gradasi hitam. Cukup bagus. Aku tersenyum melihatnya. Setelah mengambil kunci sepeda, aku menemukan berkas-berkas sepedanya. Aku harus menyimpannya dengan baik.

Suasana pagi ini masih cukup mendung. Udaranya juga sangat segar. Aku menghirup udara dalam-dalam, menikmati sensasinya. Sebenarnya, hujan baru berhenti sekitar jam empat pagi tadi. Dan sekarang, sudah jam enam, matahari juga tidak terlalu kentara. Aku pun segera masuk ke dalam rumah.

Ting

Ponselku berbunyi, dan dengan cepat ku tutup pintu rumah, serta berjalan ke arah meja makan, tempat dimana ponselku berada.

"Halo?" Aku mengangkat panggilannya.

"Joana..."

Kedua mataku berubah menjadi sayu. Aku bisa merasakannya. "Mama?"

"Bagaimana keadaanmu? Mama ingin sekali bertemu... Kamu baik-baik saja kan?" Suara mama terdengar berbisik, dan aku yakin, papa pasti ada di sekitar mama sekarang. Dan mama sembunyi-sembunyi untuk menghubungiku.

"Baik kok... Mama tahu kan kalau kita tidak bisa bertemu. Dan tidak akan mudah untuk melakukannya. Mama tidak perlu khawatir... Aku bisa menjaga diriku sendiri."

Aku mendengar mama menghela napasnya. Dan aku juga mendengar suara papa yang memanggil mama. Meski terdengar samar, aku yakin, mama bersembunyi di dalam kamar mandi sekarang. "Mama senang mendengar kamu baik-baik saja. Mama harus menutupnya, kamu juga diri ya. Jangan lupa minum obatnya ya."

"Iya..."

Klik

Aku menghela napas. Dan tanpa terasa kedua mataku berair dan dengan segera ku hapus air mata yang sudah jatuh di kedua pipiku. Ini terasa semakin sulit. Sudah setahun, aku bahkan tidak berani untuk bertemu dengan mama. Aku bisa saja meminta sedikit waktu agar mama datang ke resto James, tapi anak buah papa pasti akan selalu ada di sekitar mama, aku dan bahkan juga Kak Sean.

"Tidak apa-apa... Tidak apa-apa..."

Aku berulang kali mengucapkannya. Mencoba untuk menenangkan perasaanku yang mulai goyah. Ini adalah pertempuranku. Setidaknya, agar papa tahu bahwa aku akan selalu berusaha dengan keras. Bahkan jika aku tidak mampu lagi, aku akan tetap bangkit dan menghadapi pertempuranku sekali lagi. Jauh lebih kuat dan keras.

Sepeda motornya datang pagi ini. Terimakasih kak... Aku sangat menyukainya.

Aku segera menuliskan sebuah pesan dan juga kirimkan ke Kak Sean. Aku harus menghemat penggunaan data internetku. Ya... Sialnya, aku pun tidak memiliki fasilitas Wi-Fi di rumahku ini.

Baguslah jika sudah sampai. Istirahat yang banyak, gumaman waktu cutimu sebaik mungkin.

Tentu saja.

Aku tersenyum. Dan, ku pikir aku harus makan sesuatu. Ku putuskan untuk memasak macaroni and cheese. Sambil menonton televisi. Itu akan sangat menakjubkan. Aku tidak terlalu suka makan sayur, maka dari itu, aku lebih suka makan spaghetti, pasta, macaroni atau segala macam seperti hal itu.

***

DUARR

Aku seketika menutup kedua mataku saat mendengar suara petir mulai menyambar. Dengan segera aku meletakkan piring kosongku ke atas meja ruang tamu. Dan meraih remote televisi serta mematikannya. Akan menjadi sangat berbahaya menyalakan televisi saat hujan. Tentu saja.

"Aku bosan!!!!"

Aku menutup wajahku dengan menggunakan kedua telapak tanganku. Seharian, hanya Menonton televisi, bersantai, dan makan, aku bisa menambah berat badanku karena ini. Bahkan saat aku sudah minum obat pun, aku masih tidak bisa tidur. Padahal aku sudah sangat mengantuk sejak pagi.

Aku mengangkat wajahku dan melihat ke arah jendela. Hujan semakin deras, di ikuti oleh angin yang berhembus kencang dan juga suara petir. Bahkan beberapa kali aku bisa melihat kilatnya di langit. Aku suka hujan, suasananya, sensasinya, semuanya. Ingin sekali rasanya untuk bermain hujan, jika saja aku tidak terlalu memikirkan luka-luka ku yang belum kering dan juga sembuh total ini.

Dan Sayabgnya, aku sudah mengganti perban-perban ku, sehingga aku sama sekali tidak ingin membuat perban yang baru ini menjadi basah karena terkena air hujan, dan aku harus menggantinya lagi. Karena itu butuh waktu yang cukup lama dan juga melelahkan untuk dilakukan.

Tok

Tok

Aku mengerutkan dahiku saat mendengar ketukan di pintu rumah. Biasanya tamu akan menggunakan bel, dan ini tidak. Atau mungkin, tamu itu tidak mengetahuinya. Aku berdiri perlahan dari atas sofaku, dan berjalan mendekat ke arah pintu. Membukanya perlahan, dan seketika hembusan angin yang kencang menerpa tubuhku, di ikuti dengan air hujan.

Aku terkejut saat melihat seorang pria berdiri tepat di depanku dengan kepalanya yang menunduk. Membuat beberapa helai rambutnya yang hitam jatuh menutupi wajahnya. Dan kedua mataku seketika membulat saat sadar, bahwa pria ini hanya menggunakan celana kain hitam tanpa menggunakan kemeja atau bahkan kaos.

"Si-siapa?" tanyaku saat pria ini tidak mengatakan sepatah kata pun.

Pria itu mengangkat kepalanya, dengan kedua kelopak matanya yang tertutup. Wajahnya terlihat sangat pucat, dan dia sangatlah tampan. Sial. Ini bukan waktu yang tepat untuk terpesona.

"Tolong..."

Buk

"Astaga!" pekikku seketika saat tubuh pria itu jatuh terhuyung ke atas lantai rumahku.

"Bangun..." gumamku sambil menggoyangkan tubuhnya perlahan, mencoba untuk membangunkannya. Tapi sama sekali tidak membuahkan hasil.

Bagaimana caranya untuk membawa tubuh pria ini masuk ke dalam rumah sekarang?

In The Dark ✔️ {TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang