Aku dan Ibu sedang menunggu dijemput oleh Sopirnya Pak Ben.
"Itu kayaknya udah dateng deh Bu." Aku mengintip di jendela.
"Yaudah ayo kita samperin."
"Selamat malam Pak," ucapku menyapa Pak Sopir.
"Malam Neng, Bu, ayo masuk Neng kita langsung berangkat aja udah ditungguin sama Pak Ben."
"Iya Pak."
"Oh iya Bapak namanya siapa?"
"Nama saya Budi Neng."
"Oh Pak Budi, saya Adel Pak," ucapku memperkenalkan karena kemarin kan kita belum kenalan.
"Saya tahu Neng, kemarin kan Saya denger Neng ngobrol sama Pak Ben."
"Hehe, tapi kan tetep aja kita belum kenalan Pak."
"Yaudah terseran Neng deh, kalau Ibu siapa namanya?"
"Saya Widia Pak," ucap Ibu.
"Oh Bu Widia, saya turut berduka cita atas apa yang terjadi pada Suami Ibu."
"Iya Pak terimakasih, ngomong-ngomong Bapak sudah lama bekerja dengan Pak Ben?"
"Saya baru dua tahun sih Bu."
"Gimana Pak kerja sama Pak Ben," aku masih penasaran Pak Ben itu orang seperti apa sih.
"Orangnya baik Neng, sangat rendah hati dia gak mau saya panggil Tuan katanya suruh panggil Bapak aja supaya lebih akrab, para pelayan di rumah pun sama suruh panggil Bapak, tapi saya sedikit khawatir akhir-akhir ini sepertinya dia kurang sehat."
"Sakit apa Pak?"
"Saya kurang tahu Neng soalnya beliau sangat tertutup apalagi sampai media tahu, kalau orang-orang tahu dia sakit itu bisa dijadikan senjata buat menyerang Pak Ben, di luar sana banyak yang tidak suka sama dia karena kesuksesan Perusahaannya."
"Emang ya dibalik kesuksesan orang pasti ada aja orang yang gak suka,"gumamku, aku pikir semua orang merasakan itu.
Tiba-tiba mobil yang aku tumpangi masuk ke pekarangan rumah yang sangat besar, halamannya aja luas banget banyak pohon-pohon sama tanaman bunga, emang bener-bener kaya banget keluarga ini.
"Nah Neng, Bu, udah nyampe," ucap Pak Budi.
Aku dan Ibu turun dari mobil seraya mengucapkan terimakasih pada pak Budi.
Ting Tong
Aku memencet bel rumah itu dan gak lama kemudian ada salah satu ART yang membukakan pintu. Kalau kalian pikir ART nya adalah Ibu-Ibu yang sudah lanjut usia dan berdaster, kalian salah ART nya masih muda dan mereka memakai seragam, sepertinya ART disini semua memakai seragam.
"Mba Adel sama Bu Widia kan?" tanya nya.
"Iya."
"Silahkan masuk sudah ditunggu sama Bapak," ia menggeser posisinya supaya kami bisa masuk.
Pas masuk ke dalam rumahnya, aku sampe gak bisa ngomong apa-apa rumahnya bagus dan luas banget furniture nya pun kelihatan mewah dan mahal banget, pasti yang kerja disini hati-hati banget kalau kerja takut barangnya rusak.
"Halo Adel, Bu Widia akhirnya kalian sampai juga," Pak Ben menghampiri aku dan Ibu.
Istrinya Pak Ben menghampiri Ibu dan memeluknya.
"Pas saya denger dari suami saya kalau dia bertemu dengan Istri dan anaknya Pak Samuel saya sangat senang akhirnya saya bisa bertemu kalian lagi."
Ibu itu menghampiriku, "Ini anaknya Bu? Cantik sekali," dia megang pipku dengan kedua tangannya.
"Halo Ibu saya Adel," aku mencium tangannya.
"Halo Adel, saya Monica saya juga punya anak seusia kamu, saya masih ingat saat saya melahirkan, beberapa bulan kemudian juga Ibu kamu melahirkan."
"Oh iya, harusnya seumuran Adel ya, kalau gak salah anaknya laki-laki?" tanya Ibu.
"Iya, tapi dia sekarang sedang sekolah di luar negeri."
Wah aku juga pengen sekolah di luar negeri, pasti dia pinter banget.
"Yasudah ayo makan." Pak Ben membawa kami ke tempat makan.
*****
Setelah makan malam, kami ngobrol di ruang tamu, tiba-tiba ada anak kecil perempuan kira-kira usia 10 tahun datang bersama seorang pengasuhnya.
"Mama," dia menghampiri Bu Monica.
Bu Monica memeluk anak kecil itu,"Hai sayang, gimana les baletnya?"
"Lancar kok Ma." Dia melihat ke arahku an Ibu dengan tatapan bingung.
"Oh iya, Bu, Adel kenalin ini anak kedua saya."
Dia menyuruh anaknya untuk bersalaman kepada aku dan Ibu, "Sayang sini, salam dulu."
"Halo nama saya Carolline Stefhanie Ayres biasa di panggil Olin, kalau Ibu sama Kakak namanya siapa?" ucapnya.
Lucu banget sih, aku jadi pengen punya adik, mungkin seru kalau punya adik gini apalagi perempuan.
"Halo cantik, Ibu namanya Widia."
"Kalau Kakak namanya Adel, kamu lucu banget sih," aku mencubit pelan pipinya.
"Kak Adel juga cantik, coba Olin punya nya Kakak cewek, pasti Olin ada temen main."
"Kamu mau main sama Kakak?" ucapku mengajak dia bermain.
"Mau, ayo Kak ke kamar Olin, Olin punya banyak boneka." Dia mengajak ku bermain di kamarnya tapi aku sedikit gak enak sama Pak Ben dan Istrinya.
"Tidak apa-apa Del, kamu main saja sama Olin di kamarnya, biar Ibu kamu ngobrol disini," ucap Pak Ben.
Aku mengangguk dan Olin menarik ku ke kamarnya yang berada di lantai dua.
"Ini Kak kamar Olin," dia membuka pintu kamarnya.
Kamarnya luas banget semuanya berwarna pink dan banyak boneka dimana-mana, ternyata dia gak bohong bilang punya banyak boneka.
"Banyak banget bonekanya."
"Iya, kan Olin udah bilang punya banyak boneka, Kak Adel tunggu sini dulu ya Olin mau mandi dulu."
"Oke."
*****
02 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Married the Young Heir
RomansaKemarin aku hanyalah gadis biasa berusia 18 tahun yang baru saja menginjak kelas 12 SMA , tapi sekarang aku adalah istri dari seorang pewaris muda Perusahaan terbesar di Indonesia. Aku gak tahu ini berkah atau musibah? Karena aku gak tahu apa yang...