Suara ayam berkokok membangunkan Ellen yang sedang tertidur, ia segera mencari handphone-nya melihat jam yang ada pada layar.
Jam menunjukkan pukul 04.47 AM, tanggung sekali bila Ellen melanjutkan kembali tidurnya, bisa-bisa ia telat datang ke sekolah.
Ia turun dari kasurnya, membuka pintu kamar dan berjalan melewati kamar Amel. Pintu Amel tidak tertutup menyisakan sedikit ruang yang memperlihatkan isinya.
Merasa janggal, Ellen mengintip bagian pintu yang terbuka itu. Terlihat jelas kakaknya yang sedang tidur lelap sambil memeluk potongan kepala dengan lidah menjulur.
Ellen merasa miris dan risih terhadap perilaku kakaknya pada kepala mayat penuh dosa itu. Tapi Ellen sedikit bangga karena akhirnya kakaknya membunuh seseorang, walaupun seseorang itu tak bersalah.
Amel yang berkata akan membunuh Ellen, Ellen sendiri tidak peduli. Karena semua ketakutan dan kepedulian yang dia tunjukkan pada kakaknya hanyalah tipuan semata. Tentu saja Ellen tidak takut.
Ellen pun berjalan menuju ruang pajangan kepala manusia. Ia membuka pintu dan tercium bau yang sangat lezat bagi Ellen. Darah.
Cih, dasar Amel bodoh, batinnya.
Ia mengambil baju dan membersihkan lumuran darah yang berceceran dimana-mana. Tidak, dia tidak membersihkannya. Melainkan ia peras di atas wadah dan diminumnya.
“ahh seharusnya aku menyisakan sedikit agar Amel merasakan minuman segar ini juga. Darah ini lebih manis dari yang lain, mungkin karena ia tak bersalah hahaha”
Tidak hanya darah yang ada dimana-mana, potongan daging dengan kulit, tulang bahkan organ masih ada disana.
Ellen mengumpulkan bagian-bagian yang ada dagingnya dan menyayat memisahkan daging dengan kulitnya. Kulitnya Ia akan jual dan ditukar dengan uang nanti. Tinggal bilang saja pada si penjual kalau itu kulit hewan. Dagingnya? Tentu saja ia simpan di lemari pendingin untuk ia masak dan makan. Bukannya lumayan untuk menghemat uang? Daging di pasar itu mahal.
“nah kalian para organ dan tulang, apa yang harus kulakukan pada kalian? Apa kalian masih laku kalau dijual di pasar gelap?”
Ellen membiarkan sisa bagian tubuh yang belum ia rapikan, ia akan memikirkan apa yang harus ia lakukan pada sisanya nanti.
Lalu, ia pergi ke kamar mandi untuk mandi dan bersiap-siap pergi ke sekolah. Seperti biasa ia berangkat bersama dengan sahabatnya, Andin.
Ellen memasang raut wajah sedih Karena masih berduka akibat perginya Alex. Andin berusaha menghibur tetapi Ellen tetap sedih.
“semoga polisi cepat menemukan pelakunya ya Ellen. Kalau polisi nemuin pelakunya kamu mau apain?”
“hanya suruh minta maaf pada keluaganya dan menyuruh dia memberitahu kenapa dia melakukan itu”
“hanya itu? Kamu gamau dia di penjara atau apa?”, Ellen hanya menggeleng.
“hah kamu itu terlalu baik yang dia lakukan harus ada balasannya tahu!”, Ellen hanya diam,tatapannya kosong.
Kemudian hening menghiasi mereka berdua di jalanan yang ramai. Andin sebenarnya ingin membuka obrolan tapi ia tahu kalau Ellen masih berduka dan takut kalau ia akan salah bicara.
“hm kamu tahu kalau Berli dengan teman-temannya di skors 1 minggu?”, Ellen mengangguk.
“dia beneran ngelakuin hal bullying ya ke kamu? Kok kamu gak cerita sih ke aku atau ngadu ke guru?”
“aku tak mengadu saja ia sudah mengakui kesalahannya”
“itu mah keceplosan bukan mengakui kesalahan! terus paha kamu… ah sudahlah lupakan”
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloodie Psycho
Teen FictionBerparas cantik, berperilaku manis nan lembut. Namun siapa sangka ia telah membunuh puluhan orang hanya dalam waktu singkat. "aku bukan manusia dan kamu adalah sasaran selanjutnya." smirknya.