Lenyap

51 6 2
                                    

Pada air sungai yang tak tenang, Kumbang menatap bayang yang buyar. Seperti itulah dirinya, kacau, berantakan, tidak beraturan.

"Aargghh. Kau memang sial!"

Kumbang tak henti merutuki dirinya, tampilan rapih yang menjadi ciri khas kini berubah, rambut acak, pakaian semakin lusuh.

Bertambah usia, tidak membuatnya semakin baik dan melupakan masa lalu pahit yang menikam hati pria 26 tahun tersebut. Sejak 14 tahun lalu, garis wajahnya tak pernah menampakkan kelembutan, kecuali sebelum kepergian satu satunya orang yang dicintai ketika usianya 24 tahun. Satu tahun perjalanan cintanya dengan seorang gadis cantik pilihan hati, setidaknya telah memberi warna hidup, walau akhirnya pergi untuk selamanya dan meninggalkan Kumbang kembali hidup seorang diri. Sejak saat itulah, ia benar benar tak percaya lagi pada cinta, senyum tidak pernah terukir dari rupa tampannya, seperti ada dendam yang selalu ingin diluapkan entah kepada siapa.

Kumbang menenangkan hati dengan meraupkan dingin air sungai ke wajahnya, sesekali menenggak untuk menikmati kesegaran mata air yang ada.

"Sudah kuduga"

Perempuan berkulit putih menghampiri.

"Berantakan? Hilang? Lenyap? Mau kemana lagi akan kau cari? Kebahagiaan ada pada dirimu sendiri, buat indah sisa hidupmu saat ini."

Kumbang hanya menoleh sejenak dan kembali memandang derasnya air sungai.

"Aku menunggumu. Menunggu senyum terukir dari bibirmu, berharap itu semua dariku."

Pria dengan badan jangkung paham betul apa maksud Tania. Ia tersenyum kecut menganggap angin lalu dan segera pergi meninggalkan perempuan disampingnya tersebut.

"Tidak ubahnya dirimu. Aku akan tetap berusaha untuk menjadi bungamu, Kumbang."

Tatapan sinis dari mata Tania menambah tajam keinginan untuk mendapatkan lelaki yang ia suka. Semakin jauh Kumbang melangkahkan kaki, semakin kuat genggaman Tania, ia benar benar tak ingin kehilangan.

"Pergi saja kemanapun kau mau. Kumbang akan menemukan bunga terbaiknya."

Tania selalu percaya diri dengan apa yang akan terjadi, seakan semua berjalan sesuai kemauannya.

Bersama angin yang berdesir, perempuan bermata sipit seperti sedang menyusun rencana, langkahnya perlahan dengan dahi sedikit berkerut, tampak berfikir keras.

"Ice boy." Ucap Tania.


KumbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang