4. Indigo?

4 0 0
                                    

Happy reading!

"Gak mirip? Gak semua kakak adek punya wajah yang serupa."

✍️✍️

Ku peluk tubuhku yang terbalut jaket hitam polos milik kak Kenzo. Bibirku tak henti-hentinya melengkung ke atas dengan pipi yang bersemu merah.

Apalagi setelah mengingat kejadian mendebarkan 15 menit yang lalu.

Sakit hati? Lupakan itu! Aku bahkan harus kembali menjadi orang bodoh untuk kesekian kalinya. Melupakan rasa sakit yang padahal hampir membuat ku gila.

Suara derum motor sport disertai suara kendaraan lain terdengar menghiasi perjalanan kami. Tak ada obrolan sama sekali. Aku terlalu malu bila harus memulai percakapan terlebih dahulu. Mengingat suaraku yang kecil, sudah di pastikan kak Kenzo tidak akan mendengar suaraku.

Kak kenzo juga terlihat begitu fokus membelah jalanan ibukota. Angin di malam minggu ini terasa begitu menusuk-nusuk, membuat sebagian wajahku yang terterpa angin mengernyit kedinginan. Ku tatapan punggung kak Kenzo yang hanya berbalut kaos putih polos.

Pergolakan batin kembali terjadi lagi dalam diriku. Kedua tangan ku terangkat setengah antara hendak memeluk atau tidak. Jujur, aku terlalu takut, malu dan khawatir. Aku takut kak Kenzo akan marah lalu meninggalkan diriku sendirian dijalanan saat dia menyadari kalau aku memeluknya.

Tapi mengingat bagaimana buruknya angin malam membuat ku menjadi cemas akan kondisinya. Bagaimana kalau ternyata kak Kenzo kedinginan, ia hanya mengenakan kaos tipis berlengan pendek.

"Kenapa harus malu sih? Kak kenzo kan pacar aku."

"Jangan pikirin ego, gimana kalau kak Kenzo sakit gara-gara ngasih jaketnya."

"Apa susahnya sih? Tinggal peluk."

Ayolah ... aku sudah seperti orang gila karena ini saja. Berbicara sendiri dalam pikiran, kadang-kadang membuat ku merasa bahwa aku memiliki kelainan mental.

Aku mendesah, mencoba membuat dinding untuk menahan malu agar Kak Kenzo tidak langsung menghentikan motornya saat aku berhasil memeluknya.

Satu

Dua

Tiga

Bruk ....

"Aaa ...." Aku terpekik kaget, tubuhku lantas langsung menabrak punggung Kak Kenzo dengan keras. Kedua tangan ku tanpa sadar saling bertautan, memeluk tubuh cowok itu sepenuhnya. Tidak, ini bukan rencana sebenarnya.

Ku miringkan kepala dan lagi-lagi aku kembali terpekik untuk kedua kalinya.
T

epat di depan mataku kecelakaan terjadi. Antara mobil sedan dan mobil truk. Lantas aku langsung mematung. Pikiran ku tiba-tiba kosong. Aku terhenyak, syok dengan apa yang kulihat.


Bahkan aku tak dapat mendengar suara kak Kenzo yang entah sejak kapan memanggil namaku. Jiwa ku seperti ikut terbang bersama nyawa satu keluarga yang dikabarkan meninggalkan langsung ditempat kejadian. Suara ricuh dimana-mana. Tempat itu seketika ramai, aku tidak tahu dimana letaknya.

Love Maze Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang