Gita Cinta

706 65 37
                                    

Episode 7

Flashback on.

Sudut pandang Gita.

Aku terkejut ketika papa memperkenalkan seorang pria muda dan tampan. Wajahnya oriental dengan postur tegap. Tingginya lebih pendek sedikit dari papa, mata ber-iris cokelat terang yang indah. Aku ingin menyapanya, namun aku terlalu malu. Dia anak buah baru papaku. Pria itu bernama Mahendra seperti yang papa bilang. Pria yang sopan dan pendiam.

"Nanti Mahendra hanya bekerja pada Erphan saja." ucap papa.

Aku memilih diam tak mengusik obrolan papa bersama kakak pertamaku Erphan, mama, kakak keduaku Ergan dan tentunya si pria tampan Mahendra. Aku hanya gadis berusia 11 tahun yang tidak boleh ikut campur urusan apapun itu. Aku duduk di samping mama. Menyimak obrolan mereka dan sesekali menikmati kripik kentang yang tersaji di meja.

"Nanti kamu tinggal di pavilliun ya Hendra." jelas papaku.

Hendra menganggukan kepalanya. "Baik pak. Terima kasih atas semuanya yang bapak berikan."

Semenjak itu Hendra menjadi ajudan kak Erphan ke mana - mana selalu membututi kakakku. Bahkan ketika kakakku hangover Hendra dengan telaten dan cekatan membawa kakak pertamaku yang bandel itu pulang. Aku mengagumi Hendra begitu dalam walau aku belum pernah berbicara padanya. Dia terlihat ramah di depan kakak - kakakku dan akan sopan plus serius di depan papa. Di depan mama ia benar - benar seperti seorang anak pada ibunya.

Aku mendengar cerita dari mama bahwa Hendra adalah anak panti asuhan. Ia dibuang ketika masih berumur kurang dari 24 jam di depan sebuah panti asuhan. Di usianya sekarang yang 21 tahun Hendra coba - coba melamar pekerjaan pada papa. Memang waktu itu papaku membuka lowongan pekerjaan untuk ajudan pribadi. Bersyukurnya ia diterima dengan mudah oleh papaku.

Hari terus berganti, aku kian menyukai Hendra. Senyumnya, manisnya, tampannya seolah memikat hatiku. Aku sering diam - diam memperhatikannya. Namun sakit, ketika aku memergoki Hendra berciuman bibir dengan seorang wanita di pavilliunnya. Aku sakit sekali semenjak itu. Sakit hati maksudnya. Rasanya cinta seperti ditolak padahal belum menyatakan cinta. Hendra berciuman bibir dengan kekasihnya yang digadang - gadang sebagai calon istrinya.

Flashback off.

Gita menikmati es krim sembari menatap pemandangan taman di kampusnya. "Jangan melamun Git! Kesambet setan tar lo."

"Gue lagi males aja. Mana ada setan siang bolong." jawab Gita dengan santai sembari tetap memandang ke arah taman.

"Btw sopir lo ganteng juga ya. Boleh dong minta WA-nya."

"Gak temenan di WA sama dia."

"Terus tar lo pulang gimana?"

"Dia udah tau jam pulang kita."

"Habis ini kita ada kelas lagi Git. Gue sebenernya bosen. Dosennya suaminya si Jennie. Emang sih rada seru cuman males aja gue masuk kelas."

"Si Jennie apa kabar, Mel?" tanya Gita pada Melanie.

"Baik dia. Sibuk jadi mama muda. Tapi bisnis kecil - kecilannya lumanyan menjanjikan. Nasi bungkusnya favorite anak - anak kampus. Mereka gak pernah bosen beli. Harganya cuman goceng pula."

Gita menganggukkan kepalanya. "Gue salut juga sama si Jennie. Dia menikah muda tapi gak sekali - kali jadi manusia pamer. Kehidupan sama suaminya juga gak mewah. Lo tau kan Mel, Jennie dari keluarga terpandang hartanya."

"Bener Git, gue kalau udah nikah nanti mau kaya si Jennie deh. Jualan kecil - kecilan."

"Lah lo kan sarjana."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang