Deep Talk

4.3K 631 97
                                    

"Uuugh... Aku butuh pijatan Jaehyun!"

Taeyong mengeluh setelah menyelesaikan sepersepuluh bagian aksesoris untuk setelan pernikahan yang sedang dikerjakannya.

"Makanya pamil duduk saja sana. Tak usah main-main dengan jarum dan gunting lagi."

"Halo? Siapa bosnya?"

"Siapa bosnya?" Lucas meniru ucapan Taeyong dengan nada mengejek. "Kau itu tahu tidak seberapa muaknya aku mendengar keluhanmu, hyung? Kau yang keukeuh bekerja, tapi kau juga yang mengeluh, mau ini Jaehyun, mau itu Jaehyun, Jaehyun begini, Jaehyun begitu. Kelonan dengannya saja sana, tidak usah kerja!"

"Masa sih aku begitu? Perasaan baru sekali menyebut nama Jaehyun?"

"Delapan kali." Sambar Jungwoo yang entah kurang kerjaan atau bagaimana menghitungi Taeyong menyebut nama Jaehyun. "Hyung, kalau menurutku sih dia orang yang cocok untukmu. Maksudku dia tahan denganmu berarti sudah cukup meyakinkan untuk dijadikan pendamping hidup."

"Jangan konyol, kenal saja baru beberapa bulan. Pendamping hidup apanya..." Misuh Taeyong sambil lanjut memotong lace untuk hiasan setelannya.

"Masa kau mau selamanya single?"

"Memangnya kenapa? Enak kan bebas mau melakukan apa-apa?"

"Iya, tapi tidak punya sandaran jika sedang galau, sedih, atau muak dengan rutinitas kerja. Meskipun kau punya kami, ada kalanya kita merasa lebih terhibur hanya dengan keberadaan kekasih. Kalau punya pasangan kan setiap kita ingin bercerita, ada yang mendengarkan dengan senang hati."

Taeyong kagum dengan pola pikir Jungwoo yang polos. Dikira punya pasangan hanya ada enak-enaknya saja? Ah, seandainya ia bisa berpikir sepositif Jungwoo...

Tapi kalau dipikir-pikir, anak itu ada benarnya juga. Selama ini ia menenggelamkan diri pada pekerjaan dan tidak menyukai hari libur karena ia merasa akan bosan jika tidak bekerja. Tapi sekarang, saat dirinya terpaksa libur karena kondisi kehamilannya, nyatanya ia tak merasa bosan.

Ada pelampisan pada Jaehyun, yang meskipun tidak bisa menemaninya setiap saat, tapi selalu ada yang bisa ditunggu atau diinginkannya dari pria itu. Dan saat akhirnya ia mendapatkan apa yang diinginkan dari Jaehyun, rasa bahagianya akan berkali lipat lebih baik dibanding saat ia merasa puas akan pekerjaannya.

Haruskah ia mulai mempertimbangkan seseorang untuk menjadi teman hidupnya? Seseorang seperti...Jaehyun mungkin?

.
.
.

"Jaehyun..."

"Hm?"

"Seberapa bencinya kau pada pernikahan?"

Ini adalah kesekian kalinya Jaehyun mengunjungi apartemen Taeyong. Tak ada hal spesial yang mereka lakukan. Hanya memasak, makan, menonton dan mengobrol sambil berbaring di sofa nyaman Taeyong.

"Benci ya? Hmm... kurasa aku tidak begitu membencinya. Hanya... merasa konsep pernikahan tidak cocok untukku."

"Tidak cocok?"

"Hu-um. Menurutku pernikahan tidak memberikan kebahagiaan."

"Tahu dari mana? Kau kan belum menikah?"

"Dari contoh yang sudah ada."

"Aah... Para klienmu yang bercerai?"

"Mmm... Bisa juga, tapi yang lebih memengaruhiku adalah orang terdekatku sendiri. Ayah dan ibuku."

"Begitu? Ada apa dengan mereka memangnya?"

"Ayah mempunyai wanita lain. Sejak awal ayah tidak mencintai ibu. Sebaliknya ibu sangat mencintai ayah. Mereka menikah atas keinginan sepihak ibu. Ayah menyetujuinya dengan syarat ia boleh melakukan apa saja. Termasuk mencari wanita lain. Pada akhirnya pernikahan sekalipun tidak membuat ibu memiliki hati ayah."

OURS [JaeYong version]Where stories live. Discover now