Part 05

18 6 2
                                    

Jangan lupa vote gess⭐⭐⭐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote gess⭐⭐⭐

Ketemu sama lo bikin nagih.

***

"gausah sedih, lo punya gue!"



Naila mendongakan wajahnya. Iris cokelatnya bertubrukan dengan iris lelaki yang menepuk pundaknya. Seketika ia menyusut sisa-sisa air mata yang tertinggal di matanya. Tak ingin terlihat lemah sedikitpun di depan lelaki yang sedang menyunggingkan senyumnya itu.

Ares, lelaki itu menatapnya teduh, penuh perhatian dan perasaan. Naila hanya membalasnya dengan tatapan datar yang tak terbaca. Merasa sudah sangat sering mendapatkan perlakuan seperti ini dan ujungnya hanya rasa kecewa yang ia terima.

"gausah sok peduli, kalau ujungnya lo sama aja kaya mereka,"

"gue serius dengan ucapan gue,"

"lo selalu punya gue, Nai. Selama ini lo hanya nutup mata lo dari dunia lo sendiri. Padahal lo selalu tau gue ada untuk lo." Ares serius dengan ucapannya.

Naila terlalu menutup dirinya sampai-sampai ia tidak melihat kalau masih banyak orang yang peduli padanya. Dan tugas seorang Ares adalah menyadarkan Naila akan hal itu. Bahwa Naila tidak sendirian menghadapi kejamnya dunia, dirinya masih memiliki Ares sebagai seorang teman.

"jadi, jangan sungkan cerita dan minta tolong sama gue."

Senyum Naila sedikit tersungging.

Ucapan Ares terdengar tulus dan benar. Harusnya ia lebih melihat ke sekitar. Masih ada orang yang peduli dan sayang padanya. Ia hanya menutup mata untuk menyembunyikan rasa sakit di hatinya.

"makasih, Res."



***


Griz buru-buru merapihkan alat tulisnya. Ia sudah terlambat 20 menit dari waktu yang ditentukan oleh miss Indri. Ini semua karena ulah pak Nando, guru matematikanya yang tidak mengizinkan anak kelasnya untuk pulang tepat pada saat bel berbunyi. Padahal semua anak kelas sudah memberi kode jika jam pelajaran telah usai.

Griz sesekali melirik arloji di pergelangan tangannya. Miss Indri pasti sudah misuh-misuh tak jelas. Sesegera mungkin ia melangkahkan tungkainya menuju perpustakaan. Mengabaikan panggilan Sheila yang terus meneriaki namanya.

Sesampainya di belokan koridor, matanya tak sengaja melihat Rafa yang berjalan santai. Seolah masih banyak waktu untuk berleha-leha. Griz berlari menyusulnya. Ia mensejajarkan langkahnya dengan Rafa.

Merasa ada seseorang di sebelahnya, Rafa menoleh. Mendapati seorang gadis dengan simpul tak pernah lepas dari wajahnya. Ia terkesima sejenak sebelum menyadarkan dirinya sendiri. Ia tidak boleh tertarik sedikit pun pada gadis di sampingnya ini. Meski pesona Griz memang tidak bisa di tolak begitu saja.

Grizelle: EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang