Menuju

54 5 0
                                    

"Saya fikirkan lagi, om."

"Baiklah, masih saya tunggu keputusanmu, minggu depan harus sudah disini."

Kumbang hanya bergeming dan mematikan ponselnya.

Sebenarnya Pria berusia 26 tahun dengan perawakan jangkung itu tidak terlalu memikirkan tawaran dari sahabat ayahnya dulu, sekaligus seorang pengusaha asal Indonesia yang berada di Jepang, perihal undangan dan jasa Kumbang yang akan dibutuhkan untuk melukis dinding atau mural, juga kerjasama bisnis di bidang furniture yang Kumbang miliki. Sebelumnya memang ia sudah berniat untuk ke Jepang sekedar berlibur dan mencari pameran seni yang ada disana, beruntung jalannya lebih mudah dan lebih ringan karena biaya pulang pergi sudah ditanggung semua oleh om Brata. Hanya satu yang menjadi beban, ia tak ingin Tania tau dan mengikuti kemanapun pergi. Beberapa kali rencana gagal karena Tania yang selalu ingin bersama Kumbang, sedangkan Kumbang tak pernah sekalipun ingin bersama Tania. Kumbang bisa saja meninggalkan Tania atau tak menghiraukan rengekan manja perempuan sipit itu, namun dia tak enak hati pada jasa ayah Tania yang sudah membiayai hidup dan sekolah semenjak kedua orangtua dan saudara Kumbang pergi untuk selamanya.

Bayangan negeri sakura, negeri matahari terbit, didepan mata. Negara kesekian yang akan ia kunjungi. Sebagian belahan dunia yang telah ia singgahi tak lain dengan tujuan sama, jasa yang dibutuhkan untuk melukis dinding atau mural pada pengusaha Indonesia yang berada di berbagai negara tersebut, terutama para pemilik restaurant, hotel, atau cafe yang menginginkan keunikan, keindahan atau estetika yang tercipta dari pencampuran warna pada dinding. Bukan karena tak ada pelukis disuatu negara tersebut, tapi kemahiran Kumbang sudah tidak diragukan lagi, terlebih memadukan lukisan modern dengan tradisional khas tanah air, itu yang selalu menjadi daya tarik para customer Kumbang yang berasal dari Indonesia, dan beberapa negara lainnya.

Bukan hanya jasa melukis dinding atau kerja sama bisnis, Kumbang juga selalu mencuri kesempatan untuk mengunjungi pameran, museum atau tempat yang memiliki nilai seni tinggi di suatu kota pada negara yang disinggahinya, seperti Metropolitan Museum of Art (MoMA) yang berlokasi di  kota New York, Amerika Serikat, museum Louvre dengan lukisan Monalisa yang sangat terkenal, berlokasi di kota Paris, Prancis, dan masih banyak lagi. Namun begitu, Kumbang masih tetap jatuh cinta pada Tanah Air, baginya tidak ada tempat paling indah yang ia suka selain di Indonesia, terutama alamnya, walaupun itu semua belum cukup menyembuhkan luka di hati pria 26 tahun tersebut, setidaknya bila berkunjung ke tempat-tempat indah, dapat membuat fikirannya lebih tenang.

"Ada apa?"

Dering telepon dari Tania membuyarkan lamunan.

"Minggu depan ayah akan mengadakan dinner, dan kamu diundang untuk hadir."

Kumbang tak merespon apa yang di katakan lawan bicaranya. Dugaan  tidak meleset, entah Tania tau atau tidak perihal dirinya yang akan pergi ke Jepang, ada saja hal yang membuat rumit dan selalu dikaitkan dengan ayah perempuan bermata sipit itu, yang membuat Kumbang tak enak hati.

"Bagaimana? Bisakan?"

"Nanti aku beri kabar lagi."

"Baiklah. Ayah berharap kamu datang."

Seperti biasa, tidak ada basi-basi atau obrolan panjang, Kumbang langsung mematikan sambungan telepon tersebut.

Pria berusia 26 tahun itu tidak hanya diam, ia mencari cara untuk tetap bisa pergi ke Jepang tanpa menyakiti hati ayah Tania.

"Kenapa? pagi-pagi sudah menelfon."

"Saya ingin bertemu dengan ayah. Kapan ayah ada waktu?"

Sudah tidak heran terhadap panggilan tersebut, karena kedekatan ayah Tania dengan Kumbang yang dianggap seperti anak sendiri.

"Ayah ada waktu jam makan siang, nanti kamu bisa datang saja ke kantor."

"Baik yah."

Walaupun sekarang penampilan sehari-harinya terkesan urakan, namun diluar itu prinsip Kumbang masih sama, berpakaian rapih dan juga menunggu bukan ditunggu kepada siapapun yang akan bertemu dengannya. Tanpa bermalas-malasan, ia langsung menuju kantor ayah Tania, meskipun jam makan siang masih cukup lama, tapi baginya itu lebih baik, dari pada harus terburu-buru mengejar waktu atau bahkan terlambat untuk bertemu. Sikap ini pula yang menjadi nilai lebih Kumbang bagi para customer atau siapapun yang memiliki janji dengannya.

"Selamat siang yah."

Tidak butuh waktu lama untuk menunggu, ayah Tania sudah dapat ditemui. Perkiraan waktu yang tepat, melihat jarak rumah dengan kantor ayah cukup jauh, juga keadaan jalan yang ramai.

"Bagaimana kabarmu Kumbang? Sudah lama tak berkunjung kerumah ayah. Apa yang ingin kamu bicarakan?"

Tanpa basa-basi, Kumbang menjawab pertanyaan ayah Tania dan menceritakan semua perihal rencananya pergi ke Jepang minggu depan juga dinner yang akan diadakan oleh ayah Tania.

"Kalo memang begitu, acara makan malam bisa dimajukan saja waktunya, sehari sebelum keberangkatan kamu ke Jepang."

"Tidakkah itu memberatkan, ayah? Bukannya semua sudah diatur?"

"Itu masalah kecil, sekalipun tamu undangan bukanlah orang sembarangan. Yang terpenting ayah harap kamu bisa hadir."

Ekspetasi Kumbang tidak sesuai dengan realita, ia tak bermaksud untuk mengubah semua rencana yang tersusun rapi, pria berusia 26 tahun itu hanya ingin memberitahukan ayah, bahwa dirinya tidak dapat menghadiri acara makan malam minggu depan, diluar dugaan, ternyata ayah sangat berharap akan kedatangannya.

"Baik yah."

Kumbang tak dapat berkutik.

🌸🌸🌸

To be continued😊
Jangan lupa tinggalkan vote & comment (Kritik & saran)😊
Terimakasih😊

KumbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang